Niskala 1 : Desa yang Terlupakan

816 62 87
                                    


[[ Masuk dalam salah satu kategori cerita 'THE GREAT CHALLENGER" by FantasiIndonesia ]]
[[ Masuk dalam Reading List Written In Action kategori Fantasi 2022 ]]

[[ Masuk dalam salah satu kategori cerita 'THE GREAT CHALLENGER" by FantasiIndonesia ]]  [[ Masuk dalam Reading List Written In Action kategori Fantasi  2022 ]]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Monster itu tidak ada!"

Aku sedikit membentak. Hampir habis rasa sabar yang kupupuk dari rumah untuk meladeni rengekan adik perempuanku yang terus-terusan bersikukuh tentang buku ceritanya. Tangannya mengulur, memaksaku membaca.

"Tapi Mike, Monster itu ada! Ini lihat, di buku ceritaku! Mereka hanya terlalu malu untuk menunjukkan diri karena takut diejek oleh manusia. Mereka selalu bersembunyi."

Marrie membuka sebuah halaman dan menyodorkannya kepadaku. Aku hanya melirik sekilas, buku dongeng anak-anak umur 5 tahun, informasi kredibel macam apa yang bisa kau dapatkan dengan buku itu?

"Itu hanya dongeng Marrie, kau tak bisa mempercayai semua yang ada di buku itu. Itu tidak nyata."

"Tapi buku ini sangat bagus dan aku mempercayainya! Aku tau ini nyata! Kau harus melihatnya Mike!"

Aku mengusap wajah frustrasi.

"Monster, hantu, roh dan lainnya. Itu tidak nyata. Berhentilah membaca buku itu. Itu hanya akan membuatmu berhalusinasi."

"Kau yang berhalusinasi karena tidak percaya dengan mereka!"

Untuk kesekian kali, aku membuang muka. Sekarang ini kami sedang dalam perjalanan menuju desa tempat kakekku tinggal. Jaraknya yang begitu jauh sudah cukup membuatku jenuh duduk seharian di kursi belakang. Namun Marrie, adikku ini tidak dapat membaca situasi dan terus memaksaku menuruti kemauannya. Jengah, suasana hatiku semakin berantakan.

Kuteguhkan diri untuk mengabaikannya dan beralih pada pemandangan di luar jendela. Tapi Marrie lebih cerdik. Dia membentangkan bukunya tepat di depan wajahku. Tidak, bukan membentangkan, lebih tepatnya ia dengan sengaja menghantamkan halamannya ke hidung dan wajahku dengan cukup keras sampai hantamannya mengeluarkan bunyi dugh yang memilukan.

"ARGGGH .... MARRIE!!"

"Astaga anak-anak, bisakah kita mendapatkan perjalanan yang tenang tanpa teriakan?"

Aku dan Marrie melirik secara bersamaan. Dari kursi depan, Ibu melihat kearah kami lewat kaca spion tengah mobil. Tatapan itu begitu mengintimidasi, terutama untukku. Seolah dari matanya, Ibu berkata agar aku menuruti Marrie dan membuatnya tenang.

Kau Kakakknya, umurmu 16 tahun, kau lebih tua jadi kau yang harus lebih dewasa.

Seperti itulah kira-kira.

Ingin sekali rasanya aku merobek buku ini dan membuangnya keluar jendela. Masa bodoh dengan tangisan Marrie. Hidungku masih merah tapi aku yang harus mengalah? Hukum macam apa ini?

Di saat aku sedang beradu dengan pikiranku untuk merobek buku ini atau tidak, tampak raut wajah gadis kecil di sebelahku menatap marah dan kecewa. Wajahnya sendu dengan mata berkaca-kaca.

NISKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang