15. Ara

109 16 46
                                    

Tak seharusnya kau berharap
Karena harapanlah yang akan membuatmu merasa kecewa dengan harapan yang kau buat sendiri
***

Kisah ini sudah berakhir. Jadi kenapa kalian masih membacanya. Aku dan Farel sudah berpisah beberapa tahun lalu di Bandara, jadi sekarang kita sudah menjalani hidup kita masing-masing.

Apa kalian masih ingat, ketika diriku berdoa meminta pada Tuhan agar aku bisa mendapatkan keajaiban? Nah, mungkin ini keajaiban yang Tuhan berikan kepadaku.

Dalam waktu dua tahun ini aku berhasil pulih dari penyakitku. Sekarang gak ada lagi yang namanya jarum suntik, gak ada lagi yang namanya kemoterapi. Sekarang semuanya sudah berakhir.

Tak terasa memang, tapi ya begitulah waktu bekerja. Begitu cepat, terus berjalan maju tanpa berbalik mundur walau hanya sedetik. Tidak akan berhenti walau sedetik.

Singapura. Di sini lah aku berada. Di negara yang terkenal dengan patung singanya.

"Papah!!!" aku menempelkan handponeku di telinga

"Iya ada apa Ra, pelan pelan dong telinga Papah sakit nih"

Aku tertawa, "hehe iya Pah. Pah, hari ini Ara sudah siap-siap mau pulang, ketemu Papah!!" ucapku antusias

"HAH! Bagus dong... Papah kira kamu lupa sama Papah. Gak mau tinggal sama Papah lagi"

"Ah, Papah lebay, tunggu Ara ya Pah. Jangan lupa sediain Ara banyak makanan" aku terkekeh.

"Ini terbalik. Harusnya kamu, Ra yang bawain Papah makanan, oleh-oleh"

"Iya nanti Ara bawain kalau Ara gak lupa, hehe. Dah Pah, Ara tutup ya teleponnya."

🍦🍦🍦

Aku menekan be rumahl. Namun, baru sekali aku menekannya Papah langsung keluar dan memelukku erat hingga membuatku hampir terjatuh.

Papah menarik pelukannya dan memegang bahuku. Memerhatikanku lekat. "Kamu baik baik aja kan di sana?" Aku tersenyum, mengangguk.

"Pah, gimana Mahendra, apa dia masih suka ke rumah pohon?" aku bertanya sembari mendudukan diriku di sofa

"Kadang sih, gak terlalu sering seperti biasanya" aku mengangguk

"Gimana di sana. Ceritain ke Papah dong, gini gini kan Papah juga mau tau di sana seperti apa"

Aku menceritakan semuanya pada Papah. Termasuk tentang penyakit yang aku derita. Sudah jelas, reaksi Papah dari sedih, marah, sampai bahagia.

Setelah lelah bercerita, aku memutuskan untuk beranjak ke kamar. Kembali menata barang barangku dan segera beristirahat. Namun, sebelum memejamkan mata, aku mengirim pesan kepada Mahendra.

🍦🍦🍦


---Author Pov---

Embun

: 'Ndra, aku udah di rumah lho. Gak mau ke sini?'

Bunyi handphone menandakan adanya pesan masuk, Mahendra segera membacanya. Ternyata dari sahabatnya. Ya ampun, bahkan Mahendra sampai bingung apa yang harus ia lakukan, karena terlalu bahagianya.

Ia melajukan mobilnya menuju rumah seseorang yang sangat ia rindukan. Sesampainya di rumah Ara, Mahendra langsung mengetuk pintu dan masuk menuju kamar.

If You Love Me✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang