Pagi sekali aku sudah terbangun. Ada sedikit emosi membuncah yang mempercepat detak jantungku saat mengingat turnamen yang akan kuikuti hari ini.
Aku baru tidur jam 3 tadi, entah kenapa selalu begini saat aku terlalu bersemangat menghadapi sesuatu.
Aku berdiri masih mengenakan piyamaku. Memandang satu set jersey dan jaket klub basket SMA Nusa yang telah kupersiapkan di atas kasur.
"Hari ini, ya?"
Senyum yang sudah terbit dari tadi semakin melebar.
"Belum mandi, Shan?" Lagi -lagi orang ini muncul dengan tiba-tiba dari balik pintu kamarku, tapi memang cuma orang ini satu-satunya manusia yang punya akses masuk ke kamarku. Ditambah rumah kami yang berdekatan, wajar saja kalau dia suka tiba-tiba muncul tanpa diundang.
"Belum. Ka Viny tunggu di bawah aja, nanti aku nyusul."
"Merasa excited?"
"Always."
.
Viny
Dia Shani. Manusia nyaris sempurna yang baru saja turun dari kamarnya sambil menenteng tas, dan sepasang sepatu di tangannya. Dari ekspresinya saja aku sudah menebak kalau moodnya sangat baik pagi ini. Moodnya benar-benar penentu kemenangan tim kami.Kami dekat. Orang tua-nya mempercayakan Shani padaku. Dia sudah kuanggap seperti adik sendiri. Saking dekatnya kami, terkadang sampai menimbulkan kesalah pahaman orang-orang.
Terkadang juga aku direpotkan oleh para fans Shani yang menitipkan segala macam kado dan tetek bengeknya padaku atau bahkan memintaku untuk menjadi mak comblangnya dengan Shani. Gadis populer berhati dingin yang katanya sedikit sombong.
"Nanti lawan SMA Raven beneran kan, Kak?" Tanyanya yang kini sudah duduk dihadapanku, mengambil dua helai roti, mengolesi dengan selai stroberi dan memakannya.
"Iya, kan pelatih udah kasih kita daftarnya kemarin."
"Haaah, baru mulai udah lawan yang kuat." Ia menggerutu meskipun aku tau kabar itulah alasan yang membuat ia tampak sesemangat ini.
SMA Raven tahun lalu menempati posisi pertama saat turnamen di provinsinya. Turnamen kali ini merupakan turnamen tingkat Nasional yang membuat sekolah perwakilan dari setiap provinsi bertanding setelah melewati seleksi ketat dari provinsi masing-masing tentunya.
Perempuan yang kini memakai sepatunya ini selalu menunjukkan semangat berlebihan-setidaknya dihadapnku, saat melawan tim yang lebih kuat darinya. Aku bisa menyimpulkan dari kantong mata nya yang sedikit menghitam akibat tidak bisa tidur.
"Ayo!" Ucap Shani segera bangkit.
Tak perlu berpamitan karena kedua orangtuanya sibuk bekerja. Basket sudah lebih dari cukup untuk Shani anggap keluarga.
¤¤¤
Bungkusan coklat dalam jumlah banyak dan surat-surat langsung berhamburan keluar sesaat setelah aku membuka loker.
Kurang kerjaan orang-orang ini.
Makanan bikin diabetes ini pada akhirnya juga hanya akan dibawa pulang Kak Viny untuk diberikan pada adiknya.
Hari ini cuaca sangat cerah, langit seolah bersahabat sekali dengan moodku. Kakiku gemetaran tak sabar untuk segera bermain basket.
Masih jam 6 pagi, matahari-pun masih malu-malu untuk menampakkan diri, aku mengusap mata yang sudah pasti memerah karena aku hanya tidur 2 jam tadi.
Setelah mengambil apa yang kuperlukan, aku melangkah keluar dari ruang ganti. Terus berjalan melewati lorong kelas dimana sudah ada satu-dua murid yang sudah datang. Kakiku terus melangkah sampai berada di depan sekolah. Sudah ada 1 bus disana yang nantinya akan kunaiki bersama tim inti dan suporter.

KAMU SEDANG MEMBACA
Three [Completed]
Fanfiction"Kalau lo cuma jago di Three-Point, lalu bagaimana lo bisa menembak di area pertahanan lawan?" "Kan ada kamu."