Rangga jadi terpaku. Matanya terbeliak lebar, memandangi empat orang prajurit penjaga gerbang masuk wilayah Kerajaan Karang Setra tergeletak tak bernyawa lagi dengan leher tergorok hampir buntung. Darah yang sudah kelihatan mengering, tampak menggenang di tanah. Saat itu, Pandan Wangi baru saja sampai. Gadis itu jadi terpekik kecil saat melihat empat orang prajurit yang tadi dilihat Rangga. Sejenak, kedua pendekar yang merupakan orang-orang utama di Kerajaan Karang Setra itu terpaku.
"Biadab...! Siapa yang telah melakukan semua ini...?!" desis Pandan Wangi, bagai bertanya pada diri sendiri.
Sementara, Rangga hanya diam saja. Garis-garis pada wajahnya kelihatan meregang kaku dan memerah. Kedua bola matanya terbuka nyalang, memancarkan sinar yang sangat tajam. Terdengar suara menggerutuk dari rahangnya yang merapat Pandan Wangi sempat berpaling, menatap wajah yang memerah menegang kaku itu. Dia tahu, saat ini Rangga tengah menahan gejolak amarahnya yang membara, melihat empat prajurit penjaga gerbang masuk tewas dengan leher tergorok hampir buntung!
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga melompat begitu cepat, dan langsung berlari bagaikan kilat.
"Kakang, tunggu...!" teriak Pandan Wangi.
Tapi, tampaknya Rangga sudah tidak lagi mendengar teriakan si Kipas Maut itu. Pendekar Rajawali Sakti terus saja berlari cepat, mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan. Begitu cepat dan sempurnanya, sehingga kedua kakinya yang bergerak sangat cepat seakan-akan tidak menjejak tanah. Sementara, Pandan Wangi masih berdiri terpaku memandangi kepergian Rangga yang begitu cepat. Hingga dalam waktu sebentar saja, sudah lenyap dari pandangan.
"Hup! Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pandan Wangi langsung saja melesat. Segera dipergunakannya ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai pada tingkat tinggi sekali. Debu seketika membubung tinggi ke angkasa, mengikuti arah lari gadis berjuluk si Kipas Maut itu.
Sebentar saja, Rangga sudah memasuki bagian Kotaraja Kerajaan Karang Setra. Kecemasan semakin terlihat jelas di wajah Pendekar Rajawali Sakti itu. Keadaan di dalam kota tampak tidak seperti biasanya. Begitu sunyi, seperti sudah ditinggalkan penghuninya. Pemuda itu baru menghentikan larinya, setelah tiba di depan pintu gerbang istana yang dikelilingi pagar tembok berbentuk benteng kokoh.
Dari kejauhan, terlihat Pandan Wangi masih terus berlari mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Gadis itu baru sampai, setelah Rangga cukup lama mengamati keadaan sekitar bangunan istana yang megah ini. Tidak terlihat seorang pun prajurit menjaga pintu gerbang yang tertutup rapat. Saat itu, Pandan Wangi sudah di sebelah kanan Pendekar Rajawali Sakti. Gadis itu tampak masih kerepotan mengatur jalan napasnya yang tersengal, akibat terlalu jauh berlari mengerahkan seluruh kemampuannya.
"Ke mana para penjaga, Kakang...?" nada suara Pandan Wangi seperti bertanya pada diri sendiri.
"Entahlah," sahut Rangga sedikit mendesah.
Melihat keadaan istana yang begitu sunyi, membuat kecemasan di wajah Rangga semakin terlihat jelas. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti tidak mau gegabah. Dugaannya, telah terjadi sesuatu di dalam istana ini. Sebentar kepalanya mendongak, tapi sedikit pun tidak terlihat adanya tanda-tanda kehidupan. Biasanya, paling tidak ada sekitar dua puluh orang prajurit di atas tembok benteng, siap dengan anak panah terpasang di busur. Tapi kini, tidak seorang prajurit pun terlihat di sana.
"Kau tunggu di sini sebentar, Pandan," ujar Rangga.
Belum juga Pandan Wangi menjawab, Pendekar Rajawali Sakti sudah melesat begitu cepat ke atas. Dan tahu-tahu Rangga sudah berada di atas tembok benteng yang sangat tinggi mengelilingi seluruh istana ini. Sementara, Pandan Wangi tetap menunggu dengan kepala terdongak ke atas, memandangi Rangga yang kini berdiri tegak di atas tembok benteng.
Namun belum lama Pendekar Rajawali Sakti berdiri di atas tembok, mendadak saja terlihat puluhan anak panah meluncur deras ke arahnya.
"Hup!"
Cepat-cepat Rangga melompat turun kembali. Beberapa kali tubuhnya berputaran di udara, lalu manis sekali kakinya kembali menjejak tanah, tepat di samping Pandan Wangi. Saat itu, terlihat puluhan anak panah berhamburan di angkasa. Lalu satu persatu berjatuhan di luar pagar tembok benteng istana ini. Rangga memungut sebatang anak panah yang jatuh tepat di ujung jari kakinya.
"Edan...!" dengus Rangga.
"Kenapa mereka menyerangmu, Kakang?" tanya Pandan Wangi yang matanya jadi terbeliak melihat anak panah di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Tentu saja mereka mengenali anak panah itu. Tidak ada satu kerajaan pun yang memilikinya, kecuali para perajurit Kerajaan Karang Setra. Pada bagian tengah batang anak panah itu tertera ukiran lambang Kerajaan Karang Setra. Dan itu berarti, para prajurit Karang Setra sendiri yang menyerang Pendekar Rajawali Sakti tadi. Atau....
Tentu saja hal ini membuat Rangga dan Pandan Wangi jadi bertanya-tanya sendiri. Kenapa prajurit-prajurit Karang Setra menyerang rajanya sendiri...? Atau ada pihak-pihak tertentu yang menyamar sebagai prajurit? Dan bisa juga orang-orang berpakaian serba hitam yang menyerang!
Belum lagi Pendekar Rajawali Sakti bisa menemukan jawabannya, terlihat kepala-kepala prajurit Kerajaan Karang Setra bermunculan di atas tembok benteng. Dan saat itu juga, puluhan anak panah langsung berhamburan ke arah kedua pendekar muda ini.
"Cepat menyingkir, Pandan...!" seru Rangga "Hup...!"
"Hiyaaa...!"
Begitu Rangga melompat menghindari serangan anak panah, Pandan Wangi juga melompat mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Hanya beberapa kali saja berlompatan, mereka sudah cukup jauh dari bangunan benteng istana itu. Dan para prajurit yang berada di atas benteng tidak lagi melepaskan anak-anak panahnya, begitu melihat kedua pendekar ini sudah tidak lagi berada dalam jangkauan panah.
"Gila...! Ini benar-benar keterlaluan, Kakang! Kenapa mereka menyerang kita?! Apa mereka tidak mengenali kita lagi...?!" desis Pandan Wangi, agak gusar nada suaranya.
"Aku juga tidak mengerti, Pandan," sahut Rangga, juga kebingungan.
"Pasti ada yang tidak beres, Kakang," duga Pandan Wangi, masih terdengar mendesis gusar suaranya.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja perlahan.
Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti mengamati bagian atas benteng istana. Masih terlihat kepala-kepala prajurit sedikit menyembul, siap melepaskan anak panah yang terpasang di busur. Sedangkan Pandan Wangi mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tidak ada seorang pun yang terlihat. Bahkan rumah-rumah yang ada di sekitar istana ini semuanya dalam keadaan tertutup rapat. Baik pintu, maupun jendelanya.
"Ayo, Pandan. Kita pergi dulu dari sini," ajak Rangga.
"Ke mana...?" tanya Pandan Wangi. Rangga tidak menjawab. Bahkan malah melangkah dengan ayunan kaki cepat, meninggalkan tempat itu. Sementara, Pandan Wangi memandangi beberapa saat, kemudian ikut melangkah cepat menyusul Pendekar Rajawali Sakti. Sebentar saja gadis itu sudah berada di samping Rangga. Mereka berjalan tanpa berbicara sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
84. Pendekar Rajawali Sakti : Tujuh Mata Dewa
ActionSerial ke 84. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.