8. Dia
Pertemuan itu singkat, yang lama itu prosesnya. Mungkinkah kita akan bertemu lagi? Bertegur sapa seperti saat ini, atau mungkin hanya beratatap muka seperti orang yang tak saling mengenal. Bukannya kita memang tak saling mengenal?
***
Zean menatap bingung perempuan yang kini berada didepannya, mukanya tampak familiar. Ia seperti pernah bertemu.
"Ada urusan apa?" tanya Zean duluan setelah beberapa lama hening.
Perempuan itu nampak menelan salivanya, "kamu gak kenal aku?"
Kerutan didahinya semakin terlihat. Siapa? Memangnya dia siapa?
Pelahan kepalanya menggeleng ragu.
Perempuan itu menghembuskan nafasnya pelan, "UKS."
Ah ya, terjawab sudah. Zean mengenalnya, tidak, hanya mengenal wajahnya. Gadis berwajah kaku di UKS tadi.
Tapi apa alasan gadis itu sampai mengunjungi rumahnya? Tidak mungkin ingin berkenalan dengannya kan? Nyatanya gadis-gadis disekolah yang menggilainya, nekat kerumahnya hanya untuk berkenalan. Tapi, perempuan ini, nampaknya dia anak pendiam. Tak banyak tingkah seperti gadis lainnya.
"Ada urusan apa?" Zean mengulang pertanyaan yang sama.
Perempuan bermata coklat, dengan rambut sebahu itu mengeluarkan sesuatu dari tas sekolah.
Zean membelalak, terkejut melihat benda kecil bertali yang biasa melilit pergelangan tangannya, gelang.
"Kamu meninggalkannya di UKS tadi."
Zean menatapnya lama, membuat perempuan itu salah tingkah karena tatapannya.
Zean sendiri bingung kenapa ia bisa dengan cerobohnya meninggalkan gelang yang teramat penting ini disana. Dan, mengapa gadis didepannya ini begitu repot kerumahnya hanya untuk mengantarkan gelang? Tapi, ya, Zean juga berterimakasih olehnya.
"Terimakasih," ucap Zean sembari mengambil gelang berwarna abu-abu dengan note kecil yang menggantung.
Perempuan itu tersenyum, "sama-sama."
Zean terpaku karena senyuman itu. Senyumnya menenangkan. Zean menyukainya.
Tak lama ia menggelengkan kepalanya, apa dia baru saja memuji gadis selain ibu dan kembarannya?
"Kalau begitu, aku pulang. Jangan meninggalkan barang sembarangan, apalagi itu penting untukmu," ucapnya sembari berlalu.
Zean tak menyahut. Ia hanya duduk terpaku, matanya tak lepas dari kepergian perempuan itu.
"DOR!"
Zena terpental kaget. Ia menatap bengis Momy nya yang sedang tersenyum-senyum menggoda kearahnya.
"Cie, pacar, ya? Siapa namanya? Kenalin ke Momy dong," ledek Zee dengan senyum merekah, menggodanya.
Nama? Bahkan ia lupa menanyakannya.
"Ck, apa sih, Mom. Kenal aja enggak. Dia cuma balikin gelang ini ke Zean kok. Gak tau kenapa bisa ketinggalan di UKS," jelas Zean tak suka tanggapan Momy nya yang terlalu berharap.
"Yah, ajak kenalan dong. Cantik kok, keliatannya juga ramah. Boleh lah catat di list dari calon mantu Momy, Haha," Zee tertawa puas meledek anak laki-lakinya.
"Udah ah, Zean mau mandi."
Zee tertawa geli, Zean merajuk. Tentu saja.
Tiba-tiba Zee teringat akan satu hal, "Zean."
"Hm."
"Zena kenapa? Tadi pulang sekolah kayak nahan tangis, berantem lagi sama kamu?"
Pertanyaan itu membuat Zean membeku seketika. Dua langkahnya tertunda. Dada Zean kembali bergemuruh.
Tak berani menjawab, Zean melanjutkan kembali langkahnya, membuat banyak kerutan terbentuk didahi Zee.
Tok...tok...tok
"Dady pulang!"
****
Part ini ditulis saat banjir melanda, hujan menderu, dan angin berbisik kencang. Anjayyy.
Puitis banget sih njir. Back to in my lapak😂
Cepet kan gue updatenya. Iya dong, doain gue buat bisa menyelesaikan cerita ini sampai akhir april:l
Kyknya gak sanggup deh gue. Tapi doain. Gue akan seberusaha mungkin untuk buat cerita ini tetap berjalan.
Tapi kurang psiko nya, karena ini lebih ke drama cinta. Mungkin bisa jadi akan minim pembunuhan, dsb.
Tapi kalian masih ttp setia kan?
JANGAN LUPA UNTUK SELALU VOTE, KOMEN DAN SHARE. KOMENTAR KALIAN SANGAT MEMOTIVASI GUE BUAT TERUS UPDATE😆
See you guys!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obsession Brother
Teen Fiction[SEKUEL TMIG] Ketika obsesimu menguasai jiwamu. Alzean Dyandra S.W, memiliki sifat menurun dari sang ibu, terobsesi memiliki, dan jiwa membunuh. Sifat Zena juga tidak beda jauh dengan sifat Zean. Zena memiliki sifat tomboy dan penyayang. Tapi ketika...