Prolog

56 8 0
                                    

Pemuda berjaket hitam itu terus menekan luka tusuk di perut bawahnya. Napasnya tidak stabil karena rasa sakit yang dirasakan. Seolah setiap udara yang dihirup memperparah ngilu yang ada. Sekuat apa pun dia menahan luka itu, darah tetap merembes dari pakaian berwarna hijaunya yang kini sudah menggelap karena si cairan merah. Mata hitamnya kini melihat ke arah jalan yang mulai disusupi berkas-berkas cahaya. Kakinya yang mulai letih dipaksakan untuk terus berjalan, setidaknya dia harus menemukan seseorang. Kalau dia mati, itu berarti perjuangannya akan sia-sia.

Rasa sakit karena luka di kepala membuat lelaki malang itu sesekali kehilangan keseimbangannya. Darahnya terlalu banyak terkuras. Ujung gang yang tinggal beberapa langkah itu seolah terlihat sangat jauh di tengah rasa sakit yang mendera.

Aku harus bertahan.

Aku harus hidup.

Aku tidak boleh mati!

Pemuda itu terus menggemakan kata-kata yang sekiranya dapat membuatnya kembali bersemangat, tetapi rasa sakit dan lelah sudah tidak bisa ditahan lagi. Dia akhirnya berhasil menuju ujung gang, di mana lelaki itu kini duduk bersandar kelelahan sambil menikmati cahaya pagi yang perlahan mulai menyilaukan.

Aku ... akan tidur sebentar.

Perlahan, matanya tertutup. Kepalanya tertunduk dan tangan di atas luka di perutnya mulai terkulai lemas.

-oOo-

A/N

Semoga menghibur.

Diterbitkan: 24-2-2020

Diterbitkan ulang: 17/12/2023

Feniks (Arsip)Where stories live. Discover now