AKU.

460 31 9
                                    

Aku laki laki. Namun setiap harinya aku menahan diriku sendiri agar tidak menangis. Menangisi segala hal yang telah terjadi dalam hidupku. Hal yang kupikir lebih baik dari kematian. Hal yang kupikir akan menjadi cahaya harapan.

Sia-sia. Hidupku selama disini hanya diisi dengan penderitaan. Namun, aku tetap ingin bertahan. Aku tak pernah putus harapan. Aku juga tak pernah menyerah begitu saja.

Yah..

Aku menurut. Aku melakukan apapun yang orang lain suruh padaku. Aku memakan apapun yang disuguhkan untukku. Aku mengiyakan pendapat orang lain tentangku.

Tujuanku? Hanya tidak ingin membuat masalah sampai hari dimana aku bisa melarikan diri dari tempat ini.

Lambda. Aku akan menghancurkanmu seperti Emma dan Ray yang menghancurkan House.

Semoga mereka berhasil melakukannya.

Douka.

Sebesar apapun penderitaanku disini, aku akan selalu mendoakan keberhasilan mereka. Aku akan meminta pada tuhan agar mereka selamat dan menemukan dunia yang selama ini kami bayangkan.

Aku merindukan mereka.

"21194. Kau akan menjalani tes harian." seseorang berbicara melalui monitor yang tersalur ke kamarku. Ini bukan suara dokter yang setiap hari kudengar.

Aku memperbaiki kemeja putihku yang lusuh saat kupakai berbaring. Berjalan kearah pintu lalu berdiri disana, "Baik. Saya sudah siap. Anda bisa membuka pintunya."

Pintu terbuka setelah terdengar bunyi keyboard yang ditekan beberapa kali.

Sesuai dugaanku. Hari ini akan ada 6 orang yang mengawalku ke arah ruangan dimana aku akan menjalankan tes harian. Dua diantaranya adalah ilmuwan yang menelitiku.

Tidak. Tunggu.

Seseorang lagi datang dari belakang mereka.

"Pagi, Norman." orang itu menyapaku dengan senyum cerah seperti biasa.

"Pagi, tuan Peter." Aku menyunggingkan senyum manis saat menyapanya hingga mataku menyipit. Aku terbiasa menunjukkan pada semua orang jika aku tenang dan bahagia disini.

"Bagaimana kabarmu? Sepertinya baik yah. Aku disini ingin melihat perkembanganmu." aku masih diposisiku dengan senyum tenang.

"Semoga Saya tidak mengecewakan anda." itulah akhir pembicaan yang selalu terjadi.

Aku tak pernah berbicara lama dengan orang itu. Pembicaraan kami saat bertemu dalam kurun waktu selama 18 bulan ini hanya diisi dengan kalimat basa-basi.

Tidak. Semua pembicaraanku dengan mereka yang ada disini hanya untuk basa-basi dan hal penting saja. Aku tak pernah ingin mengakrabkan diri. Begitu juga dengan mereka yang hanya menganggapku sebagai ternak dan tikus percobaan.

Aku bukan manusia, selama aku berada di dunia terkutuk ini.

.
.
.

Kali ini aku menjawab soal tes harianku sebelum waktu yang ditentukan habis. Semua orang yang mengawasiku terlihat kagum dan senang, apalagi saat mengetahui bahwa semua jawabanku benar.

Mereka bersorak entah untuk apa. Aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Ruangan kaca ini membatasi suara yang masuk dari sana.

Peter Ratri melihatku. Ia tersenyum kearahku. Tatapannya yang memandangku begitu dalam sangat sulit diartikan. Seperti tengah menahan rindu namun juga ingin mengulitiku hidup-hidup.

Aku membalasnya dengan senyum manis seperti biasa. Aku tak tau apa yang ada dipikirannya saat menatapku. Tapi sudahlah. Dialah orang yang mengadopsiku. Berarti dialah ayahku. Aku akan bersikap selayaknya anak yang baik hati untuknya.

Aku keluar dari ruangan itu setelah mendapat perintah dari salah satu ilmuwan yang menelitiku.

Saat keluar, aku disambut dengan senyum bahagia oleh mereka. Mau tak mau aku menyambutnya dengan senyum yang sama.

"Baiklah, Norman. Kami akan memeriksa hasil operasi minggu lalu." Eh! Aku hanya mengangguk pelan menjawab orang yang mengajakku bicara.

Aku baru ingat, jika minggu lalu aku masuk kedalam ruang operasi tanpa tahu apa yang mereka lakukan pada tubuhku. Katanya mereka ingin mengubah tubuhku sesuai permintaan ayah yang mengadopsiku.

Aku tak terlalu paham, bukan berarti aku tak bisa memikirkannya, aku hanya merasa takut dengan pikiranku sendiri.

Yang kutahu hanya bagian bawah tubuhku terbungkus perban. Lebih tepatnya alat kelaminku. Perban itu diganti setiap malam dan aku selalu dibius hingga pingsan saat mereka melakukannya. Jadi aku tak tau apapun yang terjadi.

Aku tidak bisa sembarangan menyelidikinya, ruangan kamarku diberi banyak kamera dan alat penyadap. Aku selalu membatasi gerakanku dan tetap membuat mereka percaya sepenuhnya padaku.

"Baiklah Norman. Ikutlah dengan kami," perintah dari orang yang sama.

Aku hanya menurut seperti biasa. Mengikuti orang itu yang berjalan duluan dengan dikawal beberapa orang ber jas lab putih, satu orang ilmuwan lainnya dan Peter Ratri yang sepertinya juga ingin melihat hasil operasinya.

Aku sampai di dalam ruangannya kemudian disuruh duduk. Celana yang kupakai sudah kutanggalkan. Satu ilmuwan duduk di depanku dan mulai membuka perban yang melilit tubuh bagian bawahku.

Selama perban itu ada di tubuhku aku benar-benar tidak bisa merasakan apa yang ada di dalamnya, aku tak tahu apa memang diberi obat atau semacamnya. Aku tak pernah merabanya, mungkin karena itu aku tak tahu apapun yang terjadi di tubuh bagian bawahku.

Saat perban itu terbuka.

"Selamat Norman! Sekarang kau adalah seorang gadis."

TBC.
>~<

Ini maybe masih berantakan tulisannya. Jadi kalau berkenan silahkan mengkeritik dan memberi saran :D

Ditunggu Bintang dan komennya yah >~<

(fe)MALE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang