BAGIAN 7

426 20 0
                                    

Cepat sekali dua orang dari Tujuh Mata Dewa itu melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Namun, begitu pedang mereka berkelebat, tanpa dapat dilihat oleh mata biasa, tahu-tahu pemuda tampan yang selalu mengenakan baju rompi putih itu sudah melesat tinggi ke angkasa. Dan hal ini membuat dua orang berpakaian serba hitam itu jadi kebingungan, karena Rangga tahu-tahu sudah berada di atas sebongkah batu sebesar kerbau.
"Keparat..!" geram si Mata Dewa Keenam sengit. "Hiyaaat..!"
Si Mata Dewa Kelima sudah langsung melompat lagi mengejar Pendekar Rajawali Sakti. Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam, pedangnya dibabatkan ke arah kaki. Tapi begitu mata pedang hampir saja membabat kaki, dengan kecepatan bagai kilat Rangga melompat ke atas. Dan pada saat itu juga, kaki kanannya dihentakkan. Langsung diberikannya satu tendangan keras menggeledek yang disertai pengerahan tenaga dalam.
"Yeaaah...!"
Begitu cepat sekali tendangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga membuat si Mata Dewa Kelima tidak sempat lagi menghindar. Terlebih lagi, saat itu tengah melakukan serangan. Hingga....
Plak!
"Akh...!"
Laki-laki berusia separuh baya berbaju warna hitam pekat agak ketat itu berteriak keras, begitu wajahnya terkena tendangan menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna dari Pendekar Rajawali Sakti. Begitu keras tendangan itu, sampai membuat si Mata Dewa Kelima terpental ke belakang sejauh tiga batang tombak.
Bruk!
Keras sekali tubuh si Mata Dewa Kelima terbanting ke tanah, dan bergulingan beberapa kali. Tubuhnya menggeliat sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya. Tampak darah merembes keluar dari sela-sela jari tangannya. Tapi, tidak berapa lama kemudian seluruh tubuh si Mata Dewa Kelima sudah mengejang kaku dan diam tak bergerak-gerak lagi, begitu kedua tangannya terentang ke samping. Tampak seluruh wajahnya sudah hancur berlumur darah, akibat mendapat tendangan sangat keras dari Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara, Rangga sudah berdiri tegak di tanah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Kematian si Mata Dewa Kelima, tentu saja membuat enam orang lainnya jadi geram. Terlebih lagi, si Mata Dewa Kesatu yang tadi sempat merasakan tingginya tenaga dalam yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti. Meskipun kakinya masih terasa sakit, dia langsung saja melompat sambil membabatkan pedangnya beberapa kali, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa...!"
Bet!
Wuk!
"Hup! Yeaaah...!"
Namun tebasan-tebasan pedang itu manis sekali dapat dielakkan Pendekar Rajawali Sakti dengan meliuk-liukkan tubuh sambil berlompatan beberapa kali. Dan melihat si Mata Dewa Kesatu sudah kembali menyerang, lima orang lainnya yang semuanya mengenakan baju warna hitam pekat langsung saja ikut berlompatan mengeroyok pemuda berbaju rompi putih ini.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Bet!
Wuk!
Pedang-pedang yang berkilat tajam berkelebatan begitu cepat di sekeliling tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Begitu cepatnya serangan-serangan yang dilakukan Tujuh Mata Dewa yang kini jumlahnya tinggal enam orang, sehingga membuat Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan. Serangan-serangan yang datang begitu cepat dan gencar ini, tidak memberi kesempatan sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti untuk menyerang.
Bahkan untuk mencabut pedang saja sama sekali tidak ada kesempatan. Dan ini membuat pemuda itu terpaksa harus berjumpalitan menghindar. Beberapa kali tebasan pedang Tujuh Mata Dewa hampir menyambar tubuhnya, tapi masih bisa dihindari dengan gerakan tubuh manis sekali.
Di saat mendapat serangan yang begitu gencar, Rangga sempat melihat ke atas begitu merasakan adanya bayangan melewati tubuhnya. Tampak Rajawali Putih sudah lebih dekat lagi, hingga tubuhnya yang besar bagai bukit bisa terlihat jelas. Dan tanpa diminta lagi, burung raksasa itu langsung menukik begitu melihat Rangga mulai agak kewalahan menghadapi serangan lawan-lawannya.
"Khraaagkh...!"
Suara Rajawali Putih yang sangat keras memekakkan telinga itu membuat enam orang berpakaian serba hitam yang tengah mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut setengah mati. Begitu terkejutnya, sampai sampai mereka terlompat ke belakang beberapa langkah.
Sementara, Rangga langsung mendongakkan kepala ke atas. Dan bibirnya langsung tersenyum begitu melihat Rajawali Putih berada tidak jauh di atas kepalanya.
Sementara, Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang lagi jadi terlongong. Mulut mereka ternganga dan mata tidak berkedip memandang burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan di atas kepala pemuda berbaju rompi putih ini.
"Kau datang tepat pada waktunya, Rajawali," ujar Rangga senang.
"Khraaagkh...!"
Rajawali Putih menjulurkan kepala ke arah enam orang berpakaian serba hitam. Sementara, Rangga melangkah menghampiri mereka. Kedua tangannya terlipat di depan dada, setelah berhenti dalam jarak sekitar empat langkah lagi di depan Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang lagi.
"Aku akan mengampuni, kalau kalian bisa menunjukkan di mana Siluman Muka Kodok sekarang berada," desis Rangga dingin.
Enam orang yang dijuluki Tujuh Mata Dewa itu tidak langsung menjawab. Mereka saling berpandangan satu sama lain, kemudian sama-sama mengarahkan pandangan pada Rajawali Putih yang masih melayang tidak jauh dari tanah. Sayapnya yang lebar, terus bergerak mengepak. Sehingga, menimbulkan hempasan angin kencang menderu bagai badai. Seumur hidup, belum pernah mereka melihat seekor burung raksasa sebesar ini. Bahkan kelihatan sangat jinak pada Rangga, sehingga membuat hati mereka langsung bergetar. Saat ini, mereka seakan-akan berhadapan dengan dewa yang turun dari kahyangan dan menjelma menjadi manusia. Tidak akan mungkin mereka bisa melawan dewa, meski memakai julukan dewa sekalipun.
"Katakan, dimana Siluman Muka Kodok berada...?" desis Rangga bertanya lagi, dengan suara dibuat sangat dingin.
"Untuk apa kau tanyakan dia?" si Mata Dewa Kesatu malah balik bertanya. Suaranya terdengar agak bergetar. Dan matanya sedikit melirik pada Rajawali Putih yang kini sudah mendarat, mendekam tidak jauh di belakang Rangga. Agak bergetar juga hatinya saat pandangannya bertemu sorot mata burung rajawali raksasa itu. Maka cepat-cepat pandangannya dialihkan pada Rangga.
"Aku punya urusan dengannya," tegas Rangga.
Kembali Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang itu saling berpandangan.
"Dengar! Kalian boleh meninggalkan tempat ini. Keselamatan kalian kujamin, jika mau menunjukkan tempat persembunyian Siluman Muka Kodok," kata Rangga lebih menekan.
"Kau tidak akan bisa menandingi kesaktiannya, Pendekar Rajawali Sakti," ujar si Mata Dewa Ketujuh.
Rangga hanya tersenyum saja mendengar kata-kata itu. Matanya melirik sedikit ke belakang pada Rajawali Putih. Dan burung rajawali raksasa itu mengkirik perlahan, sambil menyorongkan kepalanya ke depan sampai melewati bahu kanan Rangga. Dan pemuda tampan yang selalu mengenakan baju rompi putih itu segera memeluk kepala burung ini sambil memperhatikan enam orang di depannya. Mereka jadi terlongong bengong melihat burung rajawali raksasa yang kelihatan menyeramkan itu sangat manja pada pemuda ini.
"Mungkin saja aku tidak bisa menandingi kesaktiannya. Tapi rajawaliku ini tidak ada tandingannya. Dan kalau aku menghendaki, kalian bisa dibuat bubur olehnya," kata Rangga sedikit mengancam.
Jelas sekali, terlihat enam orang berbaju serba hitam itu jadi bergidik mendengar ancaman Pendekar Rajawali Sakti barusan. Melihat bentuk tubuhnya saja, burung rajawali raksasa itu sudah mengerikan sekali. Apalagi kalau sampai bertindak. Sulit dibayangkan, kalau sampai terkena sabetan sayapnya yang besar itu. Keenam orang yang berjuluk Tujuh Mata Dewa itu menarik kaki ke belakang beberapa langkah. Tapi, Rangga terus mendekatinya, diikuti Rajawali Putih. Hingga, jarak mereka tetap berada sekitar empat langkah saja.
"Apa yang akan kau lakukan pada Siluman Muka Kodok, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya si Mata Dewa Ketujuh ingin tahu.
"Itu urusanku," sahut Rangga tegas, seraya tersenyum.
"Baiklah, Pendekar Rajawali Sakti. Kami akan menunjukkan tempatnya. Tapi dengan satu syarat..." kata si Mata Dewa Ketujuh, terdengar terputus suaranya.
"Katakan," sahut Rangga kalem.
"Izinkan kami melihat pertarunganmu dengannya. Dan kami tidak akan ikut campur nanti," pinta si Mata Dewa Ketujuh, mengajukan syarat.
Tanpa berpikir lagi, Rangga menganggukkan kepalanya, menyetujui usul yang diajukan si Mata Dewa Ketujuh, "Aku mengizinkan kalian. Tapi jika ada yang main curang, Rajawali Putih akan mengambil tindakan. Dan aku tidak akan bertanggung jawab kalau tubuh kalian hancur olehnya," kata Rangga memberi ancaman lagi.
"Kami hanya ingin melihat pertarunganmu saja, Pendekar Rajawali Sakti," kata si Mata Dewa Ketujuh menegaskan.
"Baik. Dan setelah itu, kalian semua harus meninggalkan Gunung Lanjaran ini. Terserah akan pergi ke mana, asal aku tidak lagi mendengar nama kalian semua," tegas Rangga.
Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang itu mengangguk berbarengan, menyetujui permintaan Pendekar Rajawali Sakti. Memang, tidak ada pilihan lain lagi bagi mereka. Dan tentunya, ancaman itu disetujui karena di belakang pemuda itu ada seekor burung rajawali raksasa yang membuat hati langsung bergetar.
"Hup!" Dengan gerakan ringan sekali, Rangga melompat naik ke punggung Rajawali Putih. Perbuatan pemuda berbaju rompi putih itu tentu saja membuat keenam orang yang dikenal berjuluk Tujuh Mata Dewa itu jadi terbeliak.
"Cepat kalian jalan!" seru Rangga.
Begitu menepuk leher Rajawali Putih tiga kali, burung raksasa itu langsung melesat ke angkasa. Begitu cepatnya, hingga dalam sekejapan mata saja sudah melambung tinggi sekali. Bahkan sampai tidak terlihat lagi. Sementara enam orang berpakaian serba hitam itu bergegas meninggalkan tempat yang sudah porak-poranda. Mereka terus bergerak cepat mendaki lereng gunung ini. Sementara, Rangga terus memperhatikan dari angkasa.

84. Pendekar Rajawali Sakti : Tujuh Mata DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang