29. Sebelum Usai

192 13 0
                                    

" lengkung itu masih menjadi bayang-bayang terkuat dalam memori, meskipun jalan lurus mu telah melesat meninggi bersama malam sunyi"

Alina Aara Humaira
________________________________

Ummi sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Keadaannya membaik sejak kemarin. Aku sedikit lega. Meskipun masih tak ada obrolan panjang, ummi sudah berhasil menyuguhkan senyumnya dengan sempurna. Abi sedang duduk di sofa menjamu kiyai yang ditemani Hariri. Mereka perwakilan dari pihak pesantren karena Abi adalah salah satu ustadz yang otomatis bagian dari mereka.

Sedari tadi aku juga masih setia disisi umi. Menyuapi ummi, dan mengambilkan apa yang ummi butuhkan.
Sesekali air mata ummi mengalir sebegitu ringan berteman senyum menawan. Aku membalas dengan kecupan kening yang ku usahakan tak lagi mengundang tangis disini.
Wajah Ummi masih pucat, matanya sayu, tangannya dingin, namun pancarannya masih kurasakan.

"Kuliah Aara sudah selesai?". Sambil membelai pipi kananku

"Hanya tinggal menyelesaikan skripsi Ummi". Balasku sembari tersenyum.

"Sebentar lagi anak Ummi bakal jadi sarjana ya". Suaranya terdengar gemetar kali ini.

Aku mengangguk lalu terisak, dan tak bisa lagi ku bendung. Buliran bening ini mengalir begitu deras meskipun yang ku tampakkan adalah senyum penguat.

"Ummi bakal ke Madinah sama Abi pas Humairanya Ummi wisuda, jadi anak ummi ga perlu nangis. Aara nggak bakal sendirian". Senyumnya mengembang.

"Ummi,, ummi harus sembuh ya". Rengek ku
Lalu ku dekap ummi senyaman mungkin. Karena kabel-kabel medis itu masih setia menempel ditubuhnya. Aku tak akan merusak tatanan demi kesehatan Ummi.

Lalu hening.

Aku melihat tepat dimana Abi masih berbincang dengan Pak Kiyai. Terlihat Hariri sesekali menimpali. Ia juga menatap ke arahku kini. Namun tatapannya sedikit layu. Fikirku ia mungkin merasa iba kepadaku. Tapi aku tak suka jika seseorang mendekap hanya karena itu. Dan ini Hariri, tapi debaran yang biasanya gemuruh seolah tak kurasakan. Padahal tatapan kami benar-benar bertemu. Apa karena aku masih dalam pelukan nyaman ummi kini(?)

"Aara". Suaranya lembut
Aku melepaskan pelukan ummi lalu kembali ke posisi semula.

"Aara harus janji sama Ummi kalau setelah ini jalan Aara tak akan lagi berhenti. Senyum Aara tak boleh pudar apapun yang terjadi. Aara juga harus janji sama Ummi apapun yang terjadi nanti tetaplah menapak, berada disampingnya Abi menggenggam tangan Abi. Kalian harus sama-sama mencari jejak dengan tujuan yang sama". Ummi menghentikan katanya, karena aku sudah lebih dulu menangis meski tak histeris

Rasanya semua akan berakhir, ummi seperti sedang memberi bekal kepada kami sebelum aku sendiri yang akan menyiapkan bekal selanjutnya setelah Ummi.

Rasanya Ummi sedang ingin memberi vitamin kepadaku ketika aku masih dengan dua kuncir kuda ku setelah hujan mengguyur. Seperti ummi yang selalu memberi suplemen untuk Abi setelah Abi selesai dengan berbagai macam aktivitas yang membuat kesehatan Abi menurun.
Seperti itu Ummi yang dengan sakitnya masih memikirkan keadaan kami dikemudian hari.

"Ummi ingin pangeran dan Puteri mahkota Ummi hidup dengan cahaya yang kalian usahakan sendiri setelah Ummi tidak lagi menyiapkannya". Lanjut Ummi.

"Ummi,, Aara tak sekuat itu, maka dari itu Ummi harus tetap bersama kami. Aara harus banyak belajar lagi, belajar menjadi pengganti Ummi. Pengganti untuk merawat raja dan ratu Aara dimasa depan, bukan pengganti posisi Ummi dalam keluarga ini. Ummi jangan bilang begitu ya". Kataku penuh harap.

"Aara bahagia kalau Ummi bahagiakan?".

"Tentu, bahagia Aara karena Bahagia Ummi".

"Maka dari itu Aara harus bisa melepas Ummi jika nanti masanya tiba. Ummi akan menemui Cinta yang selama ini Ummi pelihara dan telah berusaha Ummi tanam didalam hati Humairanya Ummi ini". Tangan Ummi kini mencubit pipi cabiku.
Lalu kembali melanjutkan ucapannya

"Ummi akan menemui cahaya yang selama ini berusaha Ummi jaga agar tak padam sampai akhir dimana hidup ummi sudah menemui tempo hentinya. Jadi tugas Ummi akan selesai, namun Ummi mau Aara janji sama Ummi. Setelah itu, jangan padamkan Cahaya yang sudah Ummi jaga, Aara harus bisa membuat cahaya itu lebih benderang dibawah kekuasaan yang Aara miliki nanti".

Aku menguatkan genggaman ku menelungkup tangan dingin Ummi.

"Insyaallah akan Aara lakukan yang terbaik Ummi".

Lalu tak lama pak Kiyai, Abi, dan Hariri menuju kearah ku dan Ummi.
Pak kiyai menelungkupkan tangan didepan dada tanda salamnya.

"Nak Humaira kami pamit pulang, Maaf jika baru sempat berkunjung. Soalnya keponakan saya ini baru tiba sore tadi jadi baru ada yang mengantar". Pak kiyai

"Tidak apa-apa pak kiyai, malah saya yang merasa merepotkan pak kiyai disini". Timpalku ramah

"Tidak direpotkan. Besok kalau bisa sowan ke pesantren Abi mu ada titipan yang perlu diambil. Kebetulan katanya biar nak Humaira main lagi ke pesantren".

"Nggeh kiyai, besok saya ke pesantren".

"Saya pamit dulu Bu Fahima, Allah pasti akan beri takdir terbaiknya". Itu kata pak yai setelah selesai berdo'a dan kami semua mengaminkan.

Lalu Abi yang mengantar sampai mobil kiyai, Hariri berjalan dibelakang kiyai dan Abi. Ia kembali memandang arah belakang hingga menampakkan aku yang kebetulan masih menatap punggungnya. Padahal ia sudah memegang kenop pintu yang setengah telah terbuka, tapi langkahnya berhenti lalu tersenyum kearah ku dengan wajah yang bisa ditebak penuh dengan sejuta kata yang ingin ia utarakan.

Tapi aura yang ia nampak kan tak secerah biasanya, ia seperti sedang ingin menumpahkan segala gelisah yang sudah ia tampung sedari tadi. Bahkan dari jarak ±4 meter ini bola matanya yang mengalir seolah terlihat jelas dimataku.

Ini tak mungkin hanya karena rasa ibanya. Pasti ada konflik lain dalam batinnya yang ingin ia utarakan. Pasti ada konflik lain yang membuat tatanan hatinya merumit.
Meskipun ia berusaha menutupi tapi aku tahu Hariri, ada yang perlu diungkap setalah ini.

Aku kembali menata selimut ummi setelah Hariri benar-benar sudah meninggalkan ruangan ini. Lalu setelah Ummi tidur, aku menuju kamar mandi dan bermuraja'ah disampingnya Ummi.
Kebetulan malam ini Abi yang pulang dan aku yang mendapat jatah mengurus Ummi.
Notif WhatsApp terdengar nyaring dituangkan sunyi ini.

Farah
Assalamu'alaikum Ra, ada yang perlu kita bicarakan. Tapi setelah kamu benar-benar ada waktu ya

Ini tak biasanya, seperti ada sesuatu penting yang harus ku ketahui.
Memang setelah pertemuan kami seminggu lalu, Farah sibuk mengajar di yayasan tempat Ummi dan Farah mengajar. Katanya Jam mengajarnya tambah padet karena Ia menggantikan jadwal Ummi juga.

Aku baru ingat, besok kan aku akan ke pesantren dan itu berarti aku bisa ketemu Farah setelah selesai dari sowan.

Waalaikumsalam Far, iya kebetulan
Besok aku ke pesantren. Kita bisa ketemu :)

_______________________________

Assalamu'alaikum
Jangan lupa Vote yaa

Jangan lewatkan part-part selanjutnya karena aku bakal ngasih konflik lagi hehe
Syukron Katsir 🙏🏻

Surga Ke-2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang