resah (lagi).

12 2 0
                                    

Jam 7 pagi, dimana sang surya menunjukkan sinar hangatnya pada setiap insan di dunia ini, aku terbangun dan sadar bahwa aku sudah terlambat bangun untuk sekolah. Karena sangat terburu-buru aku tidak jadi mandi, hanya sikat gigi dan cuci muka. Aku tidak sempat sarapan karena sudah terlambat masuk sekolah. Aku segera mempersiapkan motor vespa tuaku untuk berangkat, aku harap vespa ini tak menunjukkan sisi arogannya, yaitu mogok di tengah perjalanan.

Sampai di sekolah, gerbang sekolah sudah terkunci rapat, tak ada celah untuk memasukinya. Kupanggil satpam yang baru mengambil nasi uduknya di depan sekolah dan memohon untuk diperbolehkan masuk. Dewi fortuna kali ini memihak padaku, satpam itu langsung membukakan gerbang dan aku berlari masuk, berharap guru yang mengajar belum datang. Tak biasanya satpam di sekolahku bersikap baik seperti tadi, mungkin nasi uduk membuat dirinya terpengaruh untuk berbuat baik. Untuk kedua kalinya aku terselamatkan lagi, aku bersyukur, jam kosong terjadi pada jam pertama. Awal hari yang buruk, tetapi keberuntungan terus terjadi seolah-olah tak ingin hal buruk menimpa diriku.

"Tumben lu telat, Eng."

"Kesiangan, Bim. Gabisa tidur gara gara makan rumput lapangan futsal."

"Hah? Gaada makanan di rumah lu? Rumput lapangan futsal aja lu sikat, nanti makan deh ban truk bekas, banyak banget, sampe numpuk di bengkel ayah gue. Mau gak?"

"Brisik banget dah lu, mana si Fajar? Gak masuk sekolah dia?"

"Gatau, bodoamat"

"Ngambekan kaya anak TK aja lu, ada apa sih. Kesel ban bekasnya gak gue makan?"

"Dah lah, daripada debat gajelas kaya gini mending lu duduk dulu sana gih."

Aku beranjak dari sana dan duduk ditempatku sendirian karena Fajar yang tidak masuk sekolah. Sekarang dewi fortuna tampaknya tak memihak padaku lagi, wali kelasku tiba-tiba datang dan mengetahui bahwa aku sudah terlambat 30 menit lamanya. Aku dipanggil olehnya dan diantar ke ruangan BK. Baru saja keluar dari ruang BK, aku langsung dihukum jalan jongkok sampai kelas. Jarak ruang BK ke kelasku sangat jauh, sampai naik tangga dua kali, jalan jongkok dari ruang BK ke kelasku rasanya seperti jalan kaki mulai Anyer sampai Panarukan dan wali kelasku sebagai Daendels-nya. Kaki ini sudah hampir mati rasa ditambah cucuran keringat yang sudah membasahi separuh badanku. Anehnya tak ada satupun temanku yang menertawakan kesalahan bodohku ini, mereka hanya memilih diam dan apatis akan apa yang sedang terjadi, kecuali Bima yang tampaknya menyimpan gelak tawa di batinnya dan siap mengeluarkannya di jam istirahat nanti.

Jam istirahat telah tiba, dengan ditandai suara bel sekolah yang klasik dan biasa didengar di sekolah. Ternyata yang kukira salah, Bima juga merasa bodoamat dengan masalah yang kuhadapi pagi tadi. Dia malah membahas soal Yasmin.

"Btw, lu gimana sih kok bisa putus sama Yasmin?"

"Apaan sih, gue udah berusaha ngelupain dia. Eh, lu malah bahas dia lagi."

"Pengen tau aja gue, gabakal gue sebar selain ke Fajar, suer."

"Yaudah, jadi gini..." aku diam lalu mencoba mengalihkan perhatiannya

"Gimana gimana?"

"Ke kantin yuk."

"Mau lu paansi, Eng. Cepetan cerita aja dulu, penasaran banget gue."

"Awalnya gue jalan jalan kan sama Yasmin, terus kita berdua jalan-jalan biasa gitu. Terus udah lama di mal, dia laper, gue beliin dia makan dianya nunggu di depan mal soalnya capek berdiri. Terus gue pas ngantre ketemu Lintang. Ya gue histeris lah lama gak ketemu dia akhirnya gue pegang tangannya, soalnya gue mau minta maaf gara-gara ninggal dia lama dan sampe udah jadian sama Yasmin. Terus dia jawab sama ngejelasin kalo sebenernya dia yang malah udah jadian sama ketua OSIS di sekolahnya sejak awal masuk sekolah. Gue jadi kecewa lah, Bim. Gue kira dia juga sama sama mendam rasa kaya aku ke dia. Eh, malah dia yang jadian duluan sama cowo lain."

"Terus, sebenarnya ini gimana sih? Lu yang suka Lintang duluan gitu?"

"Iya, Bim, gue udah suka sama dia mulai kelas 3 SMP."

"Terus lu kira dia suka sama lu juga gitu?"

"Iya, Bim, gue kira dia punya rasa yang sama. Gue dulu sama lintang udah deket banget, sampe dijodoh-jodohin sama temen kelas gara-gara udah deket banget kaya anak pacaran, padahal aslinya cuman sahabatan. Siapa yang gak baper coba, udah punya banyak kesamaan, diajak cerita selalu nyambung, sering pulang sama berangkat bareng, banyak dah pokoknya."

Bima terkejut dengan penjelasanku yang baru saja kuucapkan kepadanya. Raut wajahnya berubah dari yang sebelumnya terkejut menjadi kecewa. Lalu dia menegaskanku tentang hubunganku dengan Yasmin.

"Terus Yasmin? Lu buat apa dia? Pelampiasan?"

"Gak gitu, Bim.. gue memang bener bener su..."

Belum saja aku menyelesaikan kalimatku, Bima memotong pembicaraanku dengan rasa kesal yang tampak di raut wajahnya.

"Gue susah susah, Eng dari SMP berjuang buat dapet perhatian dari dia. Asal lu tau, dia satu-satunya cewe yang gue suka dari SMP. Gue sampe belajar instrumen yang dia suka, gue belajar piano cuman buat dia, Eng. Tapi dia cuek banget ke gue, cuman gara-gara fitnah temennya yang ngatain gue buaya darat. Sampe akhirnya aku capek buat ngejar dia lagi dan pas baru aja masuk SMA, eh dia udah jadian sama lu, padahal gue udah siap mainin lagu yang paling dia suka. Tolong, kalo lu niatnya cuman ngebuat Yasmin jadi pelampiasan, mending lu pergi aja dari dia." jelas Bima.

Aku tak bisa berkata apapun, menjadi terdiam setelah Bima menceritakan hal yang sebenarnya terjadi padanya dan untuk kedua kalinya aku terjebak dalam situasi seperti ini. Pertama, Lintang meninggalkanku dan aku berpisah dengan Yasmin. Kedua, aku menyakiti perasaan sahabatku sendiri dan surat permintaan maaf yang terlalu indah ini masih menunggu untuk dikirimkan kepada penerimanya. Aku bingung mau bergerak kemana. Rasanya diri ini ingin tumbang, tapi aku masih ingat ada orang tua dan sahabat yang menanti nama baiknya dibanggakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

afair.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang