15.

101 2 0
                                    

Tak terasa, usiaku sudah menginjak 15 tahun, aku sudah beranjak dewasa, mulai memasuki masa remaja yang dikata indah. Aku lulus dari SMP dan mendaftar di SMA yang populer di kotaku dan aku berhasil diterima di SMA itu. Aku merasa senang, tetapi tak seutuhnya senang. Untuk masa yang dikata indah ini, aku berpisah sekolah dengan Lintang. Tentu saja, hal ini sungguh membuat luka dalam bagi kami berdua. Masa yang seharusnya bisa kami nikmati bersama lagi, malah tidak terjadi sama sekali.

Memasuki hari pertama sekolah, hari dimana psikotes berlangsung, tes yang menentukan jurusan yang cocok denganku. Rasa yang kurasakan hanyalah bingung, bingung, dan bingung. Aku tak punya teman, sahabat, atau lainnya. Aku sendiri di tempat ini bersama anak anak populer. Seperti selebgram, atlet, penyanyi, bahkan aktris pun sekolah di sekolah ini. Aku berada diantara mereka yang terkenal. Aku merasa seperti bukan siapa-siapa disini. Aku pendiam, tak mudah bergaul, tak punya teman. Namun, aku mempunyai keahlian memainkan drum. Mungkin aku bisa menambah teman melalui keahlianku ini.

Hari pertama sekolahku, aku benar-benar sendiri. Tak ada satupun anak yang mendekatiku, tak ada yang mengajak bicara, bahkan menyapa pun tidak. Mereka sibuk dengan teman satu sekolahnya masing-masing. Waktu psikotes berakhir, akupun beranjak pulang bersama motor klasik vespa tua yang usianya lebih tua daripada usia ayahku.

Sesampainya di rumah, Ibuku menanyakan bagaimana hari pertamaku di sekolah menengah atas yang populer itu.

"Bagaimana, Eng? Enak gak sekolah disana?"

"Sepi, Buk. Pertama kalinya sekolah gak bareng sama Lintang. Sedih rasanya."

"Lah emang temenan apa cuma harus sama Lintang aja? Nanti paling ya juga nemu temen."

Aku hanya bisa diam, lalu pergi ke kamar untuk menenangkan diri sejenak.

Tak lama kemudian, Handphone-ku berbunyi, memberitahukan sebuah notifikasi. Aku senang sekali, notifikasi itu adalah sebuah curahan hati yang dikirimkan Lintang padaku.

"Eng, gaenak tau gak satu sekolah sama kamu, aku kesepian. Aku diem aja seharian. Cuma ada Novi sama Bayu di SMA-ku, beda kelas juga. Aku bingung harus gimana. Semuanya pada ngumpul sama temennya masing masing. Lah aku, cuman bisa diem. Kesel banget deh pokoknya." Katanya di Whatsapp.

Aku hanya bisa tertawa mengetahui perasaannya sama denganku, aku senang karena perasaan kami yang sama. "Sama, aku juga gitu kok, Tang. lagian ini kan hari pertama sekolah, nanti juga bakalan ada temennya kok. Pastii!" Jawabku santai.

Kami saling bercerita, mencari cara agar bisa bertemu satu sekolah meskipun tahu bahwa itu mustahil, bercanda hingga lupa waktu, dan tak terasa waktu berjalan, hingga tengah malam pun sudah terlewati. Sungguh senangnya malam itu. Malam itu menjadi malam terbaikku, meskipun kami tak bertatap mata secara langsung.

Hari kedua sekolah, waktu penjurusan tiba. Hasil psikotesku keluar dan menunjukkan hasil "Ilmu Sosial". Sudah ditebak bahwa aku akan masuk kelas IPS. Aku sangat kecewa dan lemas, tak terima atas hasil yang telah aku terima. Di sisi lain aku juga benci kelas IPS karena banyak orang mengatakan bahwa kelas IPS adalah tempat-tempat anak yang nakal dan kurang perhatian. Akhirnya, aku mengajukan surat kepada Guru Kurikulum untuk memindah jurusanku ke jurusan Bahasa dan Sastra dan itu berhasil.

Sepulang penjurusan, aku menelpon Lintang, menanyakan bagaimana kabarnya dan jurusan yang diterimanya.

"Halo... Lintang, gimana kabarmu?"

"Halo... eh kamu, Eng. Aku baik baik aja. Tumben telpon, kangen ya?"

"Dih, ge er banget si jadi orang, mau nanya aja. Kamu masuk jurusan apa?"

"Aku masuk Bahasa, Eng. Nilaiku gak cukup buat masuk IPA, mau masuk IPS takutnya banyak badboy dan sejenisnya. Jadi aku milih jurusan Bahasa aja hehe, anaknya diem diem, kaya kamu diem. Diem diem bikin kangen."

"Apaan sih, Tang. Wkwkw."

"Becanda, Eng masa gaboleh sih."

"Iyaa boleh aja."

"Udahan dulu yah, aku mau makan ini. Btw kamu jangan lupa makan, nanti sakit loh."

"Okee."

Telpon itu berjalan singkat. Sesingkat perasaan sedihku yang baru saja terhapus dengan suaranya yang telah menceriakan suasana hatiku. Aku merasa Lintang sudah berubah banyak setelah 5 hari tidak bersamaku. Tapi aku tak terlalu menghiraukannya.

afair.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang