Epilog

51.1K 2.3K 140
                                    

Tok! Tok! Tok!

Pria itu tersentak dari tidur lelapnya. Mengerang pelan karena merasa tidurnya terganggu. Melirik sedikit pada Kinanti yang masih tertidur lelap dalam pelukannya, ia menghela napas lega bahwa istrinya tidak terganggu dengan suara ketukan pelan namun konstan yang masih terus berbunyi di balik pintu kamar mereka.

Perlahan Gilang melepaskan pelukannya. Pelan-pelan meletakkan kepala Kinanti ke atas bantal. Dan memperbaiki selimut hangat yang melindungi tubuh polos istrinya.

Melirik pada jam digital yang masih menunjuk pukul lima lewat tiga menit di pagi hari. Bahkan matahari saja belum berani menampakkan diri, tapi orang di balik pintu kamarnya sudah berani mengganggu tidur lelap mereka. Padahal mereka baru beberapa jam tertidur setelah berlayar mengarungi lautan gairah yang tidak pernah ada habisnya.

Selesai memakai celana pendeknya kembali. Langkah kakinya segera berderap menuju pintu. Memutar anak kunci dan membukanya perlahan. Kedua mata Gilang yang masih terasa berat karena mengantuk langsung terbelalak melihat puterinya berdiri di sana. Memegang satu piring melamin berwarna coklat berukuran sedang, dan di atasnya terdapat tiga cupcake dan tiga lilin angka yang menancap di atasnya masing-masing.

Gadis yang satu bulan lebih lagi akan genap berusia delapan tahun itu tersenyum lebar pada Gilang. "Selamat ulang tahun, Ayah!" Serunya dengan suara kecil. Walau wajahnya terlihat masih mengantuk, namun raut bahagia begitu tergambar jelas di wajahnya yang cantik, juga manik birunya yang membulat indah.

Gilang tersenyum bangga penuh haru. Ini kali pertama Kaianna mengejutkannya di hari ulang tahunnya. Terlebih ini di pagi hari, karena biasanya puterinya itu sangat malas ketika di bangunkan untuk mandi pagi dan pergi ke sekolah. Dengan hati-hati ia membawa puterinya ke dalam gendongannya, takut kue yang di bawa Kaianna akan terjatuh.

"Terima kasih, sayang." Mengecup bibir puterinya yang masih tersenyum manis. "Kenapa lilinya belum nyala?"

Kaianna menggeleng pelan. "Biar nanti Ibu sama Ayah tiup lilin sama-sama." Gilang mengangguk. Lalu berbalik setelah kembali mengunci pintu kamar. Membawa Kaianna ke ranjang yang kini masih di tempati Kinanti.

Gadis kecil itu meminta di turunkan di sisi ranjang Kinanti. Gilang segera menurutinya. Dengan berbicara berbisik-bisik, sepasang ayah dan anak itu mulai menyalakan tiga lilin yang menancap di atas cupcake. Gilang membantu membangunkan istrinya. Dengan mengusap-ngusap sebelah pipi Kinanti.

Saat kedua mata indah itu terbuka, Kinanti masih belum sadar sepenuhnya kalau saat ini ada puterinya yang terus tersenyum manis menatapnya. "Kenapa, Bang?" Tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.

"Kaianna." Ucap Gilang seraya menoleh ke arah puterinya. Kinanti ikut menoleh dan langsung terbelalak tak percaya melihat puterinya sudah berdiri di samping mereka.

"Selamat ulang tahun, Ibu..!" Seru Kaianna ceria.

Mata Kinanti tidak hanya terbelalak. Namun kini sudah berkaca-kaca penuh haru dengan dada yang terasa mengembang penuh bahagia saat melihat puterinya berdiri di sisinya seraya memegang piring berisi tiga cupcake dengan lilin angka tiga, dua dan tiga yang menyala dan tertancap di masing-masing atasnya.

Perlahan ia bangkit. Memperbaiki selimut agar menutupi tubuhnya dengan baik saat Kaianna mendekat dan Gilang mendudukkan puterinya di pangkuan.

"Terima kasih.." bisiknya lirih.

"Sama-sama." Senyuman manis semakin terkembang lebar di bibirnya. "Sekarang Ayah sama Ibu tiup lilinnya?"

Kinanti menatap suaminya. Yang duduk di tepi ranjang menghadapnya. Dengan kompak mereka mulai mendekatkan wajah ke cahaya lilin. Lalu meniup tiga lilin itu bersama-sama dengan Kaianna yang ikut meniupnya.

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang