Chapter 2

1.3K 167 18
                                    

Jam bergerak menuju waktu tengah malam. Jalanan kota shigansina yang sebelumnya padat, mulai sepi. Hanya terlihat beberapa kendaraan saja yang melintas. Langit malam yang biasa ditaburi bintang ditutupi awan gelap. Menandakan hujan segera turun.

Rintik air sedikit demi sedikit berjatuhan dari atas, lama kelamaan semakin berpacu deras menghujam permukaan bumi.

Seorang pria ditemani dengan secangkir teh hangat berdiri di balkon apartemen. Menerawang jauh kejalanan yang basah akibat hujan.

Suhu rendah tak menyurutkan dirinya untuk menetap. Ia memilih berdiri disana menikmati pemandangan kota yang sedang diguyur hujan dengan secangkir teh hangat mengepul juga selimut berukuran minimalis tersampir di bahu.

'Banyak kenangan berharga ditanggal ini' batin pria itu. Bahkan tempat ia berdiri saat ini juga memiliki banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan. Entah kapan ia harus terjebak bayang-bayang masa lalu.

Seseorang belakangan ini sering berucap 'Kapan akan melupakannya? Sudah beberapa tahun berlalu harusnya lupakan saja, tidak perlu merasa bersalah atau apapun karena aku sudah memaafkanmu.' Oh, ditambah lagi seseorang itu mengakui dirinya juga ikut bersalah dan berbalik meminta maaf.

Ia menghela nafas berat. Tidak mengerti dengan dirinya sendiri, ia ingin melupakan tapi sulit. Terlalu larut menikmati kenangan beberapa tahun silam.

Kembali si pria menyeruput teh yang masih mengepulkan uap panas, membenarkan letak selimut yang sedikit terbuka oleh tiupan angin.

Biarlah untuk kali ini, ungkapnya.

Sementara, ditempat berbeda masih di sebuah apartemen. Seorang gadis sibuk mengetik sesuatu. Jemari lentiknya menari diatas keyboard dengan mata yang berfokus pada layar komputer.

Sudah lewat tengah malam. Dirinya mulai merasa lelah, namun, demi proposal yang belum selesai ia tetap terjaga mengerjakan. Mengabaikan rasa lelah dan kantuk yang sedari tadi menggangu.

Ia menguap, mengucek mata lalu memperbaiki letak kacamata. Sekarang ia benar-benar lelah, merasa pegal terutama bagian bahu dan tangan.

Si gadis berdiri, melangkah kearah pintu kaca yang menjadi pembatas balkon dengan kamarnya. Meregangkan persendian sambil mengintip keluar kaca.

'Hujannya deras sekali.' gumamnya.

Ia mengecek ponsel, melihat jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Pantas saja ia sangat mengantuk, sudah hampir subuh rupanya.

Beberapa jam lagi ia ada perkuliahan. Sepertinya harus tidur, atau ia akan ketiduran dikelas. Ah, kemungkinan buruknya telat kekampus, dan itu akan menjadi masalah besar.

Terutama hari ini, Kamis, waktunya ia bertemu Mr Levi.





Lecturer and me







Drrt.. Drrt.. Drrt..

Mikasa menggapai malas ponsel di nakas samping ranjang. Getaran benda pipih mengusiknya agar segera bangun dari tidur. Ia bangun, duduk dengan mata setengah terbuka.

Mikasa membuka ponsel, terdapat notif alarm tertunda, beberapa pesan dan riwayat panggilan tak terjawab.

"SIAL!! AKU TELAT!!"

Lecturer and me | On HoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang