ONE DAY - 5

3.8K 319 90
                                    

Sakura masih terdiam di tepi tempat tidur berukuran sedang dengan motif hello kitty, sepasang bola mata berwarna hijaunya tak pernah lepas dari wajah polos Himawari yang mungkin sedang bermimpi indah dalam tidurnya. Pandangan matanya begitu lembut, namun jika diperhatikan lebih seksama, terdapat sebuah luka di sana. Melihat kemiripan dari putri yang dirawatnya sedari kecil dan juga Hinata yang tak lain ibu kandung gadis itu, membuat hatinya tercubit.

Ketika melihat Himawari, Sakura selalu berpikir  mungkin karena itulah Sasuke tak pernah menatap ke arahnya. Karena Himawari dan Hinata benar-benar mirip layaknya pinang dibelah dua. Mulai dari bentuk wajah, bola matanya, hidung mancungnya, serta rambut warna rambutnya.

Hembusan napas lelah keluar dari celah bibir Sakura ketika mengusap pelan pipi Himawari kemudian tersenyum pedih. Liquid bening kembali berkumpul di pelupuk mata. "Jika ibumu tidak pernah muncul di antara papa dan mama, mungkin keadaannya tak akan sesulit ini," bisiknya.

Air matanya tumpah. Sakura kembali menangis dalam keheningan, seolah tengah meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Jujur, ia tak pernah bisa menahan air matanya saat memikirkan hal tersebut, hal-hal yang membuatnya merasakan sakit namun juga bahagia di waktu bersamaan.

Bahagia karena selalu bisa berada di sisi pria yang ia kagumi hampir sepanjang hidupnya, dan sakit karena tak bisa memiliki hati lelaki itu walau sedikit. Karena pada kenyataannya, hati Uchiha Sasuke telah dimiliki Hinata sepenuhnya.

"Sasuke-kun, bisakah aku memiliki dirimu?" bisik Sakura lagi. "Satu hari, hanya satu hari. Bisakah aku memiliki seluruhnya dirimu? Bukan cuma ragamu, tapi juga hatimu." Kalimat itu terucap bersama sebuah isakan yang terdengar samar, membuat siapa pun yang mendengar bisa merasakan apa yang tengah perempuan itu rasakan.

Kesedihan, keputusasaan, ketegaran,  bahkan mungkin kerapuhan, semuanya berbaur menjadi satu. Luruh dalam tangisan yang begitu terdengar menyakitkan.

Sakura terluka. Sangat. Itu sudah menjadi rahasia umum. Semua orang terdekatnya mengetahui hal itu.

Tapi Sakura tahu, seharusnya ia tidak boleh seperti ini. Di sini dialah yang mengambil keputusan, dan tak seharusnya menyesali itu. Keputusan yang ia ambil lima tahun lalu setidaknya telah menyebabkan beberapa orang terluka, termasuk dirinya dan juga dia.

Dari luar, Sakura bisa menjadi wanita kuat, wanita yang selalu menampilkan senyum agar tak membuat orang-orang yang peduli padanya menjadi cemas. Padahal sebenarnya, ia hanyalah seorang wanita rapuh, yang kapan saja bisa hancur layaknya kaca yang bisa pecah ketika terkena benturan.

Sakura mencoba kembali tersenyum, mengusap kedua pipinya yang kini basah karena air mata dan memilih untuk mengecup dahi Himawari sekilas sebelum akhirnya beranjak dari sana.

Sasuke yang hendak masuk menuju kamar sang putri sontak menghentikan langkah, terpaku di depan pintu ketika telinganya tak sengaja mendengar curahan hati sang istri disertai dengan isakkan yang samar terdengar. Dadanya mengencang, kedua tangannya terkepal erat, rasa bersalah di dalam dirinya kembali menguar begitu saja saat mendengar isakan demi isakan keluar dari celah bibir perempuan yang berstatus sebagai istrinya tersebut. Ia menghela napas, memilih untuk mengurungkan niatnya memasuki kamar bernuansa merah muda tersebut kemudian berbalik, bergegas pergi untuk menemui seseorang yang telah membuat janji dengannya.

Lagi-lagi, Sasuke kembali menorehkan luka di hati perempuan yang telah membesarkan putrinya dengan penuh kasih sayang.

Selalu seperti itu.

Tuhan, haruskah ia terus mencoba?

***

"Apa kau sudah memberikannya pada Sakura, Ino?"

ONE DAY (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang