Konstansi Rasa

26 5 1
                                    

Udara mengikat kenangan serupa rona senja
Aku, masih saja bergelut dengan waktu
Dan terus menerus berusaha memelukmu
Kenapa kau tak juga beranjak
Padahal kini kita telah berjarak
Kenapa aku masih bersikeras bertahan
Padahal semuanya tentang ku tak lagi kau perlukan
Kini keling matamu melukiskan langit yang abu
Samar bagiku, nanar tatapmu
Ketika rumah mu sudah berganti rupa
Aku masih saja menyimpan kekaguman yang sama
Kenapa kau catat namaku disalah satu kertas undangan itu
Aku tak tau maksudmu,
Kenapa pula aku masih bersedih
Bukankah dulu pernah ku bilang bahagia ku adalah apapun yang kau pilih
Kenapa kepalaku kini dipenuhi begitu banyak pertanyaan
Sedang sebelum kau pergi, bibirku berucap mengikhlaskan
Adakah jawaban bagi rasa sesalku?
Apakah takdirmu adalah menjadi penggangu bagiku
Kau bukan hantu, aku meyakini itu
Bahkan dulu kau sempat ku anggap bidadari yang terjatuh,tepat di dadaku.
Kini seiring gema pesta yang sengaja kau gelar
Untuk siapa saja yang ingin berkabar
Memecah keheningan semesta ku, untuk menjadi lebih hancur lebur
Terima kasih, telah kau tanamkan perasaan yang tumbuh selama ini

Kini bendera kemerdekaanmu telah berkibar
Tepat setelah semua tentang kita genap terbuyar
Kau menemukan pelukan termewah yang paling kau cari
Aku menemukan semesta tersepi
Kita imbas, tak perlu lagi saling mawas
Akan ku abadikan percakapan singkat kita
Di pepohonan yang dulu kau semai yang kini telah berbunga
Meskipun satu persatu perlahan gugur
Meskipun satu persatu melebur
Jika musim telah menjadi kemarau
Dan ranting-ranting kering kerontang
Kenangan kita akan ku gantung disana
Sebagai penghias ketidak teraturan ini
Kini di pelarianku, tempat yang jauh dan paling sepi dari suaramu
Konstansi rasa memeluk rapuh
Mengajarkanku bagaimana cara memaknaimu

Tasik malaya, 09 Februari 2020

Dunia KenangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang