Tak Kasat Mata

375 17 3
                                    

Semenjak mengetahui fakta bahwa dirinya adalah anak kembar dan kembarannya meninggal secara misterius, setiap malam Davina sering kali terbangun dari tidurnya akibat mimpi buruk yang dia alami. Mimpi buruk itu selalu datang setiap gadis yang kini tengah duduk di bangku kelas sebelas SMA ini menutup matanya. Mimpi buruk yang dia alami setiap malamnya selalu mimpi yang sama. Bahkan setiap malam mimpi itu makin jelas dan mengerikan saja. Di kala malam tiba, Davina selalu menyediakan secangkir kopi untuk mencegah rasa kantuk agar tidak menyerang dirinya. Gara-gara mimpi itu juga Davina selalu takut untuk memejamkan mata untuk tidur. Akibatnya, dia selalu ketiduran saat jam pelajaran gara-gara begadang semalaman. Hal ini tidak hanya terjadi sekali-dua kali saja, tapi ini sudah kelima kalinya Davina ditegur oleh guru, gara-gara tidur saat jam pelajaran.

Seperti biasa, malam ini Davina sudah menyiapkan secangkir kopi hangat kesukaannya untuk menemaninya begadang. Untuk menghabiskan malamnya yang panjang, biasanya Davina duduk di depan komputernya untuk menulis novel. Davina sudah beberapa kali menerbitkan novel dengan genre romatis, tapi kali ini dia ingin mencoba menerbitkan novel dengan genre horor. Saat dia sedang asyik merangkai kata demi kata dalam novelnya itu, tiba-tiba ada angin kencang yang berhembus masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai dua itu. Rambut hitam panjang Davina yang tadi tergerai rapi, kini berantakan ke sana-kemari. Daun jendela kamar Davina pun sempat beberapa kali terhempas oleh angin tadi. Davina pun berjalan kearah jendela kamarnya berniat untuk menutupnya kembali.

"Tidak ada hujan, tidak ada mendung, tapi kenapa anginnya kencang banget, ya?" Davina memandang ke langit malam yang tampak indah dengan bulan dan bintang yang menghiasinya. "Aneh," gerutunya dalam hati.

Kemudian dia mengeluarkan kepalanya dari jendela dan melihat sekeliling rumahnya yang tampak sepi tak ada aktifitas apa pun. Namun, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah pohon yang ada di sudut halaman rumah. Awalnya, Davina tak melihat seorang pun di sana, tapi kini dia melihat seorang gadis seumurannya yang mengenakan gaun putih panjang yang indah sedang berdiri di sana dan menatap ke arahnya. Davina berkali-kali menggosok-gosok matanya seraya meyakinkan diri apakah benar dia melihat seorang gadis di sana atau tidak. Sudah tiga kali dia melakukan hal yang sama, namun gadis itu tetap ada di sana dan terus menatapnya dengan tatapan yang dalam. Sebagai manusia yang normal, hal itu membuat Davina penasaran. Dia pun berlari keluar kamar dan pergi ke halaman rumahnya yang gelap dan sepi. Davina terus menysuri halaman rumahnya, namun dia tak menemukan gadis yang dilihatnya di awal tadi.

"Di mana gadis itu? Tadi dia 'kan, ada disini. Kenapa sekarang tidak ada, ya?" bisik Davina dalam hati. "Siapa gadis itu? Apa yang dia lakukan malam-malam seperti ini?" Davina bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Saat itu dalam benak Davina sudah penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang haus akan jawaban. "Jadi merinding," gumam Davina sambil meraba tengkuknya. Kemudian Davina pun berlari ke dalam rumahnya lagi. Tak sengaja dia melintas di hadapan sebuah kalender dan matanya langsung melotot. "Malam Jumat Kliwon," bisiknya dalam hati. "Pantas saja suasana malam ini agak mencekam," katanya. Dia pun segera kembali ke kamar. "Tapi tetap saja ini tidak seperti biasanya. Tidak biasanya aku melihat makhluk tak kasat mata."

Setelah kejadian tadi, Davina jadi tidak konsen untuk melanjutkan novelnya, sebab dalam kepalanya kini terdapat tanda tanya besar. Dia pun mematikan komputer dan berbaring sejenak di atas kasur. Sepersekian detik dia memejamkan mata, Davina seperti mendengar suara lirih meminta tolong. Davina terkesiap, dia menajamkan pendengaran. Suara itu terdengar lagi. Jantung gadis itu mulai berdegup kencang, darangnya berdesir-desir. Tiba-tiba, serasa ada yang menyentuh tangannya, rasanya dingin bagai membeku. Davina mulai parno, dia melangkah menjauh dari ranjang dan berdiri di tengah-tengah kamar. Pendengaran Davina kembali digelitik dengan suara langkah kaki menuruni tangga. Dengan rasa takut yang telah merayapi diri, dia membuka pintu perlahan dan mengintip keluar. Jelas sekali dia melihat seorang gadis berjalan dengan putus asa menuruni tangga ke lantai bawah. Davina merasa tertantang, dia mengikuti sosok tersebut. Akan tetapi, setelah sampai di lantai bawah tidak ada siapa-siapa di sana, hanya saja pintu utama terbuka lebar yang artinya ada orang yang baru saja keluar. Davina menutup pintu, dia pastikan kalau dia menguncinya kali ini. Untuk menenangkan diri, dia pergi ke dapur dan meminum segelas air.

Pengantin dari Alam BakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang