Risman terkejut ketika tiba-tiba langkahnya dihadang lima orang bertampang sangar yang masing-masing menggenggam tongkat panjang. Dan begitu berbalik, ternyata di belakangnya sudah muncul lima orang lagi, bersenjatakan tongkat juga. Dan, tiba-tiba muncul, masing-masing dari samping kanan dan samping kiri.
Kini Risman dikepung tidak kurang dua puluh orang. Beberapa saat Risman berputar memandang wajah-wajah pengepung yang tidak dikenalnya. Menyesal dia hanya membawa pisau-pisau kecil yang tersembunyi di balik ikat pinggangnya.
"Siapa kalian? Dan apa maksudnya menghalangi jalanku?" tanya Risman bersikap waspada.
"Kau tidak perlu tahu tentang kami! Saat ini, kau hanya boleh menyebut nama leluhurmu!" jawab salah seorang dingin.
"Aku tidak kenal kalian. Apa urusannya sehingga kalian menginginkan nyawaku?" Risman sudah bisa mengerti maksud orang-orang ini.
"Kau pengkhianat, Risman!"
"Aku...?!"
Belum sempat Risman meneruskan kalimatnya, tiba-tiba empat orang sudah melompat sambil mengayunkan tongkatnya yang panjang. Risman cepat melompat sambil menangkis tongkat-tongkat yang mengancam tubuhnya. Beberapa saat pertarungan berlangsung, sudah kelihatan kalau kepandaian Risman jauh di atas keempat penyerangnya.
Pada satu kesempatan, ketika salah seorang menyodokkan tongkat dari samping kanan, Risman cepat menarik tubuhnya ke belakang. Lalu secepat kilat tangannya menangkap tongkat itu, dibarengi satu tendangan telak yang langsung menghajar perut penyerangnya.
"Hugh!" orang itu mengeluh tertahan.
Gerakan Risman begitu cepat, tahu-tahu tongkat panjang itu sudah berpindah ke tangannya. Belum lagi orang itu sempat menyadari apa yang terjadi, Risman langsung mengayunkan tongkat rampasannya dengan deras sekali ke arah kepala si pemilik tongkat.
Trak!
Orang itu kontan meraung keras sambil memegangi kepalanya yang pecah oleh tongkatnya sendiri. Sebentar dia mampu berdiri, sebelum tubuhnya ambruk menggelepar di tanah. Risman menyilangkan tongkat rampasannya di depan dada, begitu melihat salah satu lawannya tewas dengan kepala pecah.
"Serang...!"
Satu teriakan keras terdengar diikuti berlompatannya sepuluh orang lainnya. Kini Risman dikurung rapat dari segala penjuru. Mereka memutar-mutar tongkat, dan mengebut-ngebutkan hingga di sekitarnya tercipta angin menderu-deru bagai terjadi badai topan. Risman menggerakkan kakinya berputar sambil menggerak-gerakkan tongkat. Matanya tajam mengawasi setiap orang yang mengepungnya. Tiga belas orang kini bergerak memutar, sambil memainkan tongkat.
"Serang...!" Begitu terdengar teriakan keras, mereka semua berlompatan sambil mengayunkan tongkat.
Sementara Risman memutar tongkat rampasannya dengan cepat bagai baling-baling, sehingga menjadikan perisai bagi dirinya.
Trak, trak, trak!
Suara-suara tongkat beradu memekakkan telinga, ditingkahi teriakan semangat pertempuran. Risman agak kewalahan juga menghadapi banyak pengeroyok, meskipun rata-rata kepandaiannya berada di bawah.
"Hih!"
Risman mengebutkan tangannya seketika.
"Aaakh...!" Satu jeritan melengking terdengar begitu sebuah cahaya keperakan berkelebatan dari tangan kiri Risman yang bergerak cepat. Rupanya satu pisaunya telah digunakan untuk mengurangi daya tahan penyerangnya. Belum lagi hilang jeritan tadi, tak lama disusul jeritan lain berturut-turut.
Satu persatu, tubuh-tubuh penyerang itu bergelimpangan dengan beberapa bagian tubuh tertancap pisau kecil dari perak murni. Dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah lima mayat tergeletak dengan tubuh tertancap pisau. Melihat hal ini, para penyerangnya jadi gentar juga. Mereka serentak berlompatan mundur dengan sikap tetap waspada.
"Hm.... Sebaiknya kalian menyingkir sebelum semua kuhabisi!" dengus Risman dingin bergetar.
"Phuih! Jangan berbangga hati dulu, pengkhianat! Hadapi aku!"
Sebuah bayangan merah berkelebat cepat. Tahu-tahu di depan Risman berdiri seorang laki-laki tua berjubah merah longgar. Wajahnya kurus berkeriput, dengan mata merah menatap tajam tak berkedip. Seluruh rambutnya sudah berwarna putih tergulung ke atas. Di tangannya tergenggam sebatang tongkat berwarna merah berkeluk-keluk bagai ular.
Risman melangkah mundur dua tindak. Dia tahu siapa yang kini berdiri di depannya. Seorang yang dikenal berjuluk Setan Jubah Merah, tokoh sakti dan sulit dicari tandingannya. Tongkat merahnya sungguh dahsyat, dan mengandung racun yang bekerja cepat dan sangat mematikan. Risman bergidik, dan ragu akan kemampuannya. Sungguh disadari, siapa lawan yang akan dihadapi.
"Mundur!" Setan Jubah Merah merentangkan tangannya. Orang-orang bertongkat itu langsung melangkah mundur. Sedangkan Setan Jubah Merah maju mendekat dan berhenti, setelah jaraknya tinggal tiga langkah di depan Risman. Kedua bola matanya yang merah, menatap tajam.
"Aku diperintahkan untuk membawamu, Risman. Kau harus diadili di depan ketua agung!" datar suara Setan Jubah Merah terdengar.
"Tidak semudah itu, Setan Jubah Merah!" dengus Risman.
"Sayang sekali. Aku diperintahkan untuk membawamu hidup-hidup," gumam Setan Jubah merah agak menggeram.
"Dan aku akan membunuhmu di sini!" tantang Risman.
Setan Jubah Merah menggeram keras. Kata-kata Risman membuatnya marah sekali. Maka tanpa banyak kata lagi, langsung diserangnya anak muda itu dengan jurus-jurus pendek tangan kosong. Sedangkan Risman melayaninya dengan sungguh-sungguh. Dia sadar kalau kepandaiannya jauh di bawah si Setan Jubah Merah.
Sehingga, jurus mautnya terpaksa harus dikerahkan. Agak kerepotan juga Setan Jubah Merah menghadapi jurus-jurus tangan kosong Risman yang begitu cepat dan sangat berbahaya. Dia segera melompat ke udara, lalu cepat menukik sambil mengayunkan kakinya.
Risman yang tidak menyangka akan mendapat bokongan, tidak bisa lagi mengelak. Tendangan Setan Jubah Merah telak mendarat di punggungnya, sehingga membuatnya terjungkal beberapa langkah ke depan. Buru-buru tubuhnya berbalik dan bersiap-siap. Sementara Setan Jubah Merah berdiri tegak mengawasi.
"Hih!" Risman mengangkat tangan kanannya ke atas, lalu perlahan-lahan diturunkan dengan gemetaran. Kemudian, tangan itu berhenti di depan mukanya. Sedangkan tangan kiri menyilang di depan dada. Melihat Risman mengeluarkan jurus andalan terakhirnya, Setan Jubah Merah segera mengimbanginya.
"Hiyaaa...!"
Risman melompat sambil memekik nyaring. Setan Jubah Merah juga melompat cepat. Kedua tangan Risman bergerak cepat selagi di udara. Sementara Setan Jubah Merah mengimbanginya dengan menggerakkan tangannya dengan cepat pula.
Des!
Satu pukulan keras mendarat di dada Risman tanpa mampu menangkis lagi. Tubuh Risman langsung menukik deras ke tanah. Tubuhnya bergulingan beberapa kali, sebelum mampu bangkit dengan sempoyongan. Setan Jubah Merah mendarat manis di tanah. Dia berdiri tegak sambil bertolak pinggang dengan bibir tersenyum meremehkan.
"Ikat dia!" perintah Setan Jubah Merah.
Empat orang langsung melompat maju sambil mengeluarkan seutas tambang. Mereka cepat memutar-mutar tambangnya dan melemparkan ke arah Risman. Dua tambang berhasil dihindari. Tapi satu tambang lain telah membelit lengan kanannya, dan satu lagi mengikat kaki kiri. Belum juga Risman sempat berbuat sesuatu, dua tambang lagi sudah menjerat tangan dan kakinya yang masih bebas.
Bruk!
Tak ampun lagi, Risman jatuh dengan kaki dan tangan terikat. Sia-sia dia memberontak, karena ikatan itu begitu kuat membelenggu. Bahkan dadanya semakin terasa sesak setiap kali tenaganya dikerahkan untuk melepaskan diri.
"Seret!" perintah Setan Jubah Merah.
Dua orang memegangi tambang. Sementara dua lagi mengikuti dari belakang. Sedangkan dua orang lagi menyeret dari depan. Risman benar-benar tidak berdaya lagi dibuatnya. Si Setan Jubah Merah tertawa-tawa mengikuti dari belakang.
"Lepaskan! Kubunuh kalian semua!" teriak Risman terus meronta-ronta.
"Diam, Bocah!" bentak Setan Jubah Merah.
"Kau akan menyesal, Setan Jubah Merah!" geram Risman.
"Jangan menggertak, Bocah. Kalau bukan ketua agung yang memerintah, sudah sejak tadi kubunuh kau, pengkhianat!" Setan Jubah Merah tidak kalah gertak.
"Phuih!" Risman meludah geram.
"Ha ha ha...!" Setan Jubah Merah hanya tertawa saja terbahak-bahak.
Risman terus diseret, tanpa mampu berbuat apa-apa lagi. Punggungnya jadi babak belur dan terasa perih, mungkin akibat terseret. Mulutnya meringis saat beberapa ranting tajam menusuk punggungnya. Hingga sepanjang jalan yang dilalui darah berceceran bercampur debu.
"Kubunuh kau, Setan Jubah Merah! Kubunuh kauuu...!" teriak Risman berulang-ulang.
"Ha ha ha...!" Setan Jubah Merah hanya tertawa saja.
Risman hanya bisa berteriak-teriak melampiaskan kemarahannya, namun apa dayanya lagi? Dia tahu, apa yang akan diterima kalau sudah dihadapkan pada ketua agung nanti. Dan itu memang sudah diperhitungkannya sejak semula. Hanya saja, sungguh tidak disangka kalau sampai secepat ini.
Dalam hati, dia mengumpat habis-habisan karena tidak membawa senjata tadi. Kalau saja Risman membawa senjata pusaka, rasanya hal seperti ini tidak akan mungkin terjadi. Paling tidak, dia masih bisa meloloskan diri sebelum mereka berhasil menangkapnya. Dalam hati, dia mengutuk dirinya sendiri! Kenapa begitu tolol meninggalkan pusaka di rumah!
Otaknya terus berputar, mencari cara agar dapat meloloskan diri. Tapi keadaannya saat ini memang tidak menguntungkan. Begitu banyak yang mengawal. Belum lagi ada si Setan Jubah Merah yang berjalan di ujung kakinya. Keadaan Risman kali ini benar-benar terjepit, tidak ada celah untuk membebaskan diri.
Sementara, malam makin larut. Angin dingin berhembus lebih kencang, membawa titik-titik embun yang jatuh ke tanah. Sedangkan segala kegiatan malam Desa Mayang tampaknya mulai memudar. Beberapa kedai sudah terlihat tutup. Lampu-lampu penerang jalan sudah banyak dipadamkan. Risman terus diseret melintasi jalan utama. Tak seorang pun yang mau peduli. Siapa orang yang tidak kenal Setan Jubah Merah? Mencampuri urusan Setan Jubah merah, sama saja menyerahkan nyawa sia-sia.
![](https://img.wattpad.com/cover/214307643-288-k909737.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
79. Pendekar Rajawali Sakti : Penyamaran Raden Sanjaya
AcciónSerial ke 79. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.