Bentroknya Rimba Persilatan

4.3K 31 2
                                    

Bab 1. Niat Boen-ching berguru ke Thian Jan Shu

HARI BARU TERANG, matahari yang baru terbit itu menyinari puncak "Hwe Ing" yang sangat

curam dan diliputi oleh kabut. Seorang anak laki-laki yang berusia 8-9 tahun tampak

mendekati puncak tersebut, sepasang tangannya yang bulat memandang terpesona pada kuil

kuno yang terdapat di atas puncak gunung itu, ia menghela napas lega. Pada paras mukanya

tampak rasa terkejut dan gembira. Setelah berhenti sejenak, ia mulai mendaki tebing itu

kembali. Kuil kuno itu tampak berdiri tegak di bawah sinar matahari sunyi senyap tak

terdengar suara sedikitpunjua, se-akan2 tak terdapat seorangpun di dalam kuil itu, ia

berhenti sejenak sambil memejamkan matanya, Kemudian menaiki tangga batu dan masuk ke

dalam ruangan Kuil dengan perlahan-lahan.

Ditengah-tengah ruangan kuil yang besar itu duduklah seorang tua yang rambutnya sudah

putih semuanya dengan muka menghadap pada pintu masuk kuil. Ketika melihat anak lakilaki

itu memasuki ruangan kuil, ia memandang dengan sinar mata yang dingin, paras mukanya

tak mengunjukkan perasaan sedikitpun jua. Anak laki-laki itu mengangkat kepalanya and

dengan mata penuh air mata dipandangnya orang itu, kemudian berlututlah ia dengan

perlahan-lahan.

orang tua itu memandangnya dengan dingin sambil berkata: "Apakah engkau datang untuk

belajar ilmu silat?" Tiap-tiap kata yang diucapkannya itu sangat jelas dan suaranya menggema

di dalam ruangan kuil itu sehingga suasana di tempat itu diliputi oleh napsu pembunuhan.

Anak laki-laki itu menundukkan kepalanya dengar tidak mengeluarkan sepatah katapun juga,

dengan diam-diam ia telah mengakuinya. orang tua itu tertawa dengan suara yang tak wajar,

dia berkata.

"Apakah kedua orang tuamu telah dibunuh orang dan engkau akan belajar ilmu silat untuk

menuntut balas?" setelah berkata ia mendengus.

Anak laki-laki itu mengangkat kepalanya dan dengan bercucuran air mata, berkatalah ia.

"Boanpwe Boen ching mohon sudilah locianpwe melepas budi untuk menerima boanpwe

sebagai murid."

orang tua itu memandang anak laki-laki yang bernama Boen ching, mukanya yang halus

mungil itu telah penuh dengan air mata, kemudian mendengus dengan dingin dan berkata.

"Apakah engkau tidak mengetahui sifat-sifatku? Kalau engkau tidak segera pergi, akan

kubunuh di bawah telapak tanganku.."

Anak laki2 itu tertawa sedih dan berkata:

"Boanpwe sudah tahu semuanya. Tetapi kalau loelanpwe tak mau menerima boanpwe

sebagai murid boanpwe juga akan mengalami kematian, lebih baik mati di bawah telapak

loelanpwe masih lebih berharga", ia berkata dengan mantap dan airmata membasahi pipinya.

orang tua itu mendengus dan berkata: "Mengapa engkau hanya mempunyai jalan kematian?

Siapa yang membunuh kedua orang tuamu?"

Bentroknya Rimba PersilatanWhere stories live. Discover now