Jazu Is Your Name?

4 1 0
                                    

Pagi menjelang. Angin yang berhembus dari barat membuatnya harus memakai syal ke sekolah, gadis itu cukup sensitif dengan udara dingin. Sepekan setelah kejadian itu ia menjadi lebih pendiam. Bahkan sapaan teman-teman sekelasnya sering diacuhkan. Tidak, Mayu sama sekali tidak berniat melakukannya, hanya saja ...

Aku harus menemui Raiden dan berbicara padanya.

Setiap pagi dia selalu mengatakan itu dalam hati, menunggu Raiden di depan rumahnya dengan gemetar.

"Ohayou gozaimasu, Mayu-chan," dan lelaki itu menyapanya setiap hari dengan sebuah senyum yang membuatnya melupakan niatan itu.

Dia berhasil bertemu dengan Raiden namun selalu gagal untuk mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Sulit, dia kebingungan bagaimana memulai pembicaraan. Dan hari-hari yang dilalui sepekan itu berjalan normal. Tidak ada yang menganggu di dalam diri Raiden, begitulah yang bisa dilihat Mayu. Namun dirinya tidak sedang baik-baik saja. Dia masih dihantui rasa ingin tahu. Entah apa yang membuatnya benar-benar penasaran dengan gadis di ruangan itu.

Ia pun sudah mencoba terapi kepada temannya si tukang kencan. Kebetulan sekali dan ia merasa beruntung lelaki fakeboy itu memiliki sesuatu yang bisa membantunya. Ah, sepertinya tidak, Mayu masih belum terbebas dari kekangan rasa penasarannya.

"Raiden, aku boleh meminta bantuanmu?" Tanya Mayu gugup.

"Ya, katakan saja."

"Bisa temani aku ke ruangan dokumenter lagi?" Mayu menunduk. Dia khawatir temannya ini terkejut dan menatapnya dengan tajam. Dia tidak nyaman dengan tatapan Raiden: Mata memicing yang menusuk jantungnya, menembus ulu hati dan membuat pecah kepercayaan dirinya.

"Untuk apa?"

Mayu mengangkat wajah, menoleh, tidak didapatinya tatapan yang dia takuti. Justru kali ini Raiden terlihat sangat santai dan membuatnya semakin tertawan. Pipinya terasa panas, dia berharap Raiden tidak menolehnya saat ini. "Untuk menemui gadis itu ... lagi."

Lelaki itu berhenti melangkah, matanya fokus ke depan dengan wajah dingin. Mayu makin gugup, dia menggaruk rambutnya sedikit, menoleh ke arah lain dan berjalan perlahan mendahului Raiden. Gadis itu mencoba mencari cara agar hilang gugup yang sangat mengganggunya. Meskipun dia tahu jika Raiden akan menolak ajakannya tapi tidak salah jika dia mengutarakannya. Siapa tahu datang keajaiban. Dia berharap demikian.

"Ohayuo gozaimasu, Mayu-chan, Raiden-senpai." Seseorang yang lain melambai di depan sebuah gang. Seorang laki-laki dengan stelan rapi seperti biasanya. Wajah tampan yang tersorot fajar begitu bersinar. Jika saja lelaki itu tidak jahat tentulah Mayu akan sangat tertarik.

"Ohayuo, Hiro-kun." Sahut Mayu berteriak, membalas lambaian tangan. Dengan sangat hati-hati Mayu berjalan menjauhi Raiden, langkah kakinya dibuat sepelan mungkin lalu ia berlari setelah sedikit jauh.

"Hei, apa yang membuat Raiden berdiam diri di sana?" Tanya Hiro.

"Dia mungkin sedang marah padaku. Apa kita harus meninggalkannya pagi ini?" Mayu sedikit tertawa.

"Apa-apaan kau ini, tidak boleh kita meninggalkan teman kita dalam keadaan apapun. Meskipun dia sedang marah padamu atau padaku." Hiro berbisik. "Ngomong-ngomong apa yang sudah kamu lalukan? Apa kalian baru saja berciuman?" Godanya.

Plak!

Bola mata gadis itu terbelalak. Dia menatap tangannya di sebelah pipi lelaki tampan itu. Si lelaki nampak tercengang pula. "Apa yang sudah aku lakukan?" Kata Mayu terbata-bata.

"Kau terlihat kejam, Mayu."

Mayu menarik tangannya dan menyembunyikannya di belakang punggung. Kedipan matanya sangat cepat. Apalagi setelah lelaki itu tersenyum. Kemudian si lelaki merangkul bahunya lalu menekan pipi kirinya. "Ahaha, kau gadis yang mudah ditebak. Aku sudah curiga denganmu selama beberapa tahun ini. Kau menyukai Raiden?"

Mayu membuang muka. Ia tidak bisa menyangkal. Ia hanya menutup mulut dan berpikir bagaimana caranya mengalihkan topik.

"Tidak usah malu mengakuinya. Aku tidak akan mengatakannya kepada siapapun. Seperti yang seseorang pernah katakan padaku bahwa tiada pertemanan yang suci antara laki-laki dan perempuan. Aku tidak terkejut dengan fakta ini. Aku bersyukur bukan aku korbannya."

Mayu menatap lalaki itu kesal. "Maksudmu?"

"Aku tidak mengatakan kalau kamu tidak cantik. Sungguh kamu cantik dan berbakat. Hanya saja kau tau kan betapa diriku mudah tergoda." Jawab Hiro cecengasan.

"Ah sudahlah, maafkan aku soal tadi. Aku sangat terkejut dengan pertanyaanmu dan tak sadar begitu saja menamparmu."

"Santai, tamparanmu tidak seberapa."

Mayu memanyukan bibir. Betapa dustanya Hiro. Tidak mungkin tamparannya itu enteng sampai membuat pipi lelaki itu merah. Bahkan cukup jelas dan dia bisa membaca lewat kedipan mata Hiro seperti apa rasa sakit yang sedang dialami.

Mayu tersenyum mesem. Mungkin dia memang menyukai Raiden. Hiro benar, tiada pertemanan suci antara laki-laki dengan perempuan. Awalnya cerita pertemanan itu terjalin normal. Dia bersikap biasa saat suatu hari Raiden bercerita bahwa dirinya tengah jatuh hati kepada gadis baru di kelas tujuh. Dan dia tidak lupa kapan pertama kali jantungnya berdegup kencang. Hari itu, setelah liburan musim semi, di depan gedung sekolah SMA mereka, tiga tahun silam. Hari ketika bunga sakura mekar dan menyebarkan aroma khas musim semi.

Mayu sangat terkejut saat sadar Raiden sudah berada di belakangnya. Ia begitu khawatir sekarang. Bagaimana jika Raiden mendengar pembicaraan mereka? Untungnya Hiro lekas memberi tahu kalau Raiden baru saja mendekat jadi obrolan meraka masih aman. Dia bernafas lega. Hiro memang bisa diandalkan dan sangat peka.

"Mayu-chan!"

Mayu menoleh ke belakang. Terlihat seorang wanita paruh bayu tengah berlari. Dengan masih menggunakan celemek yang kotor wanita itu tampak buru-buru. Sesampainya, wanita itu menyerahkan sebuah kunci. "Aku menemukan ini seminggu lalu di kantong celana olahragamu. Aku lupa untuk memberikannya. Barangkali ini milik temanmu yang kau pinjam atau kunci lokermu?" Ucap wanita itu yang sontak membuat ketiga remaja di depannya terperanjat. Mata mereka membulat dengan mulut terbuka, tidak percaya.

Kunci itu, kunci merah yang dia temukan di kotak kecil bersama Raiden. Bagaimana mungkin? Apa itu yang menyebabkan dia belakangan ini ingin bertemu lagi dengan gadis itu? Tapi bagaimana bisa kunci itu ada di kantong celananya? Seingatnya dia tidak mebawa benda itu. Siapa yang sudah membawanya pulang?

"Kenapa dengan kalian?" Wanita itu lalu mengibas-ibaskan tangannya namun tak kunjung membuat ketiga remaja itu tersadar.

"J-a-z-u?" Kata Mayu setengah sadar.

"Siapa Jazu?" Wanita itu menoleh ke belakang mencari anak perempuan yang dipanggil Jazu oleh anaknya.

"Namamu adalah Jazu?"

🌸🌸🌸

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Day When I Met Beautiful Eyes   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang