"Aku salah, dan aku bodoh dulu. Aku lebih memilih memberi makan egoku ketimbang mengerti perasaan kamu.". "Lalu?" tanya Tika. "Aku minta maaf, aku suka Wulan. Bodohnya, itu masih berlanjut saat kita masih sama-sama.". "Okey.." jawab Tika. "5 bulan sejak kita pisah, aku mikir dan aku sadar." "Aku janji akan jadi orang yang lebih baik lagi buat kamu. Tolong kasih aku kesempatan ke-2.." ucap Ivan yang mendekat dan memegang tangan Tika.
Tika terdiam. Tubuhnya terasa diikat oleh tali yang kuat dan dikurung dalam ruangan yang dingin. Tangannya yang sedang digenggam oleh Ivan langsung mengingatkannya pada kisah masa lalunya saat laki-laki tersebut sedang menyatakan perasaannya terhadap dirinya. Ia berfikir sejenak, lalu langsung melepaskan tangannya secara perlahan dari genggaman Ivan.
"Aku tau kamu van. Aku juga udah maafin kamu." ucap Tika dalam hatinya seraya membuka obrolan kembali. "Manusia emang berhak dapat kesempatan. Dan kamu bisa dapet kesempatan van." Ivan yang tertunduk lesu karena genggaman tangannya dilepaskan Tika, langsung menegakan kembali kepalanya dan melihat Tika, berharap ekspetasinya akan ia dapat.
"Oh ya?" tanya Ivan sambil tersenyum. "Iya, tapi kesempatan kamu dengan orang yang benar, bukan aku." "T-Tapi tik.." "Kamu gak salah, yang salah itu kita. Aku, kamu. Dari awal kenal, semesta udah gak izinin kita untuk sama-sama." lanjut Tika. "Nggak, ga gitu Tik. Aku tuh" "Ga ada lagi van. Kalau kita benar, pasti kita masih bersama. Gak kayak gini." potong Tika. Ivan langsung diam tanpa sepatah kata lagi.
"Belajar bunuh ego emang susah van. Aku pun dulu sering coba waktu tau kamu masih ada rasa sama sahabatku sendiri. Tapi perlahan, akhirnya bisa juga. Sakit sih, cuma kalo ditahan, gak bakal sembuh kan?" "Selamat ya, aku ikut seneng kamu udah sembuh. Sekarang, saatnya cari 'rumah' yang lain." sambung Tika. Ivan yang mendengarkannya, berfikir dengan cermat perkataan Tika.
Bus yang ditunggu Tika pun datang. Perkataan yang baru diucapkan Tika seakan menjadi penutup percakapan batin diantara keduanya. "Bus-ku dateng. Bye van." ucap Tika seraya berjalan perlahan ke pintu bus yang sudah terbuka dan memandang Ivan. "Bye tik. Makasih banyak ya." jawab Ivan dengan senyum serta tatapannya ke Tika.
Memang, ego memang seperti makhluk hidup. Jika diberi asupan, maka akan terus tumbuh dan semakin kuat. Atika telah mengambil langkah yang tepat dengan tidak lagi memberi makan egonya yang menghasut untuk tetap bertahan dengan Ivan. Kedewasaannya ternyata masih punya kekuatan yang kuat untuk menghancurkan egonya itu. Beruntungnya Atika.
YOU ARE READING
Halte 5 Sore
Short Story"Mungkinkah semesta masih ingin diri ini membuka diri untuk mencoba kembali? Atau, ia hanya ingin menunjukkan pelajaran kepadaku bahwa jangan terlalu memberi makan ego?" Pertemuan Atika dengan Ivan, yang merupakan masa lalunya seakan menguji Atika d...