Good Bye, Jae

35 2 2
                                    

Good bye, Jae || Rahazlen Avelia || Jae x Ve (OC) || Romance || 1388 words

Disclaimer : The cast belongs to GOD, the story belongs to me

***

Aku hanya bisa mencintainya dalam diam. Jangan tanya kenapa, aku ini bisu. Namaku Ve dan aku sudah mencintainya sejak lama. Namanya Jae dan setahuku dia tidak memiliki perasaan yang sama sepertiku. Dia menganggapku seorang teman yang baik, yang selalu menemaninya ketika dibutuhkan. Iya, seorang teman yang tanpa dia sadari mencintainya dengan sangat.

Ini tanggal 13 Februari dan aku sedang menunggunya di depan toko bunga. Udaranya cukup mendung mengingat masih musim penghujan. Biasanya dia akan ke sini setiap tanggal itu. Membeli beberapa bunga gerbera merah, setelah itu mengajakku ke tempat yang sama tiap tahunnya.

"Lama, ya?" dia bertanya ketika selesai memarkirkan mobilnya. Hari ini dia memakai pakaian yang sangat rapi dan membuatnya sangat tampan. Jangan lupakan dengan aroma tubuh sehabis mandinya. Segar.

Aku menggeleng, kemudian mengikutinya masuk ke toko bunga. Hidungku langsung mencium aroma berbagai bunga yang cukup menyengat. Sebetulnya, tidak begitu mengenakkan berada terlalu lama di toko ini. Cukup sempit dan terlalu banyak serbuk sari yang bertebaran.

Kali ini laki-laki berkacamata bulat itu membeli hanya satu tangkai gerbera. Perasaan aneh selalu muncul sejak aku sadar setiap tahun dia membeli lebih sedikit bunga. Tapi, aku memutuskan untuk tidak bertanya. Itu bukan urusanku kan?

"Kamu udah sarapan?" dia bertanya ketika kita sudah berada di dalam mobil. Bersiap untuk menuju tempat yang sama setiap tahunnya.

Aku mengangguk, kemudian mengayunkan tanganku padanya. Bertanya apakah dia sudah sarapan. Dia menggeleng, "Pagi ini sibuk banget. Key rewel banget dan nggak mau ditinggalin. Aku nggak punya waktu buat sarapan."

Aku tersenyum. Ini bukan kali pertama Key rewel. Umurnya sudah empat tahun, semakin dia bisa berbicara, semakin banyak maunya yang harus dituruti. Gadis tunggal Jae itu memang kadang merepotkan. Aku mengeluarkan onogiri yang sempat aku beli di minimarket, biasanya cukup untuk menunda lapar laki-laki itu.

Dia tersenyum kecil sembari mengambil makanan cepat saji itu. "Makasih, Ve."

"Kamu tahu nggak? Pagi ini Key minta mau ketemu mamanya. Aku pusing," keluhnya. "gimana, ya, biar Key ngerti kalau mamanya itu-" omongannya tergantung. Bukan karena dia tidak tahu lanjutannya. Hanya saja dia tidak ingin menoreh luka lagi di dalam hatinya.

Namanya Jani, kekasih yang sangat amat Jae cintai. Mereka sudah berpacaran lima tahun. Key adalah bukti cinta mereka. Aku tidak tahu apa yang membuat mereka berpisah, namun sejak mengenal Jae empat tahun yang lalu, mereka tidak lagi tinggal bersama. Aku tidak tahu banyak tentang hubungan mereka, yang aku tahu sekarang kita sudah berada di rumah sakit, tempat di mana Jani dirawat.

Kami menyusuri lorong yang sama setiap tahunnya, setiap tanggal 13 Februari. Kenapa hari itu? Hari jadinya Jae dan Jani, orang yang masih Jae cintai sampai sekarang. Di saat-saat seperti ini laki-laki itu lebih banyak diam. Wajahnya menegang dan aura dinginnya keluar dengan sempurna. Sampai di depan sebuah pintu abu-abu, dia menoleh padaku. "Jangan kemana-mana," titahnya yang langsung aku angguki.

Aku menunggu. Itulah yang aku lakukan setiap tahunnya. Menunggu Jae. Biasanya aku akan menunggu sampai lebih dari tiga jam. Kali ini aku mengernyitkan dahi karena dia keluar dari ruangan itu satu jam lebih cepat. Wajahnya terlihat tidak baik dan aku tidak ingin semakin membuatnya rusak dengan bertanya apa yang terjadi di dalam ruangan itu.

"Ayo, pulang," katanya singkat dengan kepala yang masih tertunduk. Lorong rumah sakit itu menjadi sangat panjang karena keheningan kami.

Ponselku tiba-tiba berbunyi. Sebuah pesan masuk. Aku membacanya dan terdiam beberapa saat. Pesan peringatan untuk keberangkatanku besok lusa. Bagaimana aku harus mengatakannya pada Jae?

Valentine With Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang