IX - Saudade

135 16 1
                                    

***

"Ntar ulangan apa?" Tanya Amanda pada Leo yang sedang membaca buku.

"Lho? Sekarang ulangan? Kok gue gak tau, sih?" Sebelum Leo menjawab pertanyaan Amanda, Brian lebih dahulu memotongnya.

"Hallah, justru kalo lo tau, bisa kiamat dunia. Kerjaan lo cuma tidur, kalo gak tidur, palingan juga gak bakalan ngerti!" Cerocos Amanda yang di balas cengiran oleh Brian.

"Aurel kemana, nih? Udah siang gini, masih belum dateng?" Tanya Brian seraya matanya melirik ke kanan-kiri untuk mencari keberadaan Aurel.

"Padahal kata Aurel, jarak rumah dia sama sekolah gak jauh, lho. Tapi tuh anak telat mulu, perasaan," balas Amanda yang di jawab anggukan oleh Brian.

"Woey, Leo! Udahan baca bukunya, gak sakit tuh, mata lo?" Ucap Brian yang di abaikan oleh Leo.

"Aurel! Kenapa?" Tanya Amanda menghampiri Aurel yang baru saja datang.

"Gak papa," balas Aurel seraya tersenyum.

"Bohong! Mata lo bengkak, kenapa?" Amanda membantu Aurel untuk duduk dan menyuruh Brian untuk pindah--yang sebelumnya duduk di kursi Aurel.

"Ngapa lo?" Tanya Brian mendadak serius.

"Kenapa?" Leo menutup bukunya dan menanyakan tentang keadaan Aurel.

"Gak papa, udah bel masuk!" Balas Aurel yang di jawab dengan anggukan oleh mereka, tandanya Aurel butuh waktu untuk bicara, bukan sekarang.

"Gak papa, udah bel masuk!" Balas Aurel yang di jawab dengan anggukan oleh mereka, tandanya Aurel butuh waktu untuk bicara, bukan sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Sebenernya, apa salah Aurel!?" Aurel memejamkan matanya, menahan air mata yang sedari tadi berusaha terjun bebas dari pelupuk matanya.

Aurel yang merasa tak ada jawaban dari sosok yang hanya berdiri memandang dirinya lurus, kemudian berlari ke arah kamarnya untuk menumpahkan segala kesedihan yang dia rasakan selama ini.

Sebelas tahun lebih, Aurel merasakan sendiri. Semenjak orang tuanya meninggal, semua orang terdekatnya mulai berubah. Saat itu pun, Om Bram sebagai adik dari Ibu Aurel mengasuh Aurel layaknya anak kandung sendiri, bersama Bella--sebagai sepupu Aurel.

Aurel yang berumur 10 tahun mulai memahami, adanya rasa tak suka oleh sepupunya--Bella saat dirinya tinggal bersama dengan Om Bram. Maka, saat itu pun Aurel kembali ke rumahnya, untuk tinggal bersama kedua kakaknya--tepatnya sendiri.

Sejak orang tuanya meninggal, kedua kakaknya lebih memilih tinggal di London seraya mengurus perusahaan warisan dari ayahnya. Namun beberapa hari terakhir, terkadang kedua kakak Aurel kembali ke rumah dimana tempat mereka tumbuh dan berkembang, yang berada di Indonesia.

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang