Ketiga.Siapa yang sangka kalau kunjungan Jeongguk membuat SeokJin memenangkan paket lotre. Ia seperti kejatuhan rejeki nomplok ketika NamJoon mengajaknya keluar ke taman bermain. Meski kedengaran kekanakan dan jadi seperti orang yang tidak serius, SeokJin tidak merasa demikian.
Ia masih ingat, minggu malam bersalju yang dingin. Keduanya sama-sama tidak bawa payung dan cuma berbekal mantel. SeokJin sendiri sudah mengenakan baju berlapis dari rumah, tapi ia tidak bisa memastikan apakah NamJoon juga melakukan hal serupa. Awalnya memang ia tidak mau menyinggung soal suhu udara yang semakin mendingin. SeokJin takut kalau NamJoon bakal mengira itu sebagai ajakan untuk pulang saja ketimbang melanjutkan sampai tengah malam.
Bianglala yang mereka naiki berhenti di jarum jam dua belas malam. Banyak orang di bawah berteriak kalau mereka mengalami kerusakan teknik. Sedang berusaha diperbaiki dan bakal berjalan dengan normal sekitar lima menit dari sekarang.
Tapi SeokJin sudah dibayang-bayangi semua kemungkinan. Hal apa yang bakal ia lakukan kalau sampai besok, tidak akan ada orang yang datang menolong. Bagaimana pula kalau mereka membeku di atas sini atau SeokJin yang menyesali tidak makan kue beras di atas kulkas.
Di seberang tempat duduknya, SeokJin bisa melihat tubuh NamJoon yang bersandar dengan santai. Seakan keadaan seperti ini bukan salah satu hal yang jadi faktor ketakutan. Kedua tangannya bertaut dan saling menghangatkan. Mantel abu-abu gelap yang NamJoon kenangan, jadi sedikit mengabur karena uapan napas darinya.
"Kamu tidak khawatir, kalau kita tidak bisa turun dari sini?" Tanya Seokjin spontan. Di saat seperti ini, seperti tidak ada gunanya untuk basa-basi. Ia bakal berkata blak-blakan kalau ini merupakan saat terakhir ia hidup. "Sepertinya kalem sekali, dari tadi."
"Apa kelihatannya begitu?"
"Aku melihatnya, iya."
Tangan kanan NamJoon menggenggam gagang pintu bilik bianglala mereka. Menyebabkan getaran dan pergerakan yang tidak SeokJin inginkan. Ia buru-buru berpegangan pada apapun yang bisa tangannya raih. Sejauh ini, ia sudah menyentuh atap dan jendela.
"Jangan bergerak, Joon. Kita bisa jatuh!" Pekik SeokJin sambil memandangi sekitaran khawatir.
"Tidak, kok." NamJoon bersikuku menengok ke bawah. Entah hendak memastikan apa. "Aku bisa pastikan."
Apa pula yang hendak NamJoon pastikan, SeokJin sudah tidak mau ambil pusing. Ia harus bisa menyelamatkan dirinya sendiri, kalau perlu. Baik ia ataupun NamJoon, mereka sama-sama tidak berdaya. Tidak ada yang bisa ia lakukan.
Tubuh NamJoon kembali santai di atas kursi. Kedua alisnya mengerut dengan jari telunjuk yang berputar-putar mirip angin puting beliung. Tidak ada sumber cahaya selain bulan di angkasa dan beberapa cahaya lampu tersisa di bawah.
Dari balik kulit NamJoon, memercik petir-petir putih dan menari di atas tangannya. Nyalanya hampir sama seperti aliran listrik konslet di kabel. Ujungnya menjilat-jilat udara dan SeokJin memekik karena tidak tahan dengan keanehan di hadapan. Suaranya menggema dan berhasil membuat NamJoon tutup kuping. Alhasil, percikan listrinya menghilang.
"Apa-apaan itu tadi?" Tanya SeokJin. Kedua kakinya naik ke atas kursi sambil mengambil ancang-ancang untuk membuka pintu. Kalau ia tidak ingat bahwa sedang berada di ketinggian lebih dari dua puluh kaki, mungkin SeokJin bakal berlari dari sini, sejak tadi.
"Apa?"
NamJoon justru memandangnya dengan raup wajah tidak mengerti.
"Itu yang menyala." SeokJin sekuat tenaga mengatur kembali napasnya. "NamJoon, kamu semacam manusia super atau bagaimana?"
NamJoon terbahak-bahak sampai kedua matanya menghilang di balik kelopak. Membentuk garis bulan sabit dan dua lesung yang membuat pipinya seperti tertarik benang ke dalam. Wajah itu adalah ungkapan kebahagian terbesar yang pernah SeokJin lihat.
"Pertama, aku bukan manusia super." NamJoon masih mengusap-usap perutnya yang kram akibat terlalu banyak tertawa. "Kedua, aku mencoba menyelamatkan kita. Jadi jangan berteriak seperti tadi."
"Bagaimana caranya? Kamu kelihatan hendak menyetrum sesuatu."
"Memang iya."
Kini percikan petir muncul dari ke sepulu jari tangan NamJoon. Sulurnya mengalir ke sekitaran SeokJin yang merinding dan berjalan-jalan ke bawah.
SeokJin buru-buru menengok ke luar jendela supaya tahu kemana arah ekor listrik itu berlabu.
Mereka berhenti di kotak besi besar berwarna biru dengan cat yang mengelupas di beberapa bagian. Mungkin itu pusat aliran listri dari semua wahana. Sulur listrik NamJoon membuka penutup lewat lubang kunci dan menyisakan kumpulan kabel dengan beberapa bagian yang disegel.
Mata NamJoon memicing ketika ia menemukan kabel bermasalah. Setiap ekor listrinya menyambung beberapa. Sampai satu menit berlalu dan mereka kembali kepada ayah nya.
"Sudah."
Bersamaan dengan NamJoon yang membenahi duduknya, bianglala kembali berjalan. Lampu-lampu kembali menyala di bawah. Disambut dengan sorak sorai pengunjung lain.
Sadar atau tidak, SeokJin jadi ikut tersenyum kesenangan. Manik matanya menerawang ke sekitaran dan kembali pada sosok NamJoon tepat di hadapannya. Sedang melakukan hal yang sama pula, memandangi.
"Aku tidak tahu apa yang kamu lakukan tapi terimakasih," kata SeokJin. "Kita bisa pulang tanpa menunggu matahari terbit."
"Sama-sama." NamJoon masih dalam posisi yang sama. Memandangi SeokJin tanpa berkedip. Sejenak, SeokJin kembali ke saat dimana mereka pertama bertemu. Bedanya sekarang mereka tidak ada di café dan cahaya yang menimpa NamJoon bukan lampu ruangan tapi rembulan.
"Apa kamu bakal tersinggung kalau aku tanya, sebenarnya apa yang baru saja kamu lakukan?"
"Aku bakal menjawab satu. Pertanyaan mana yang menurut kamu penting?"
Sekuat tenaga SeokJin memilah-milah pertanyaan. Apa kiranya yang bakal dijawab NamJoon dan kalimat apa yang bisa mencangkup semuanya. SeokJin menemukannya meski mungkin ia bakal dibenci NamJoon, nantinya. Tapi ia harus mencari tahu untuk memuaskan rasa penasarannya.
"Kamu sebenarnya apa?" Tanya SeokJin.
Ujung bibir NamJoon terangkat dan menyunggingkan senyum. "Pertanyaan bagus. Tapi jawabannya bakal ada satu bulan lagi."
"Curang sekali, anak muda."
"Aku bakal mendaki ke Yunani."
"Dan?"
"Tentu saja aku mengajak kamu."
Yang benar saja, batin SeokJin. Tapi kalau dipikir-pikir, ia bakal punya jatah libur kuliah bulan depan. Dan ini kesempatan bagus karena SeokJin tidak pernah ke luar negeri sama sekali. Ini bakal jadi momentum langka. "Baiklah. Aku ikut."
...

KAMU SEDANG MEMBACA
Cosmogyral
Fanfiction[ COMPLETE ] : NamJin Orphic's spin-off: Zeus dan Hera. Kim NamJoon dan Kim SeokJin. Menceritakan tentang bertemunya Keturunan Dewi Hera dan Zeus. SeokJin, seorang mahasiswa kedokteran yang merasa dunia ada di ujung tanduk, harus meminta maaf pada p...