"Ra, kamu yang handle tender power plant di Kalimantan ya."
Ucapan dari atasannya itu bagaikan petir di siang hari saat cuaca cerah. Bagaimana tidak, dia sudah memiliki banyak pekerjaan dan kini ditambah lagi dengan tender baru bervoltase besar yang berarti ekstra waktu dan tenaga yang diperlukan untuk rapat dengan berbagai vendor serta mengurus dokumennya.
"Bukannya akan dipegang oleh Sintha ya, Pak?" Tanyanya dengan lesu.
"Dia sudah ada project lain."
"Tapi, Pak, saya sudah pegang project yang lain."
"Iya saya juga sudah pegang project itu bersamaan dengan project lain, jadi bukan kamu saja yang bekerja di sini." Jawab pria tua itu dengan entengnya.
Meera mencoba bersabar, bukan hal baru sebenarnya jika atasannya ini pilih kasih terhadap Sintha. Wanita itu cantik dengan badan seksi dan dia tahu betul cara memanfaatkannya dengan baik demi keuntungannya.
Ingin marah pun dia tidak bisa, dasar nasibnya babu korporasi. Dia hanya bisa menganggukkan kepala sambil mendengarkan perintah selanjutnya.
"Minggu depan akan rapat untuk konsorsium sekaligus dengan principal, kamu ikut ya. Baca-baca dokumen tendernya dulu dari sakarang, catat apa saja yang penting terutama biaya yang kita perlukan apa saja sampai dengan maintenance selesai." Lanjut pria tua itu.
Ini yang dia benci dari tender besar, tender besar berarti perhitungan biaya maintenancenya juga harus diperhitungkan selama beberapa tahun ke depan. Maintenance ini semacam garansi dari perusahaan untuk owner project. Selain harus menghitung biaya mesin dia juga harus menghitung biaya teknisi yang biasanya tenaga kerja asing yang sudah ditentukan oleh principal dengan hitungan perjam dan dibatasi hanya bekerja selama berapa puluh jam saja gratisnya, lebih dari itu perusahaannya harus membayar lagi.
Selain itu, rapat untuk konsorsium ini juga pasti akan alot dan membutuhkan banyak waktu. Yang mana artinya dia akan semakin sering lembur dan mendekati submit dokumen dia akan menginap di kantor selama beberapa hari.
Tidak bisa mengeluh juga karena gaji yang ditawarkan tinggi dan membuat dia dapat membeli motor idamannya, tapi dia rasa dia hanya dapat menikmati motor itu sebentar saja jika umurnya memendek lantaran kelelahan.
Meera hanya bisa mengangguk lalu pamit keluar ruangan bosnya itu. Tatapannya langsung jatuh pada Sintha yang sedang asik mengoles lipstick berwarna merah pada bibirnya. Sepertinya wanita itu sadar sedang diperhatikan oleh Meera dengan tatapan judes sehingga dia menatap balik lalu tersenyum dengan menyebalkan.
Meera memutar bola matanya lalu mendengus sambil berjalan ke arah mejanya, gini ni kalau punya bos otak selangkangan.
"Kenapa Ra?" Tanya Dania sambil bebisik, dia mendekatkan kursinya pada kursi Meera. Di kantornya harus hati-hati jika bergosip, karena semua orang bisa melaporkan apapun untuk mencari muka.
"Gue yang kebagian tender baru, Mbak. Katanya si Sintha udah pegang tender yang lain." Balasnya dengan bisikan juga.
"Lha? Lo kan juga udah pegang tender lain, Ra."
"Gak tau lah, Mbak. Gue juga pusing. Mana tender yang gue pegang sekarang juga udah di Kalimantan dan gue harus bolak balik sana juga."
"Sabar ya, Ra. Ngomong-ngomong soal Kalimantan, tadi anak K3 sana telepon lo. Siapa sih namanya Ya...Yas--"
"Yasti." Potong Meera dengan cepat.
"Iya, itu. Dia lagi mau audit katanya di sana dan ada yang mau ditanya ke lo."
Meera mengerang, audit K3 pasti memakan waktunya lagi. Yasti juga dikenal sangat saklek dengan pekerjaannya dan tidak kenal ampun saat mengaudit. "Mampus gue, kebagian Yasti lagi."
"Sabar ya, Ra. Inget gajinya gede."
"Gaji gede kalau bikin mati cepet buat apaan, Mbak?" Gerutunya yang dibalas kekehan oleh Dania.
"Sebelum mati pakai dulu biaya kesehatan yang unlimited itu biar gak percuma bikin perusahaan kaya."
"Iya, ntar gue mau minta kelas VVIP di rumah sakit swasta mahal sekalian kalau flu biasa."
Dania tertawa, "Hubungin sono si Yasti, dari pada lo kena ocehan dia lagi karena mengganggu alur kerjanya." wanita itu menekankan pada akhir kalimat, karena itu merupakan kata-kata yang sering Yasti katakan jika ada yang memperlama pekerjaannya, menurut dia.
Meera mendengus tapi itu tidak mengurungkan tangannya untuk mengangkat telepon dan menghubungi Yasti. Bagaimana pun wanita itu jabatannya lebih tinggi dari dia meskipun mereka hanya berbeda beberapa tahun.
Sebenarnya tidak perlu dihubungi pun Meera sudah tahu apa yang wanita itu minta nantinya. Dan dugaan ya tepat, diakhir kalimat sebelum Yasti menyudahi percakapan mereka, dia berkata.
"Bisa ke sini kapan? Gue harus nyelesaiin audit minggu ini."
Ngapain nanya kalau gitu? Bilang aja mau gue ke sana besok! Rutuknya dalam hati.
"Yaudah Mbak, besok gue ke sana."
"Ok."
Lalu sambungan itu dimatikan, Meera hanya bisa menutup telepon lalu merutuki ramalan ya pagi tadi yang langsung terjadi padahal belum setengah hari berjalan.
Ramalan sialan!
Jangan lupa vote n komen yes
2/2/20
KAMU SEDANG MEMBACA
STAR SIGN
General FictionNamanya berarti lautan dan hobinya adalah mencari belahan jiwa yang cocok dengan zodiaknya, Gemini. Iya dia si plin plan dengan rasa ingin tahu yang besar serta cepat bosan dengan rutinitas tetapi dia terjebak bekerja di belakang meja. Sampai saat i...