3. Seperti Tidak Mungkin

171 65 73
                                    

Kita hanya bisa menerima dan menjalani apa yang sudah seharusnya
°°°


"Gimana? Papah sudah balas pesannya?"

"Belum, Ndra" jawabku tertunduk lemah,

"Yaudah mungkin sedikit lagi Papah datang"

Kini kami sedang berada di ruang tunggu rumah sakit. Mama masih dalam penanganan dokter. Dan Papah sampai saat ini belum datang. Setelah beberapa telepon dariku ditolak, aku memutuskan untuk mengirim pesan.

Terdengar suara langkah kaki cepat. "Gimana Ra, keadaan Mama mu?!" tanya Papah dengan suara khawatir.

Lengang sejenak, Mahendra melirikku yang sedang tidak ingin bicara, "belum tau Om. Kita masih nunggu hasil pemeriksaan dokter" jawab Mahendra, karena Aku masih terdiam sedari tadi.

Papah duduk di sebelah kananku.
"Papah ngapain datangnya lama?" tanya ku dengan suara lirih.

"Maaf Ra, tadi ada yang butuh bantuan Papah sebentar dan Papah gak bisa menolaknya"

"Terus kalo Mama yang sakit bisa di nanti-natikan, gitu?"

"Bukan gitu Ara, maksud Papah-"

"Sudahlah Pah. Lebih baiknya tadi ada Mahendra, jadi aku nggak kebingungan"

Papah merangkul kepalaku, membawa dan meletakkannya di bahunya. "Maafin Papah ya Ra" ucapnya dengan mengelus suraiku.

Dokter keluar dari ruangan tersebut. Merapikan stetoskopnya dan kami berdiri dari tempat duduk kami.

"Siapa keluarga dari Bu Difa?" tanya dokter tersebut,

"Kami dok, saya suaminya. Bagaimana keadaan istri saya?"

"Keadaan istri bapak..." Dokter tersebut manggantungkan ucapannya,

"Kenapa dok istri saya?!" Papah mendesak tidak sabaran

"Iya kenapa Mama saya dok?"

"Ehm Pak, bagaimana nanti bapak ke ruangan saya. Agar saya bisa menjelaskannya dengan baik"

"Baik dok." Ucap Papah

Aku memasuki kamar Mama. Mama terlihat lemah terkulai. Belakangan ini Mama sering sekali merasa pusing, tetapi kali ini Mama jatuh pingsan. Aku sangat takut dengan kondisinya.

"Sebenernya Mama sakit apa ya, Ndra?"

"Nggak Mbun, tante Difa nggak sakit... palingan yaa cuma kecapean aja kali" aku tahu pasti jawaban Mahendra hanya karena ingin menenangkanku saja

"Tapi aku takut, Ndra, Mama kenapa-kenapa" Aku lurus memandang Mama dengan tatapan kosong.

"Kita doain yang terbaik buat Mama kamu yah" aku mengangguk tanda menyetujui Mahendra

Aku hanya berdua dengan Mahendra menunggu Mama, karena Papah tadi sudah sempat masuk, tetapi perkataan Dokter Burhan mengharuskan Papah untuk menemuinya.

"Mama cepat sembuh... Supaya aku nggak sendirian di rumah" ucapku sembari menidurkan kepala di atas perut Mama.

"Mama pasti sembuh kok, Ra" suara serak milik Mama berhasil membuatku mengangkat kepala.

"Mama sudah sadar?" Mama mengangguk lemah sambil tersenyum menatapku

"Dimana Papah?" Mama bertanya dengan suara seraknya

"Papah lagi di ruangan Dokter Burhan, Ma"

"Mahendra?" kini Mama menoleh ke arah Mahendra berada,

If You Love Me✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang