6. Disturb

126 47 26
                                    

Pagi ini awan tampak cerah. Aku berjalan menuju kelasku. Ketika sampai di ambang pintu, tangan ku dicekal oleh...

"Mahendra?"

Mahendra hanya memasang cengiran lebarnya, "bekal..." katanya sambil mengangkat apa yang dibawa.

Aku tersenyum. Rupanya pria ini masih saja suka membuat repot dirinya sendiri. "Terima kasih"

Sebelum masuk ke kelas aku merasa ada yang aneh, "tunggu-tunggu" ucapku menahan Mahendra.

"Kenapa?" tanya Mahendra yang sudah berjalan satu langkah, kembali menghadapku.

"Mahendra kamu gapapa kan?" tanyaku menyelidik.

"Gapapa, ini buktinya" Mahendra berdiri menghadapku sambil merentangkan sedikit kedua tangannya.

"Itu kaki kamu kenapa?" tanyaku yang mulai khawatir dengan apa yang kulihat.

Mahendra malah tersenyum, "oh... Ini gakpapa, cuma luka kecil nanti juga sembuh" ucapnya yang sudah kuhapal akan jawaban yang diberikannya.

Mahendra selalu saja menutupi apa yang dirasakannya. Setidaknya, aku hanya ingin tahu saja apa yang terjadi.

"Apa Bibi Rose mengajarkan berbohong?"

"Apa Embun gak percaya?"

"Ah'ha..." aku menangguk pelan tanda setuju, tapi aku memang tidak percaya pada Mahendra. Mahendra tersenyum tangannya meraih suraiku dan balik kanan meninggalkanku.

"Ish nyebelin banget si manusia itu" gumamku sebelum melangkah masuk ke kelas.

🍦🍦🍦

Tak lama bel istirahat berdering. Kebanyakan murid pergi keluar kelasnya. Kecuali aku. Aku mengambil bekal yang dibawakan Mahendra dan segera menyantapnya.

Terlihat dalam kotak bekal, sandwich yang membuat setiap mulut ingin segera menelannya. Aku membuka mulutku, ingin menggigitnya, namun, sandwich itu sudah pindah tangan. Aku melirik cepat.

"Ngapain kamu?!" aku membulatkan mataku. Ya tuhan... apalagi ini, bahkan ingin makan dengan tenang pun tidak bisa kulakukan.

"Mau makan" ucapnya santai.

"Tapi itu makananku, sana pergi aku lagi tidak ingin diganggu" kataku sudah mulai geram.

"Tapi saya lagi mau ngangguin orang"

"Kan banyak orang di sini. Sana cari orang lain yang ingin digangguin sama kamu" Aku mendorong punggung Farel, mengusirnya untuk pergi. Ya, orang itu Farel. Menyebalkan, ia malah semakin tidak mau pergi.

Aku beranjak pergi meninggalkan kelas. Prinsipku jika dia tidak mau pergi, ya sudah biar aku yang pergi. Namun, tanganku dicekal kuat oleh Farel.

"Mau kemana?"

"Ke Mahendra" jawabku tanpa melihat wajahnya.

"Padahal saya maunya kamu di sini"

"Terserah" aku meninggalkan Farel sendiri di kursiku.

Sesampainya aku di gedung Mahendra, aku segera memasuki kelasnya. Sebenarnya males juga sih harus pergi pergi nyamperin Mahendra. Ke kelasnya lagi, yang bahkan sudah jelas banyak pasang mata yang menatapku. Risih sekali rasanya.

If You Love Me✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang