"Berheti mengaturku Hyung!"
"Aku tidak mengaturmu, ini demi kebaikan kita"
"Kalau begitu kenapa bukan Hyung saja?"
"Aku tidak bisa. Kau tau alasannya bukan?"
"Tidak. Sama sekali tidak"
"Tae jangan keras kepala, kau tau alasanku-" si pemilik bariton menjeda kalimatnya, mengalihkan pandangan menuju gadis yang tergolek di tanah. Pemilik bariton tersebut menyadari presensi orang ketiga yang beberapa jam lalu terkulai lemah tanpa kekuatan kini mulai menemukan kembali kesadarannya. Ya dia adalah Jihan Lee gadis yang mereka sekap lima hari yang lalu.
Gadis itu mengerjap, pening dikepalanya masih setia menemani ketika ia terbangun. Kerongkongannya benar benar terasa kering hampir seperti terbakar, bibir Jihan pun tampak seperti bumi yang mendapat energi ekstrogen. Pecah, dan juga keriput.
Perlahan Jihan mengumpulkan kembali energinya saat mencoba terbangun dari tempat ia terkapar, rasa-rasanya semua sendi dan tulang yang menyusun tubuh Jihan akan putus dan patah.
Jihan bangkit seraya memegangi kepalanya yang masih berdenyut cukup kuat. Kelopak matanya sayu-sayu terbuka. Tapi apa yang Jihan lihat saat ini?
Jihan merasa bahwa ia mengalami fatamorgana saat melihat sebuah air terjun yang tampak begitu menyejukkan berada tepat didepan matanya. Hamparan suasana pegunungan serta tiupan angin yang menerpa anakan rambut Jihan terasa begitu memabukkan. Ditambah dengan suara gemricik air terjun yang membentur batuan besar menjadi musik yang begitu indah menambah nilai plus tersendiri bagi para penikmatnya. Tapi Apa benar? Jihan mengusap matanya kasar. Memastikan bahwa apa yang dilihat matanya tidaklah salah. Ah ini nyata.
Tunggu bukankah saat kita merasa begitu menginginkan sesuatu semua khayalan akan tampak begitu nyata. Apa yang kau banyangkan Jihan, sekarang kau sedang disekap, mana mungkin ada air terjun disini.
Hey tapi. Fatamorgana tidak mungkin membuat pakaianmu basahkan? Maksudku cipratan air terjun itu tidak mungkinkan.Jadi ini sungguhan. Oh bagus. Jihan memang sedikit lambat aku akui itu. Bagaimana bisa ia tak sadar akan presensi dua pria bertubuh menjulang yang kini tengah menatap kearahnya. Oh ini tidak bagus untuk kesehatan jantung.
Langkah kaki yang kian mendekat memperdengarkan suara intimidasi dari sepatu yang meraka kenakan. Suara langkah kaki tersebut mengudara terbawa angin hingga sampai ketelinga Jihan. Tidak. orang itu kemari. Jihan merasakan jantungnya memompa lebih keras demi memastikan suplay oksigen cukup untuk menuju otak.
Saat ia merasa segugup ini otak kadang tidak bekerja dengan baik. Jika Jihan itu pintar kenapa ia tidak lari? Jihan malah tampak sok berani saat bertanya dengan suara gemetar yang ia buat seolah ia tidak takut dengan ancaman apapun."Ss..siapa kau!" tidak lancar namun harus aku akui keberaniannya lumayan. Namun yang dilempari pertanyaan hanya tersenyum miring.
Salah satu dari dua orang tersebut membuka suara "Ini urusanmu hyung, jangan libatkan aku." pria dengan rahang tegas itu memilih pergi meninggalkan konferensi yang Jihan bangun dengan susah payah. Ada apa ini? Jihan membangun konfrensi untuk mendapat jawaban bukan untuk mendengar perdebatan antara adik dan kakak.
Langkah pria itu terhenti ketika orang yang ia panggil hyung angkat bicara "Ingat yang aku ucapkan Tae, ini yang terakhir. Jangan buat semuanya kacau" sebuah pernyataan yang berhasil membuat pria yang tadinya berniat untuk pergi memutuskan untuk memutar haluan dan kembali. Entah kemana niat untuk pergi pria itu menguap. Dia tampak sangat patuh dengan hyungnya.
Jihan itu bodoh. Ia tidak terlalu mengerti tentang perdebatan apa yang tengah terjadi diantara keduanya. Tapi pasti ada kaitannya denganmu Jihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Franklin🌼
FantasyKetika kelopak bunga terakhir mulai gugur terbawa angin sendu yang memuakkan hanya satu yang Kim Taehyung tau, ia akan segera pergi menuntaskan keabadiannya. Presensi Jihan Lee dengan kondisi memori kepala yang tak lengkap membuktikan bahwa ketakuta...