Grasak-grusuk dedaunan yang terinjak semakin lama semakin dekat. Terdengar orang itu berjalan dari arah samping mendekati mulut gua. Laxio menatapku seolah meminta konfirmasi jika telinganya tak salah dengar. Aku yang juga meyakini ada gemeresak, mengangguk pelan. Seseorang ada di luar sana dan entah apakah dia tahu jika kami di sini.
Kumatikan ponsel kemudian menyandar ke meja batu. Menghirup udara dalam-dalam, aku berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan debuman jantungku yang berpacu. Kulirik ke sebelah, Laxio sedang merunduk. Ia menempelkan telinganya ke tanah sembari memejamkan mata. Jemarinya mengetuk-ketuk setiap kali terdengar suara gemeresak.
Aku mencoba mengintip ke luar, keadaan yang terlalu gelap menyebabkan mataku sulit mengenali sosok yang kini berdiri di mulut gua. Yang kutahu dia mengenakan sebuah jubah besar bertudung dan keranjang berisi bunga sejenis dengan yang ada di cawan. Dilihat dari perawakannya, kurasa dia adalah orang dewasa. Mau apa dia kemari?
"Hanya ada satu orang, kita berdua bisa menangkapnya!" Laxio kembali bangkit dan berbisik kepadaku.
"Bagaimana kau tau jika hanya ada satu orang?"
"Suara langkah kakinya terdengar tunggal."
Aku tidak mengerti, namun ia tidak memberiku kesempatan untuk bertanya lebih lanjut.
"Dia pasti tau soal gua ini, mungkin juga soal lendir hitam. Tapi pastinya apapun yang dia puja itu adalah entitas yang berhubungan dengan kegiatan terlarang."
"Kegiatan terlarang?"
"Di Lumia, tidak ada yang boleh melakukan ritual pemujaan di kawasan hutan. Jika ada yang melakukannya, maka dia dianggap telah menyembah entitas terlarang," Laxio memberi jeda sesaat. "Dia ada pada posisi yang salah dan kita berdua bisa menangkapnya! Tidak, kita berdua harus menangkapnya!"
Aku meneguk ludah. Laxio tampak tak main-main dengan perkataannya. Ia bahkan tak memberi giliran untukku berpendapat. Kini dia telah berpindah ke sisi lain meja dengan gelagat seolah siap untuk menyergap bagai komandan pasukan elit, sedangkan aku berperan sebagai bawahannya yang ringkih. Walaupun masih terpikir jika ini ide gila, tapi aku tetap berjongkok di belakangnya, menunggu perintah.
Laxio mencondongkan badan sedikit, berusaha meminimalisir bagian tubuhnya yang terekspose ketika dia sedang mengintip. Sebelah matanya menangkap sosok itu, sosok tinggi yang tampaknya telah curiga jika ada orang lain di dalam gua.
Laxio menarik diri saat orang itu sedang merogoh sesuatu di balik jubah. Ketika hendak kembali mengintip, tiba-tiba sosok itu melempar sesuatu ke udara. Benda itu memantul beberapa kali sebelum akhirnya jatuh dan berhenti tepat di hadapan kami. Tampak seperti sebuah batu yang aneh. Tak lama setelah jatuh, ia bercahaya dengan nuansa hijau terang membuat kami tersentak mundur.
Sontak reflek tersebut menyebabkan suara gemeresak janggal. Kecurigaannya terjawab. Sosok yang sedari tadi tampak tenang di mulut gua langsung berlari meninggalkan tempatnya.
"Sial! Dia kabur!"
Tanpa ba-bi-bu, Laxio melompat keluar dan bergegas mengejar. Aku yang masih terkena shock ringan, mematung sesaat. Tubuhku cukup lama merespon perintah untuk segera berlari menyusul hingga kulihat Laxio sudah sampai di mulut gua, meninggalkanku.
"Laxio!" aku berteriak sembari berlari menyusul.
Tampak usahaku untuk menarik perhatiannya gagal, Laxio tetap berlari seolah mengejar orang itu adalah tujuan hidupnya. Aku berhenti di mulut gua dengan pijakan yang lebih tinggi, kulihat sosok berjubah itu telah mencapai tengah hutan. Ia tampak susah payah menerobos cabang pohon yang mencuat dengan jubah panjangnya. Laxio terlihat agak jauh di belakang, namun dia bergerak begitu gesit melompati batu dan akar pohon seolah sudah menghafal wilayah ini dengan sempurna. Dengan kecepatan itu kuyakin ia akan segera menyusul.
KAMU SEDANG MEMBACA
NISKALA
Fantasía[ Masuk dalam Reading List WIAIndonesia kategori : FANTASI 2022 ] ================================== Ini dongeng tentang anak laki-laki bernama Mike, kependekan dari Michael, yang terjebak dalam sebuah desa kecil disebut Lumia Desa itu memiliki "Hut...