[4]

179 57 36
                                    


Jujur, sampai detik ini, aku bingung.

Aku membolak balikan langkah di depan pintu kamar eomma. Aku benar-benar harus melontarkan alasan yang logis dengan ekspresi yang meyakinkan. Entah apa yang kupikirkan, mengapa aku harus mendengarkan hal bodoh dari orang yang belum terlalu kukenal, dan lebih bodohnya lagi aku terhasut olehnya.

Aku mengenakan celana denim atas lutut dengan pasang kaus hitam polos. Jangan tanyakan mengapa aku mengenakan ini.

Aku terpaksa.

Aku merencanakan alasan yang menurutku logis untuk eomma tahu.

Aku berencana untuk menghadiri pesta anniversary Soungyeol. Dia sahabatku. Aku memintanya untuk bekerja sama jikalau eomma ataupun Bora Eonni menghubungiku melalui Soungyeol.

Aku juga harus berbohong dengan Bora Eonni. Ini fatal. Namun tetap harus kulakukan.

Tiba-tiba terdengar decitan kenop pintu terbuka. Eomma berdiri di ambang pintu sambil menatapku teduh. Aku suka eomma dengan ekspresi seperti ini. Tidak seperti hari-hari kemarin. Aku tahu, eomma sebenarnya sedang kewalahan memikiran tunjangan hidup kami berlima.

"Mwoya? " tanya eomma.

Aku tersenyum sembari memamerkan deretan gigiku.

"Aku harus menetapi janji untuk menghadiri acara anniversary Soungyeol. Aku harus bergegas pergi, eomma."

Aku lega. Akhirnya aku berhasil mengucapkannya.

"Tak ada yang mengantarmu?"

"Aku akan menaiki bus malam di halte. Eomma tahu rumah Seongyeol, kan? Hanya melewati perbatasan jalan raya ini," ucapku meyakinkan.

Eomma memerhatikan penampilanku. Kedua hazel teduhnya berusaha memaknai setiap inci pakaian yang kukenakan.

"Kau, gadis yang keluar malam menaiki bus seorang diri? Lihat pakaian yang kau kenakan."

Bulu kudukku berdiri. Aku menahan napas beberapa detik. Otakku sedang memproses untuk mencari jawaban.

Eomma tersenyum.

"Walaupun sudah memasuki bulan ketiga musim semi, tapi di malam hari, suhu udara Seoul tetap dingin, Nara."

Aku masih menahan napas.

Eomma tengah memasuki kamar dan kembali dengan menyodorkan sebuah jas hitam panjang dan tebal kepadaku.

"Setidaknya pakai ini," katanya.

Aku mengembuskan napas super lega. Aku memeluk eomma erat.

"Aku menyayangimu, eomma," ucapku hangat.

Ini bukan rekayasa. Aku benar-benar sedang merasakan kehangatan dan kasih sayang dari seorang ibu.

Eomma menepuk bahuku.

"Pergilah, dan jaga dirimu baik-baik. Jangan pulang terlalu malam," nasehatnya.

Aku mengacungkan jari jempolku antusias. Akhirnya aku mendapatkan izin darinya. Aku pun memakai jas tersebut dan mulai keluar rumah. Bora Eonni dan Jungmin Oppa sedang berbelanja beberapa ramyeon di supermarket. Sedangkan appa sedang mengantar Aera ke tempat belajarnya dengan teman-teman.

Kini rumah hanya ada eomma.

Langkahku meraih halte tepat ketika bus sudah datang. Dengan cekatan, aku bergegas menaikinya. Bus malam melaju melewati beberapa jalan, termasuk Jalan Suwon. Tujuanku adalah menemukan sebuah Coffee Bar di persimpangan Jalan Suwon bagian utara.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang