Prologue

289 30 4
                                    

Di sebuah apartermen kecil di daerah Busan.

Seorang wanita berambut hitam legam tengah mengadah, menatap gelapnya langit Kota Busan yang dihias oleh bulan dan bintang-bintang.

Ruangan apartermennya hanya diterangi oleh sinar rembulan yang seakan-akan menemani wanita itu ditengah-tengah kesedihan dan kesepian yang melanda dirinya.

Ditemani juga oleh suara jangkrik yang berbaur dengan isak tangisnya yang memilukan.

Mengapa ia diberi cobaan yang tiada hentinya? Mengapa Tuhan tidak kunjung mengabulkan doanya? Mengapa dunia ini sungguh kejam kepadanya? APA SALAHNYA?

Angin berhembus semakin kencang menandakan malam sudah semakin larut. Namun wanita itu tetap berada di sana, tidak peduli bila tubuhnya kedinginan ataupun nantinya ia akan sakit.

Sepasang tangannya menangkup menjadi satu–saling mengaitkan satu dengan yang lainnya. Menutup mata coklatnya dan berdoa dengan sepenuh hati untuk kesekian kalinya.

"Tuhan... Kumohon bantulah hambamu yang berdosa ini. Aku tidak ingin hidup seperti ini..." pintanya dengan setulus hati untuk kesekian kalinya.

Isak tangisnya semakin terdengar memilukan. Ia berusaha menghapus air mata yang senang tiasa keluar dari kelopak matanya yang indah namun tercuma, ia tetap tidak bisa menghentikan tangisnya hingga pagi nanti.

Ia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.

Jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Kini waktunya untuk tidur. Namun, ia merasakan kakinya yang sangat berat.

Srek...

Terdengar suara dari belakang tubuhnya. Dengan spontan, ia membalikkan tubuhnya akan tetapi tidak ada siapa-siapa.

Kakinya kini tidak lagi terasa berat, ia berjalan dengan berhati-hati sembari memperhatikan sekitarnya–mencari asal suara tersebut.

Ia mendekati dinding dan menghidupkan lampu. Namun ada yang aneh, lampunya hidup-mati.

Srek...

Wanita itu kembali berbalik menghadap ke jendela tempatnya tadi berdiri dan lampu mati secara mendadak.

Tirai-tirai jendela yang kusam berterbangan.

Bukan, bukan angin malam yang menyebabkan tirai itu berterbangan, yakinnya dalam hati.

Dengan tangan yang bergemetar, ia mengambil vas bunga berwarna coklat tua yang bisa ia gunakan sebagai bentuk perlawanan diri.

"Siapa di sana?" tanyanya dengan mengancungkan vas bunga itu.

Srek...

Seseorang melewati bagian belakang tubuhnya. Angin berhembus dengan kencang bersamaan dengan lewatnya sosok misterius itu.

Ia berbalik akan tetapi ia kalah cepat sehingga tidak dapat melihat dengan jelas sosok misterius itu.

Dirinya sudah sangat yakin. Pilihannya sudah bulat. Dan rasa penasarannya semakin menjadi. Apa yang bisa berlari secepat itu? Yang jelas dia pasti bukan manusia.

Pandangannya turun ke bayang-bayang dirinya yang terlihat sangat besar yang disinari oleh cahaya bulan purnama.

Ia menoleh lalu mendekat dengan hati-hati. Berusaha semaksimal mungkin agar tidak menimbulkan suara sehingga sosok misterius itu tidak pergi.

"Pria ini.. sedang apa? Lebih pentingnya lagi, siapa? Dan mengapa ia ada di apartermenku?" Banyak pertanyaan yang timbul dibenak wanita yang berkepala dua itu.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang