1. Yoongi's Dream

406 84 76
                                    


Pada sebuah kamar besar yang dihiasi wallpaper dark-side dengan pintu balkon menghadap bentangan alam itu, terdapat seorang pemuda tengah melamunkan sesuatu.

Ia memang seperti ini dikala mempunyai waktu luang. Tatapannya hampa, tak bergairah sama sekali.

Untuk yang kesekian kali, Yoongi menghela nafas. Ia merapatkan syal brown-black bermotif garis lurus horizontal itu pada lehernya.

Sekarang ini, ia sedang menikmati susu coklat panas dalam cangkir merah. Mengingat ini musim salju akhir desember, hawa yang disuguhkan menjadi sangat dingin. Jalanan dan pepohonan diluar sana sudah tertutup dengan tebalnya salju.

"Andai kau ada disini, aku pasti akan sangat senang dek." Monolognya sendiri.

Ia selalu berharap ada keajaiban dalam hidupnya. Terdapat malaikat yang mau mengembalikan sang adik dengan sukarela dihadapannya mungkin?

Ah mustahil.

Memangnya dunia tahu? Bahwa terdapat seorang kakak yang sedang merana ditinggal adiknya.

Memikirkan atau menunggu keajaiban Tuhan sangat melelahkan. Selalu diberi harapan, lalu di jatuhkan. Maka jangan berharap dengan Tuhan lagi.

Mungkin sedikit waktu, usaha maupun berdoa. Tunggu, sedikit waktu? Hey! Ini sudah 14 tahun lamanya.

Tak ingin melamunkan hal menyakitkan lagi, Yoongi bergegas mengambil Macbook pro-- laptopnya yang berada di meja dan mulai mengerjakan tugas yang diberi oleh dosennya. Sebelum itu, ia melepas syal yang dikenakannya tadi dan meletakkannya di tiang dekat jaket kulit hitam miliknya.

Tugas dari dosen mungkin hanya tinggal sesi revisi saja, karena tugas itu sebenarnya sudah diselesaikan berkelompok dua hari yang lalu.

Salah satu cara melupakan hal menyakitkan adalah menyibukkan diri dengan suatu hal. Apapun itu. Ini memang benar. Untuk sementara pastinya.

Tak terasa pun, waktu sudah berlalu 3 jam lamanya. Yoongi terlarut dengan tugasnya dan tidak memikirkan hal tadi. Bahkan ia mulai terlelap dan menyelami alam mimpinya. Dalam keadaan bersandar pada kepala spring bed dan laptop yang menyala. Kebiasaan sekali.

---

Dalam kamar nuansa gold-classic, Yoora tengah melamunkan dimana putra bungsunya berada sekarang.

"Dek, pulang. mama kangen, kamu dimana?" Monoloknya sendiri.

Rutinitas yang selalu dilakukan ketika pulang dari kerja.

Jangankah sebuah foto, melihat wajah putra bungsunya saja ia tak sempat. Tuhan memang jahat. Sangat jahat.
Memisahkan seorang anak dengan ibu kandungnya. Membawa luka yang tak pernah ada habisnya.

Tapi apakah Tuhan bersikap jahat memberi anugerah seorang anak kepada keluarga lain yang sedang bersedih karena kehilangan? Entahlah.

Mungkin orang lain lebih membutuhkan kehadiran putranya. Tapi bagaimana bisa? Pasti seorang ibu yang telah melahirkannya lebih membutuhkan kehadiran sang buah hati didunia. Ingat, mereka sudah bersama 9 bulan. Itu bukan waktu yang singkat.

"Sayang, apa yang sedang mengganggu pikiranmu?"

Seorang laki-kali yang diyakini suaminya datang dengan setelan jas tuxedo kantornya. Mungkin baru pulang dari bekerja.

"Aku rindu putra kita, hiks" ini adalah hal paling menyebalkan untuk Junho.
Mengingatkan bahwa ia tidak pantas menjadi seorang ayah.

Ia lalai terhadap keluarganya.

BROTHER.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang