Hujan

538 52 5
                                    


Hari ini hujan turun deras, menyambut awal tahun. Udara membaur bersama aroma tanah hingga tetesan air menyentuh tanah terdengar jelas. Aku melihat seorang anak laki laki dan perempuan bermain dibawah hujan.

Sejenak aku memperhatikan kedua anak di sebrang jalan itu. Mengingat sesuatu yang membuatku tersenyum.

Flashback

“sungguh ini sangat menyenangkan“ ucap seorang anak laki-laki berlari menghampiriku. Ia menarikku dan berlari dibawah derasnya hujan.

“kenapa kamu narik aku, nanti kalau aku dimarahin bunda gimana?”

“bunda gak akan marah kalau mainnya sama aku” ucapannya meyakinkanku, hingga beberapa saat bermain akhirnya bunda datang dan memarahiku.

Sungguh aku tidak mempercayai ucapannya lagi. Bagaimana bisa ia berlari saat melihat bunda memarahiku. Menyebalkan ucapku.

Flashback off

“apa yang sedang kamu pikirkan?”

“tidak ada” aku tersenyum pada rio, ia seorang pelayan cafe sangat ramah dan tak jarang aku bercerita tentang hari hariku. Aku sudah biasa mendatangi cafe yang terletak di persimpangan jalan yang tidak jauh dari rumahku.

Cafe ini tidak terlalu ramai pengunjung membuatku sangat sering datang ketempat ini sekedar meminum affogato.

Menjelang sore aku kembali ke rumah. Hampir seharian disana menghabiskan waktu luangku dengan menulis cerita dan menikmati affogato.

--

Aku terbangun dan melihat ke arah jam. "Pukul sebelas" aku bangkit dari tempat tidur  menuju ke arah dapur untuk minum.

"Noona, tolong bukakan pintunya" teriak seorang laki laki mengagetkanku.

Aku berjalan ke arah pintu dan mengintip dari balik jendela, Benar saja dia baru pulang selarut ini. Aku membiarkan dia dan berjalan menuju ruang tengah memasang earphone dan membaringkan tubuhku di sofa.

Drrttt

Devan
"Noona, tolong bukakan pintunya"
"Noona"

Nada Adisty
"Siapa ya? "


Devan
"Adikmu devan, tolong bukakan pintu"

Nada Adisty
"Aku tidak punya adik bernama Devan"


Devan
"Noona aku mohon bukakan pintunya"

Read

Devan
"Aku kedinginan, diluar hujan"

Aku melepas earphone ku dan Benar diluar hujan. Akhirnya aku memutuskan membukakannya pintu. Ia tengah berjongkok di depan pintu memeluk lututnya.

Kali ini kau selamat, batinku.

--

Hari ini aku bangun lebih awal karna ada event di sekolah dan harus menyiapkan sarapan. Aku terbiasa begini orangtua ku sibuk dengan pekerjaannya, entah sampai kapan mereka akan meninggalkanku dan adikku.

Mereka hanya memikirkan pekerjaannya, menurut mereka dengan memberi kami uang dan kebutuhan yang mencukupi kami akan bahagia. Padahal tidak sama sekali, kebahagiaan tidak bisa di beli dalam bentuk apapun.

Setelah selesai menyiapkan makanan, aku berjalan menuju kamar Devan. Melihatnya masih tertidur dengan lelap aku tersenyum dan terlintas ide jahil. Aku mengubah jam wekernya menjadi jam 6.45 dan kembali ke kamar untuk bersiap siap.

DEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang