¦D U A¦

12 2 0
                                    

"Keluar dari zona nyaman memang tak mudah, daripada kita mengurung di zona kita dan tak bisa memandang dunia dengan luas"

Tak mampu pergi - sammy simorangkir

🚣💌

Tamparan keras mengenai sebelah pipi mulusnya, namun seperti mati rasa.

Kebal? Tentu.

Rasa sesak kembali menghampirinya untuk jatuh lebih dalam, tetesan bening yang sungguh menyiksa.

Ia kembali menangis untuk kesekian kalinya, percuma untuk menghentikan apa yang terjadi.

Oh ya, Dara Anggun Gransiska. Dara panggilannya.

Hal apa menurut kalian yang membuat bahagia?

Menurutku hal paling bahagia adalah ketika orang tersayang kita makan di meja yang sama, iya satu meja dengan masakan khas bunda, dengan papa yang menyuruh kita melakukan ibadah secara teratur, dan Kakak yang selalu bela adiknya ketika disakiti.

So impossible for me.

Aku terasingkan dengan keluargaku sendiri, berdiam diri di ruang yang dulunya diisi canda tawa.

Semua menjadi kenangan dan menjadi kelabu sekarang.

"Dar! Maen yok ngelamun wae. " Clara menepuk bahuku dengan keras membuatku tersadar dari lamunan masa lalu.

Merasa tak ada jawaban dariku Clara menepukan tangannya di pipi yang masih terasa sakit karena kemarin.

Aku meringis dan memegangi pipi kananku, Clara masih menatap dan merasa bersalah mungkin karena menpuk pipiku.

"Yah maaf Clara kekencengan ya naboknya? Habis kamu ngelamun lagi."

Aku mendongak menatap wajah lugunya dan tersenyum.

"Yaudah kekantin yok, "

Dan kali ini aku menyutujui ajakannya kebetulan aku tadi belum sarapan, oh so always tak pernah sejak saat dimana Bunda membawaku pergi dari rumah Papa dulu.

Susu kotak yang menggiurkan tenggorokanku dan sebungkus roti kemasan rasa coklat kacang.

"Dar, lewat lapangan yuk? "

Dara mengangguk antusias, "Lo mah Arjuna mulu. " sahut perempuan dibelakangnya yang sedang beralih di samping kirinya.

"Apasih lo Far. "

Fara hanya mendengus, entah darimana cewek itu berasal tapi yang pasti kayanya perempuan tersebut habis selesai latihan basket.

Ketiganya melewati lorong yang cukup singkat hingga berbelok melewati pinggiran lapangan yang biasa digunakan latihan basket laki-laki, khususnya Arjuna si kapten yang selalu hadir disana.

Clara yang tiba-tiba berhenti mendadak dengan tangan kiri yang direntangkan membuat Dara dan Fara mau tak mau berhenti.

"Apaansih Ra? "

"Clara atau Dara! " sewot Dara yang tersinggung dengan panggilan yang membuatnya bingung.

"Yeuh bodo gue selalu manggil lo Dar ya? "

"Sst... Diem. Kebetulan btw, gue tantang kasihin roti sama susu lo?"

Dara langsung menyembunyikan kedua benda yang dipegangnya sejak tadi, mengingat perutnya yang meronta-ronta karena belum terisi.

"Ogah! Iya kalau diterima, gue gamau ya akan ada drama makanan gue dibuang di tong sampah. "

Fara menimpali ucaan Dara yang terlalu negatif, "Belum dicoba udah asumsi. " sindir perempuan itu.

Dara merasa tak terima dengan ucapan Fara yang dari tadi mengundang keributan, "Oke! Gue coba. " sinis Dara yang langsung masuk kearah lapangan bola orange tersebut.

Entah kenapa langkah terasa ringan karena ucapan Fara, tanpa sengaja ucapan tersebut berisi dorongan untuknya agar keluar dari zona nyamannya yang hanya memandang dari kejauhan.

Jedug,

Namun tak hayal dirinya malah tersandung seketika membuat para pemain mengalihkan pandangannya.

Ku pejamkan kedua mataku, bukan karena rasa sakit lantaran rasa malu karena kecorobohonnya sendiri.

Tak peduli roti dan susu itu terpental kemana, ia hanya ingin lenyap seketika dari sana.

Untung saja tak banyak yang memandang dirinya hanya pemain basket dan beberapa siswa yang kebetulan berkepentingan disana.

"Siapa lo?"

🚣💌

Dag dig dug ser sih kalau author jadi Dara wkwk

Oh ya, Clara itu orangnya labil. Jangan heran logatnya berubah-ubah

1 Maret 2020

SHIP LETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang