Lilian Wibisono menyusuri Lobby Hotel mencari Ben. Banyak mata memandangnya tapi wanita itu tidak sadar.
Ia belum melihat keberadaan pria itu sama sekali. "ini mah gue yang nunggu, bukan dia" Ucap wanita itu sembari melihat kekiri dan kekanan.
"Siapa bilang?"
Lily menoleh kebelakang mendapati Ben yang sedang memperbaiki dasinya yang miring.
"Gak keliatan sih, jadi gue kira lo belum turun" balas Lily berjalan ke arah Ben. Ia paling tidak bisa melihat sesuatu yang tidak rapi.
"Sini"
Lily mengambil alih dasi Ben lalu membuka simpul dasi pria itu, kemudian membenarkan ikatan dan arah dasi Ben.
Sejak memiliki banyak jenis pekerjaan paruh waktu Lily jadi memiliki banyak talenta, dari menanak nasi hingga melipat dasi.
Ia di tuntut banyak hal, tapi jika dipikir-pikir mengikat dasi seharusnya sudah bisa dilakukan semua orang sejak memakai seragam sekolah.
Bagaimana bisa manusia didepannya ini tidak bisa menyimpul dasi?
"Are you done?"
"Be thankful weird ass"
"For what? Gue kan ga minta lo ngiketin dasi ini"
"Ugh, susah banget ya bro bilang makasih" Lily memutar bola matanya.
"Makasih" tak diduga ternyata pria menyebalkan ini bisa berterimakasih, selamat. "Sekarang ayo naik ke grand ball room, kayaknya acara udah mulai."
Mereka berjalan ke arah lift hotel tersebut, Ben mempersilahkan lilian masuk terlebih dahulu kemudian dirinya lalu menekan angka lima untuk naik keatas.
"Aku-kamu"
Lilian menatap Ben bingung "Hm, sorry?
"Selama berada di acara nanti pakai aku-kamu dan satu lagi cobalah tersenyum lebih banyak, wanita pemarah."
"Gue gak pemarah kok!"
"Kamu baru saja marah, kamu sadar itu?"
"Udah Gue bilang gue gak marah kok!"
Ben menatap manik mata Lilian dengan jelas untuk pertama kalinya.
"Aku dan kamu, Lilian"Bola mata Ben berwarna hijau. Menurut Lilian mata hijau Ben sangat indah, namun tentu saja ia tidak akan membiarkan pria itu tahu.
"Aku tahu"
"Good" Ben mengangguk lalu berkata lagi "ini charity event just to let you know, jadi segala yang kita pakai saat ini akan disumbangkan buat donasi ke orang-orang yang punya disabilitas"
Ben berbicara tanpa menatap Lilian, pria tersebut sibuk memakai jamnya.
Benar-benar, sebenarnya apa yang disiapkan pria ini sedari tadi? Kenapa ia baru memakai segalanya sekarang.
"Sebenarnya juga bisa menyumbang lewat check, tapi katanya ini tradisi. Jadi mungkin kita harus menyumbang salah satu barang-barang yang kita pakai, makanya aku minta kamu pilih pakain yang termahal dari semua pilihan"
Lilian menatap Ben, ide ini sangat mulia menurutnya. Ia tidak tahu rekan kerja yang sekarang ini menjadi bos dari gajinya berhati mulia seperti ini.
"Mungkin? Kamu belum pernah dateng keacara ini emangnya?"
"Well, this is my first time as well"
"Hah? Gimana jalannya belum pernah, secara kan lo orang kaya"