1 | choices

170 30 0
                                    

Kaki Seungwan bergerak dengan gelisah dibawah meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaki Seungwan bergerak dengan gelisah dibawah meja. Matanya sesekali beralih ke jam tangan yang berada di pergelangan tangan kanannya. Seungwan tidak sabar. Tapi ia tidak punya pilihan lain, ini permintaan pacarnya. Seungwan sudah berkali-kali membatalkan janji makan malam mereka. Setidaknya Seungwan tidak boleh mengacaukan makan malam kali ini.

"Seungwan,"

Perhatian Seungwan terbuyarkan dan lalu ia menengok ke sumber suara. Di hadapannya, pacarnya sudah menatap Seungwan dengan aneh karena ia tidak bisa diam sedari tadi.

"Ya, sayang?" Kata Seungwan dengan nada setenang dan semanis mungkin.

"Kamu kenapa?" Tanyanya lagi.

"Ah, enggak." Kata Seungwan lalu menaruh alat makan dengan perlahan lalu mengambil tasnya. "Aku ke toilet sebentar ya."

Seungwan langsung beranjak tanpa menunggu respons dari lelaki yang duduk dihadapannya itu. Seungwan mengambil langkah besar ke toilet wanita. Setelah itu Seungwan mengambil ponsel dari dalam tasnya. Tangan Seungwan dengan lihai mencari satu nama yang sudah berusahan untuk menghubungi Seungwan dari sore, tapi karena ia ada makan malam jadi terpaksa ia tidak menyalakan nada dering ponselnya.

Seungwan menaruh benda pipih itu di telinganya yang penuh dengan piercings berkilap, membuat penampilannya malam itu makin terlihat mewah. Seungwan menunggu sambil was-was dengan keadaan disekitarnya.

"Sooyoung."

"Kak! Gue udah berusaha nelfon lo daritadi! Susah banget sih!" Kata gadis di sebrang sana yang dipanggil Sooyoung.

"Iya, maaf. Gue lagi dinner sama Yoongi." Kata Seungwan. "Gimana? Bisa?"

"Nggak bisa, kak. Lo harus kesini sekarang juga." Kata Sooyoung. "Please jangan bilang lo masih disana."

"Gue gak bisa." Seungwan menghela nafas. "Kalo mereka minta bayar denda, gapapa, gue bayar. Tapi untuk gue hadir disana, gue bener-bener nggak bisa."

"Kak, tolong diinget. Lo bukan berurusan sama orang biasa. Dia udah ngincer lo dan gak menutup kemungkinan dia bisa ngincer Yoongi."

Seungwan terdiam. Berusaha untuk memikirkan peluang yang ada. Namun nihil, ini bukan lah pilihan yang mudah bagi Seungwan. Kalau Seungwan yang diincar itu sudah hal yang biasa, tapi kalau orang lain terlebih lagi orang itu adalah Yoongi, Seungwan tidak bisa membiarkan itu terjadi.

"30 menit gue sampai sana."

"Nggak bisa, kak. Mereka mulai 15 menit lagi–"

"20 menit, Joy, tolong."

Mendengar nama samarannya disebut, Sooyoung langsung paham Seungwan sedang sangat serius sekarang. Dan ketika Seungwan sudah serius, apapun yang ia katakan, ia tidak akan mengingkarinya.

Sooyoung mengangguk, walaupun Seungwan tidak bisa melihatnya. "Iya, Wen. Hati-hati dijalan."

Setelah itu telefon terputus dan meninggalkan Seungwan yang terdiam di dalam toilet restoran mewah yang hening. Seungwan sejak awal memang sudah tidak punya pilihan, dan ia juga sudah salah sejak awal mempercayai ucapan pria itu. Sial memang.

Seungwan mengatur nafasnya lalu kembali ke mejanya. Makanan mewah di hadapannya kini sudah dingin, begitu juga tangan Seungwan. Bagi gadis berambut pirang itu, tidak ada yang lebih ia takutkan di dunia ini selain melihat wajah kecewa Yoongi, pacarnya.

Min Yoongi adalah satu-satunya kelemahan yang Seungwan punya. Seungwan selalu merasa ia tinggal sendirian di dunia ini, namun walaupun begitu, Seungwan tetap tidak takut dengan apapun. Bahkan ketika ia dipukuli dijalanan, ia tidak merasa takut. Sakit memang, tapi ia tidak merasa takut. Saat itulah Yoongi datang.

Yoongi membawa Seungwan ke rumah sakit terdekat dan mengobatinya. Seungwan tidak punya tempat tinggal saat itu, jadi Yoongi membiarkan Seungwan tinggal di apartmennya untuk beberapa hari. Yoongi terlihat sangat dingin saat itu, tapi setelah beberapa minggu mengenalnya, ternyata Yoongi adalah pria paling hangat dan paling manis yang pernah Seungwan kenal.

Rasanya Yoongi mampu menarik Seungwan dari jurang terdalam dan tergelap. Yoongi mampu membuat Seungwan merasa berharga setiap mereka bersmaa. Tapi yang terpenting, Yoongi mampu membuat Seungwan merasa disayangi. Dan karena Yoongi-lah, Seungwan bisa merasakan hangatnya pelukan dan manisnya kecupan.

"Yoon?" Panggil Seungwan pelan. Bahkan ia bisa merasakan wajahnya memucat saking takutnya melihat Yoongi kecewa.

"Hm?" Yoongi mendongak, menatap gadis kesayangannya itu. "Kamu gapapa, sayang? Kamu pucat."

Seungwan makin ciut saat merasakan tatapan lembut dan khawatir dari Yoongi. Rarusnya memang Seungwan langsung bicara tanpa menatap Yoongi. Rasanya itu lebih baik. Karena kalau begini, bisa-bisa Seungwan tidak bisa berkata-kata.

Kaki Seungwan bergerak dengan gelisah lagi, tangannya memainkan ujung piring dihadapannya, matanya menolak menatap Yoongi. Seungwan harus menemukan cara untuk bicara, kalau tidak semuanya akan terlambat.

Yoongi mengusap tangan Seungwan tapi agak terkejut karena tangan Seungwan terasa dingin. "Seungwan, kamu kenapa?"

"Enggak, aku–"

Belum selesai Seungwan bicara, perhatian mereka berdua teralihkan dengan ponsel Seungwan yang bergetar diatas meja. Tertulis jelas nama "Joy" di layar ponsel itu. Seungwan dengan gesit langsung membalik ponselnya dan menekan tombol lock untuk me-reject­ telfon masuk dari Sooyoung.

"Aku–"

"Itu alasannya kamu daritadi nggak bisa diem, gelisah, sedikit-sedikit ngeliat jam." Ucap Yoongi dengan pelan, nadanya dingin. Seungwan jelas mengerti Yoongi tidak menyukai keadaan ini.

"Aku bisa jelasin." Seungwan berucap, menatap Yoongi yang sudah kehilangan nafsu makan.

¤¤¤¤¤

𝙍𝙖𝙘𝙚𝙧𝙨 ➷ wengaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang