II - Saudade

196 17 0
                                    

***

Bel masuk telah berbunyi beberapa saat yang lalu, membuat seluruh murid SMA Garuda berhamburan untuk memasuki kelasnya masing-masing. Namun, nampaknya kelas X IPA-1 terdengar ribut akibat tak ada guru yang masuk.

Semua penghuni kelas X IPA-1 bersorak girang. Bayangkan saja, mereka harus mendengarkan Bu Atik yang sering di plesetkan menjadi Bu Antik--mendongeng tentang sejarah selama tiga jam! Bukannya mengerti, maka jadilah mengantuk.

"Hari ini Bu Atik gak masuk," ucap Leo saat memasuki kelasnya yang gaduh.

"Yes!" Sorak seisi kelas terlihat gembira.

"Tapi seperti biasa, Bu Atik kasih kita tugas untuk merangkum halaman 141-149," lanjut Leo yang membuat seisi kelas ricuh, bahkan ada yang mengumpat dan langsung mencibir.

"Hallah, kita kompak gak usah kerjain sekelas. Kalo di tanya, bilang aja lupa!" Usul Amanda yang mendapat anggukan dari lainnya.

"Menurutku mending kita kerjain aja, demi kebaikan masa depan," ujar Siti yang langsung mendapat cibiran.

"Susah benner punya temen yang haus pelajaran," cibir Amanda. "Gak ngerjain satu tugas, gak mungkin buat lo bodoh," lanjut Amanda yang di setujui lainnya.

"Gue yang disuruh ngumpulin tugasnya. Kalo gak mau, terserah. Resiko gak dapet nilai, selesai!" Tegas Leo, tak terbantahkan.

"Payah, lo!" Ujar Amanda yang diikuti seisi kelas.

Leo yang berwajah sangar memang cocok untuk dijadikan ketua kelas, buktinya semua penghuni kelas langsung membuka bukunya meski dengan keluhan. Mereka tak akan mendapat nilai, mungkin hanya paraf. Begitulah Bu Atik, guru yang--kata Amanda gemuk dan nampak tua serta dalam pelajarannya mengingat tentang masa lalu terus, namanya juga pelajaran sejarah.

Setelah waktu tiga jam dihabiskan untuk merangkum materi tentang sejarah, kini bel istirahat berbunyi. Membuat seisi kelas yang belum mengerjakan tugas menjadi panik sendiri.

"Duh, gue belum ngerjain tuh!"

"Siti! Gue nyontek punya lo, dong!"

"Astaga, mata gue berdarah liatnya, gak ngerti sama tulisan lo, saking bagusnya!"

"Udah nyontek, ngatain lagi!"

"Eh, Leo! Jangan di kumpulin sekarang, nanti aja pas pulang. Bu Antik juga gak ada, gue belum selesai, nih!"

"Makanya, dari tadi jangan main. Selesain tuh, terus taruh sendiri di meja Bu Atik!" Ujar Leo tak peduli dan segera keluar kelas mengumpulkan tugas dari bu Atik.

"Eh, ngomong-ngomong lo udah kasih surat itu gak!?" Tanya Amanda sambil menyikut lengan Aurel saat keluar kelas.

"Umm, udah." Balas Aurel bingung.

"Terus, siapa yang dateng? Bokap atau nyokap lo?" Jawab Amanda yang membuat Aurel membeku seketika.

Bagaimana ayah dan ibunya akan datang, jika mereka saja sudah tidak pernah bersama Aurel. Bahkan, setelah kejadian beberapa tahun yang lalu itu pun, Aurel masih merasa bahwa semuanya hanya mimpi, yang tidak dapat di percaya.

"Heh, Aurel! Kok malah ngelamun, sih? Mikirin apaan?" Tanya Amanda sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Aurel.

"Nanti gue temuin kepala sekolah sendiri, soalnya bokap sama nyokap gue ada urusan," bohong Aurel sambil tersenyum tipis.

"Oh, mau gue temenin gak?"

***

"Aurel, lo tau, gak? Ka--"

"Nggak," potong Aurel yang membuat lawan bicaranya berdecak kesal.

"Ih, dengerin gue dulu. Masa ya, Kak Alano beberapa hari ini gak kelihatan, tau!" Ucap Amanda dengan nada yang terdengar serius.

"Terus?"

"Kok terus, sih? Itu awas karena lo tonjok ya, bisa-bisa dia nuntut. Terus lo masuk penjara dan gak bisa di--"

"Kok lo malah ngelantur sih, ngomongnya?" Potong Aurel kembali saat Amanda memikirkan hal yang tak masuk akal.

"Hih, siapa tau. Lo sih, emosian banget. Coba kek kalem dikit, siapa tau Kak Alano bakalan minta maaf."

"Jadi, lo nyalahin gue?" Sengit Aurel sambil menyipitkan matanya menyelidik Amanda.

"Eh-euh bukan gitu. Maksudnya siapa tau kalo lo lebih sabar, Kak Alano bakalan minta maaf baik-baik gitu," ucap Amanda membela diri.

"Lo bilang katanya Alano itu dingin banget? Terus sekalinya ngomong bakalan nyinyir? Kok dia malah mau minta maaf, sih?" Sebagai murid baru, Aurel tak tahu banyak tentang Alano, yang mungkin akan menjadi musuh bebuyutannya.

"Iya juga ya, mana mungkin kak Alano minta maaf sama cewek bar-bar kayak Aurel," gumam Amanda yang masih dapat di dengar Aurel.

"Apa!?"

***

"APA!? SAYA HARUS JADI BABU DIA SELAMA HIDUNGNYA BELUM SEMBUH!?" Teriak Aurel kaget sekaligus kesal atas ucapan Pak Bambang, guru BK yang ada dihadapannya.

"Ya. Tadi kepala sekolah langsung berbicara dengan saya, jika orang tua kamu berhalangan untuk hadir, maka harus digantikan dengan merawat Nak Alano hingga sembuh."

"Astaga Pak Bambang, Alano itu udah besar, bisa ngerawat diri sendiri. Lebay banget mesti harus dirawat orang segala," decak Aurel menahan kesal.

"Setuju atau tidak, kamu tetap harus menjaga dia jika tidak mau pihak kepala sekolah menuntut!"

"Maksudnya, menuntut siapa?"

"Menuntut kamu!"

"Saya? Emang saya salah apa, pak? Alano dulu tuh, lemparin basket ke kepala saya, harusnya dia yang di tuntut!" Ujar Aurel tak terima. Ternyata ucapan Amanda ada benarnya juga, Aurel di tuntut!

"Nak Alano tidak salah, karena bukan kemauannya untuk melempar bola basket ke kepalamu. Hanya unsur ketidaksengajaan!"

"Hallah, terus aja dibelain. Bapak bilang gini karena takut sama kepala sekolah, kan? Huh, apanya yang unsur ketidaksengajaan, dia itu mau balas dendam sama saya lho, pak!" Balas Aurel tak terima dengan pendapat Pak Bambang.

"Aurel, seharusnya kamu bertanggung jawab atas apa yang telah kamu perbuat. Kamu telah memukul hidung Nak Alano hingga berdarah--"

"Oke! Saya bakal tanggung jawab, asal dengan satu syarat!" Potong Aurel sebelum ucapan pak Bambang selesai, tak sopan memang, namun darah yang ada di tubuhnya telah mendidih saat dirinya terus di pojokkan.

"Ya?"

"Saya akan menjaganya saat di sekolah, di luar sekolah saya tidak akan--"

"Saya harus bicarakan dulu dengan kepala sekolah!" Putus Pak Bambang, membuat Aurel mendengus kesal.

"Maunya Bapak gimana, sih? Saya gak di bayar lho pak, jaga dia. Masa di sekolah aja, gak cukup? Bapak pikir saya gak punya kesibukan lain!?" Ujar Aurel dengan muka frustasi, hari-harinya akan sangat kacau jika harus menjadi babu Alano.

"Kita bicarakan ini nanti," jawab Pak Bambang seraya keluar dari ruangan.

***

Huhuuu, sebenernya masuk akal gak, sih? Takut gak nyambung gitu :(
_____

Ugh, kayaknya part selanjutnya Aurel mulai jadi babunya Alano, tuh :)

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang