BAGIAN 6

437 21 0
                                    

Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti yang menunggang Dewa Bayu sudah sampai di kaki Gunung Lanjaran. Dugaannya, di kaki gunung inilah pusat dari semua peristiwa yang terjadi di Karang Setra. Pertama kali gerombolan Tujuh Mata Dewa terlihat memang di kaki Gunung Lanjaran ini. Tapi waktu itu, Pendekar Rajawali Sakti memang belum tahu kalau mereka adalah para gerombolan Tujuh Mata Dewa.
"Hup!"
Begitu ringan gerakan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tidak menimbulkan suara sedikit pun ketika melompat turun dari punggung kudanya. Sebentar pandangannya beredar ke sekeliling. Namun, sedikit pun tak terlihat adanya tanda kehidupan. Bahkan sepertinya tidak terdengar suara binatang. Seakan-akan semua kehidupan yang ada di sekitar kaki Gunung Lanjaran ini sudah musnah. Begitu sunyi, hingga desir angin yang sangat halus terdengar jelas mengusik telinga.
"Hm...." Sambil menggumam perlahan, kaki Pendekar Rajawali Sakti terayun pelan-pelan meninggalkan kudanya. Mata dan pendengarannya terus dipasang tajam-tajam. Tapi, belum juga didapatkan satu suara sedikit pun juga. Bahkan keadaan didalam hutan kaki Gunung Lanjaran ini begitu sunyi. Rangga terus berjalan perlahan-lahan, dan mulai mendaki lereng gunung yang sunyi ini.
Sementara, Dewa Bayu tetap menunggu di kaki gunung. Seperti tidak peduli pada keadaan sekitarnya, kuda hitam itu menikmati rerumputan segar yang banyak tumbuh di sekitarnya. Ayunan kaki Pendekar Rajawali Sakti baru berhenti, setelah sampai di lereng gunung yang berbatu. Sebentar kepalanya mendongak ke atas. Seketika bibirnya terlihat menyunggingkan senyum saat melihat seekor burung rajawali berbulu putih keperakan melayang-layang berputar di atas kepalanya. Begitu tinggi burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu terbang, sehingga bagaikan terlihat seperti seekor merpati biasa. Dan baru saja Rangga menurunkan kepalanya kembali, mendadak saja....
Srak!
"Hap...!" Cepat Rangga melompat ke belakang, begitu tiba-tiba muncul dua orang berpakaian serba hitam yang telah menghunus pedang. Tanpa bicara lagi, kedua orang berpakaian serba hitam yang seluruh wajah dan kepalanya terselubung kain hitam itu, langsung saja menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Hiyaaa...!"
Namun, cepat sekali Rangga melesat sambil mengibaskan kedua tangannya yang terentang lebar ke samping. Begitu cepat gerakannya sehingga sulit sekali diikuti pandangan mata biasa. Dan belum juga kedua orang berpakaian serba hitam itu bisa berbuat lebih banyak lagi, tahu-tahu sudah terdengar jeritan panjang yang sangat menyayat dan saling sambung.
Tepat di saat kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah, kedua orang berpakaian serba hitam itu sudah ambruk menggelepar dengan dada robek mengucurkan darah. Sedikit pun tak ada gerakan lagi. Kedua orang berpakaian serba hitam itu langsung tewas seketika. Memang sangat dahsyat gerakan dari jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Gerakannya pun terlalu sulit dilihat mata biasa. Dan bagi mereka yang memiliki kepandaian tanggung, rasanya tidak akan mampu bisa berbuat banyak.
Sementara, Rangga hanya melirik sedikit pada dua orang penyerangnya ini. Kemudian kembali kakinya terayun mendaki lereng Gunung Lanjaran ini. Rangga terus melangkah mantap dan sangat tenang. Pandangan matanya tertuju lurus tak berkedip ke depan. Sedangkan telinganya tetap dipasang tajam-tajam, mempergunakan ilmu 'Pembeda Gerak dan Suara'. Hingga suara yang kecil sekalipun dapat ditangkap jelas.
"Hup!" Baru saja Rangga berjalan beberapa langkah, kembali sudah harus melesat ke atas. Karena tiba-tiba saja, dari arah depan meluncur sebatang tombak berwarna hitam pekat. Tombak itu meluncur deras, lewat di bawah telapak kaki pemuda yang selalu berbaju rompi putih ini. Beberapa kali Rangga berputaran di udara. Dan dengan gerakan manis sekali, kembali kakinya dijejakkan di tanah berumput tebal ini. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga sedikit pun tidak menimbulkan suara saat mendarat di tanah.
"Hhh...!" Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti menghembuskan napas panjang, dari arah depannya sudah berlompatan sekitar delapan orang berpakaian serba hitam. Dan mereka semua menggenggam senjata pedang, masing-masing di tangan kanan. Seketika itu juga pemuda tampan berbaju rompi putih ini sudah terkepung oleh delapan orang dengan pedang terhunus. Rupanya, orang-orang Tujuh Mata Dewa semuanya menggunakan senjata pedang. Namun, Pendekar Rajawali Sakti tidak menghiraukan sama sekali, kendati pedang-pedang mereka yang berkilatan tajam sudah tersilang di depan dada. Hanya dengan sorot mata tajam, diamatinya setiap gerakan kaki kedelapan orang pengepungnya.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"
Begitu kedelapan orang ini berlompatan menyerang, dengan cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara. Dan kedua tangannya langsung dikembangkan ke samping, mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
"Hiyaaat..!"
Bet!
Wuk!
"Akh!"
"Aaakh...!"
Dua kali Rangga mengebutkan tangannya. Maka seketika itu juga terdengar jeritan panjang, disusul ambruknya dua orang penyerang berbaju serba hitam itu dengan dada terbelah lebar mengeluarkan darah.
"Hap! Yeaaah...!"
Sedikit pun Rangga tidak berhenti. Tubuhnya langsung kembali melompat, begitu kakinya menjejak tanah. Dan seketika itu juga, dilepaskannya satu pukulan dahsyat menggeledek menggunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang terarah pada seorang penyerang terdepan. Begitu cepat serangannya, sehingga orang berbaju serba hitam itu tidak sempat berkelit lagi. Maka, pukulan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti itu tepat dan telak menghantam dadanya.
Desss!
"Aaakh...!"
Seketika, orang itu terpental jauh ke belakang sambil menjerit melengking. Sebatang pohon yang terlanda tubuhnya, seketika tumbang. Kemudian orang berbaju serba hitam itu ambruk di tanah. Hanya sedikit saja dia mampu menggeliat, lalu diam tidak bergerak-gerak lagi. Dadanya tampak remuk melesak ke dalam.
"Hih!" Rangga cepat berbalik, membuat dua orang yang hendak membokongnya dari belakang langsung berhenti melangkah. Kini tinggal lima orang lagi yang mengepung. Dan tampaknya, mereka mulai diliputi kegentaran menghadapi Pendekar Rajawali Sakti yang gerakannya begitu cepat. Sehingga dalam dua kali gebrakan saja, tiga orang sudah menggeletak jadi mayat.
Dan Rangga kali ini memang sudah tidak tanggung-tanggung lagi. Kemarahannya sudah memuncak, melihat keadaan tanah kelahirannya jadi seperti neraka. Akibatnya, seluruh rakyatnya tidak ada lagi yang berani keluar dari dalam lingkungan benteng istana. Dan memang, baru kali ini Karang Setra mendapat serangan dari luar. Hal itu membuat kemarahan Pendekar Rajawali Sakti jadi memuncak.
"Ayo, maju kalian semua, Keparat..!" bentak Rangga geram.
Tapi, tak ada seorang pun dari mereka yang berani mendekat. Dan kelima orang itu hanya bisa mengepung sambil bergerak. Berputar, seperti tengah mencari kelemahan Pendekar Rajawali Sakti. Pedang mereka semua melintang di depan dada. Matahari yang bersinar penuh siang ini, membuat pedang-pedang kelima orang berpakaian serba hitam itu berkilatan menunjukkan ketajamannya. Namun, sedikit pun tidak membuat Rangga gentar.
"Mundur kalian semua...!"
Tiba-tiba terdengar bentakan yang sangat keras dan menggelegar. Dan begitu kelima orang berpakaian serba hitam itu berlompatan mundur, dari balik semak belukar bermunculan tujuh orang yang juga berbaju warna hitam pekat yang cukup ketat.
"Hm...," Rangga menggumam sedikit. Pendekar Rajawali Sakti pernah melihat tujuh orang laki-laki berpakaian serba hitam ini, ketika belum bisa masuk ke dalam Istana Karang Setra. Dan dari keterangan Danupaksi, Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau ketujuh orang inilah yang dijuluki Tujuh Mata Dewa. Meskipun sama-sama mengenakan baju warna hitam, tapi ketujuh orang ini tidak mengenakan tutup kepala. Sehingga, wajah mereka bisa terlihat jelas. Mereka rata-rata sudah mencapai usia separuh baya. Dan di pinggang masing-masing, tergantung sebilah pedang berukuran cukup panjang, lebih panjang dari pedang biasa.
"Kaliankah yang dijuluki Tujuh Mata Dewa?" tanya Rangga dengan nada suara yang sangat dingin.
"Benar. Kami adalah Tujuh Mata Dewa," sahut salah seorang yang berdiri paling kanan.
"Dan aku adalah si Mata Dewa Kesatu."
"Hm...," lagi-lagi Rangga hanya menggumam perlahan. Pendekar Rajawali Sakti langsung bisa menebak, kalau keenam orang lainnya tentu disebut menurut urutannya. Dan mungkin saja urutan itu digunakan dari perbedaan usia, atau dari tingkatan kepandaian. Tapi yang jelas, mereka menggunakan nama Tujuh Mata Dewa.
"Kau siapa, Anak Muda?" tanya si Mata Dewa Keenam.
"Namaku Rangga," sahut Rangga tegas.
Tujuh Mata Dewa mengamati Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam, dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Sedangkan yang diamati tetap berdiri tenang, namun tidak mengurangi kewaspadaannya. Dan pada saat pandangannya diedarkan ke sekeliling, hatinya jadi terkesiap. Sungguh tidak diketahuinya kalau di sekelilingnya sekarang sudah dikepung oleh puluhan orang berpakaian serba hitam yang seluruhnya mengenakan tutup kepala dan wajah dari kain hitam.
Hanya bagian mata dan mulut saja yang terlihat. Bahkan mereka semua sudah menghunus pedang di tangan kanan masing-masing. Rangga mendongakkan kepala sedikit ke atas. Di angkasa masih terlihat burung rajawali raksasa yang saat ini kelihatan kecil, seperti burung biasa. Memang, Rajawali Putih terbang begitu tinggi, hingga berada di atas awan. Pandangan Pendekar Rajawali Sakti kembali tertuju pada tujuh orang berpakaian serba hitam yang dijuluki Tujuh Mata Dewa.
"Anak muda! Kaukah yang dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti?" tanya si Mata Dewa Kelima.
Rangga tidak menjawab, tapi malah tersenyum saja. Sementara sorot matanya tertuju langsung ke arah si Mata Dewa Kelima yang menatapnya dengan sinar mata tajam sekali.
"Kau pasti Raja Karang Setra," kata si Mata Dewa Kelima lagi. Kali ini nada suaranya terdengar sangat dingin. Dan jelas suara itu dikeluarkannya agak ditahan.
Sedangkan Rangga tetap tersenyum, seperti tidak menghiraukan kata-kata si Mata Dewa Kelima barusan.
Sret! Wuk!
Seketika itu juga, Tujuh Mata Dewa mencabut pedang masing-masing. Gerakan yang dilakukan begitu indah dan bersamaan waktunya. Seakan-akan, ada yang memberi perintah sebelumnya. Dan mereka juga secara bersamaan mengebutkan pedang hingga menyilang di depan dada.
Sementara, Rangga tetap berdiri tenang dengan senyum masih tersungging di bibir. Sebenarnya, dalam hati Rangga memuji keindahan gerakan Tujuh Mata Dewa dalam mencabut senjata tadi.
"Kau tulang punggung Kerajaan Karang Setra. Maka, kau harus mati sekarang juga, Pendekar Rajawali Sakti!" desis si Mata Dewa Kesatu.
"Kedatanganku ke sini memang ingin bertemu kalian semua. Dan perlu diketahui, tidak akan mudah kalian bisa menguasai Karang Setra," balas Rangga dengan suara tidak kalah dingin.
"Ha ha ha...!"
Tujuh orang berpakaian hitam yang dijuluki Tujuh Mata Dewa itu tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata Rangga yang begitu tenang tadi. Sedangkan Rangga hanya diam saja dengan sikap sangat tenang. Sedikit kepalanya mendongak ke atas. Sedangkan bibirnya terus menyunggingkan senyum saat melihat Rajawali Putih masih melayang-layang berputaran di atas kepalanya. Burung rajawali itu memang tidak ingin meninggalkan Rangga dalam menghadapi Tujuh Mata Dewa dan para pengikutnya yang berjumlah sangat besar ini.
"Seraaang...!"
"Bunuh dia!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"
Cepat sekali Rangga melenting ke udara, begitu si Mata Dewa Ketujuh dan si Mata Dewa Keenam memberi perintah dengan suara lantang menggelegar. Saat itu juga, para pengikut ketujuh orang itu langsung berlompatan sambil berteriak-teriak dan mengangkat pedang tinggi-tinggi ke atas kepala. Mereka langsung meluruk, merangsek Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaat..!"
Menghadapi keroyokan yang begitu banyak, Pendekar Rajawali Sakti tidak mau main-main lagi. Terlebih lagi, hatinya memang sudah begitu geram melihat mereka yang mengacau ketenangan Kotaraja Karang Setra. Begitu kakinya menjejak tanah, cepat sekali kedua telapak tangannya dirapatkan di depan dada. Dan sambil cepat memutar kaki, kedua tangannya dihentakkan hingga melebar ke samping sambil berseru lantang menggelegar.
"Aji Bayu Bajra. Yeaaah...!"
Wusss...!
Seketika itu juga, dan kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti keluar hembusan angin yang sangat keras. Begitu keras hembusannya, sehingga menimbulkan suara menderu bagai terjadi badai yang sangat dahsyat. Dan mereka yang sudah berlompatan menyerang, seketika berpentalan terhempas angin badai yang diciptakan Pendekar Rajawali Sakti. Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi, seketika terdengar saling susul. Tubuh-tubuh beterbangan bagai daun-daun kering tertiup angin. Begitu dahsyatnya aji 'Bayu Bajra' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti, sampai-sampai banyak pepohonan bertumbangan, dan batu-batu berhamburan bagai segumpal kapas tertiup angin.
Sementara, Tujuh Mata Dewa segera mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya untuk menahan gempuran aji 'Bayu Bajra' yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti. Namun, sedikit demi sedikit kaki mereka mulai terdorong ke belakang. Dan para pengikutnya yang hanya memiliki kepandaian rendah, tidak ada yang sanggup menghadapi gempuran angin badai topan ini.
"Hap!"
Begitu Rangga merapatkan kembali kedua telapak tangan di depan dada, seketika itu juga angin badai yang terjadi karena ciptaannya berhenti. Deru angin badai pun tidak terdengar lagi. Tapi, sudah tidak ada seorang pun pengikut Tujuh Mata Dewa yang terlihat berdiri.
"Hhh...!" Panjang sekali Rangga menghembuskan napasnya, begitu pandangannya beredar ke sekeliling. Hutan di lereng Gunung Lanjaran yang semula terlihat indah, Kini sudah porak-poranda bagai diamuk ribuan ekor gajah. Tidak terhitung lagi, berapa banyak pepohonan yang tumbang tercabut sampai ke akar-akarnya. Dan mayat-mayat terlihat bergelimpangan di mana-mana. Tidak sedikit mayat yang tertindih pohon maupun bebatuan. Juga, tidak sedikit pun yang tubuhnya tertancap kayu, atau kepalanya pecah terbentur batu.
Pandangan Pendekar Rajawali Sakti kemudian tertuju pada tujuh orang berpakaian serba hitam yang dikenal sebagai Tujuh Mata Dewa. Mereka juga seakan-akan masih terpana melihat kedahsyatan ilmu kesaktian yang diperlihatkan Pendekar Rajawali Sakti. Begitu banyak jumlah pengikutnya tadi, tapi sekarang tak ada seorang pun yang terlihat lagi. Mereka semua musnah hanya dengan satu pengerahan ilmu saja.
Perlahan Rangga mengayunkan kakinya, menghampiri Tujuh Mata Dewa yang masih terpana. Dan ayunan kaki pemuda berbaju rompi putih ini berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi. Jelas terlihat pada sorot mata, kalau Pendekar Rajawali Sakti mengagumi ilmu tenaga dalam yang dimiliki tujuh orang yang dijuluki Tujuh Mata Dewa dalam menghadapi aji 'Bayu Bajra' tadi. Meskipun tempatnya berdiri tergeser sampai sejauh tiga batang tombak, namun itu sudah menjadi pegangan.
"Sebenarnya bukan kalian yang menjadi sasaranku, Kisanak. Tapi perbuatan kalian pada rakyat Karang Setra sudah memancing kemarahanku," kata Rangga dengan suara terdengar dingin sekali.
"Kau sudah menghancurkan seluruh pengikut kami, Pendekar Rajawali Sakti. Kau harus membayar semua nyawa mereka!" dengus si Mata Dewa Kesatu, geram.
"Kalau kau tidak memerintahkan mereka menyerang, tidak bakalan aku bertindak, Kisanak," sahut Rangga membela diri.
"Setan! Kau harus membayar nyawa mereka! Hiyaaat..!"
Si Mata Dewa Kesatu rupanya tidak bisa lagi menahan kemarahan melihat orang-orangnya sudah musnah terkena aji kesaktian yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti tadi. Dengan kecepatan bagai kilat, dia melompat menyerang. Langsung pedangnya dikebutkan, tepat terarah ke leher pemuda yang selalu mengenakan baju rompi putih ini.
Wuk!
"Hait..!"
Namun dengan hanya sedikit mengegoskan kepala saja, tebasan pedang si Mata Dewa Kesatu berhasil dielakkan Rangga dengan manis sekali. Tapi, si Mata Dewa Kesatu tidak berhenti sampai di situ saja. Begitu pedangnya tidak mengenai sasaran, cepat sekali pedangnya di-putar berbalik, dan langsung dibabatkan ke arah perut.
"Ups...!" Cepat Rangga menarik perutnya ke belakang, hingga tubuhnya agak terbungkuk. Dan ujung pedang si Mata Dewa Kesatu lewat sedikit saja di depan perut Pendekar Rajawali Sakti. Cepat-cepat Rangga menarik kakinya ke belakang tiga langkah, dan langsung menarik tubuhnya agar tegak kembali.
Namun pada saat itu, si Mata Dewa Kesatu sudah melepaskan satu tendangan keras menggeledek yang begitu cepat. Sehingga membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi terbeliak sesaat.
"Hap!" Tidak ada lagi kesempatan bagi Rangga untuk menghindari tendangan itu. Maka terpaksa tangan kanannya diayunkan, menangkis tendangan yang sudah melayang mengarah cepat ke kepalanya. Hingga tak pelak lagi, bagian ujung kaki si Mata Dewa Kesatu berbenturan keras dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti yang mengandung pengerahan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan. Terdengar benturan keras ketika ujung kaki si Mata Dewa Kesatu berbenturan dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Plak!
"Akh...!"
Si Mata Dewa Kesatu cepat melompat ke belakang sambil memekik keras agak tertahan. Namun tubuhnya jadi terhuyung begitu menjejakkan kakinya di tanah. Hampir saja dia jatuh menggelimpang, kalau saja si Mata Dewa Keempat tidak segera menangkapnya.
"Ukh...!" Si Mata Dewa Kesatu jadi mengeluh pendek. Dirasakan kalau tulang kakinya saat itu pasti remuk, akibat berbenturan dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan Rangga terlihat berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Saat itu, Mata Dewa Keenam dan Mata Dewa Kelima sudah melompat maju dengan pedang tersilang di depan dada. Sorot mata mereka begitu tajam, tertuju langsung ke wajah tampan Rangga.
"Kubunuh kau, Bocah! Hiyaaat...!" "Yeaaah...!"

***

84. Pendekar Rajawali Sakti : Tujuh Mata DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang