Wajah-Wajah Bening

27 0 0
                                    

Daud masih terlelap di antara ramainya calon santri baru, sedikit demi sedikit Daud sadar dalam tidurnya yang panjang,

"Dia masih lelah, tapi mungkin sudah bisa kita bangunkan?" Salah satu senior Daud berkata di dekat pintu kamar Daud dan Ayyub,

"Maaf Kak, tapi dia orang Maros, perjalanan ke sini memang menguras tenaga," terang Ayyub tak tega melihat Daud. Namun dalam percakapan itu, Daud terbangun dan beristigfar,

"Astagfirullah, Maaf Kak, saya terlalu lelah, tapi jika kakak bermaksud membangunkanku untuk salat, saya akan laksanakan."

Ayyub lega dengan pernyataan Daud, yg dikirinya Daud sedikit bebal, sebab tadi sekonyong-konyong tidur, dengan tampak dingin saat diajak kenalan.
Daud mulai hangat menyapa Ayyub.

Saat baju koko putih, peci putih dan sarung bermotif kotak-kotak, hitam dengan warna keseluruhan putih, di mana Daud yang sebenarnya putih tapi masih sawo matang, mulai bercahaya diterpa kamuflase pakaiannya yg dominan putih.

Wajahnya juga cerah, sebab dari dulu Daud tidak pernah meninggalkan wudu lima waktu, tentunya salat 5 waktu.

Menurut Daud, air wudu adalah kosmetik alami bagi wajah. Ada berkah di dalamnya yang menurut spritualnya dapat menerangkan wajah, Daud juga pernah membaca tentang manfaat wudu secara ilmiah di salah satu buku kesehatan islami yang terselip pada perpustakaan SMPnya, bahwa wudu memberi kebersihan dari debu yang menyebabkan kuman, wudu memberi kesegaran pada wajah saat membasuh wajah. Ada pun wudu melindungi kulit wajah seperti jerawat, komedo dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, wudu dapat mengurangi depresi pada wajah, membantu peremajaan kulit, serta membantu kulit kita untuk bernapas. Itu sedikit isi buku yang pernah Daud baca yg hanya dia bisa ingat di bagian manfaat wudu, selebihnya raib, bahkan judul dan penulisnya, Daud sudah lupa.

***

Kondisi Pesantren masih sepi, sesepi hatinya, meskipun sudah ada beberapa santri senior yang sudah mengisi kelas dengan membaca kalam ilahi, ada juga yang azan magrib yang kini terdengar dan memanggil langkah Daud dan Ayyub ke Masjid,

“Daud, sudah berapa lama kamu nyantri?”

“Nyantri?”

“Maksudnya, apa baru kali ini kamu nyantri?”

“Hahaha, iyah, saya baru, dan mungkin sayalah yang paling awam di pondok ini,”

“Ah, jangan merendah, saya juga dari MTSN, Madrasah Tsanawiah Negeri, jadi tidak terlalu banyak tahu tentang pesantren,”

“Tapi kan ada Dasar?” Alis Daud naik, kemudian melirik Ayyub,

“Yah, masih bedalah dengan Mts murni pondok pesantren,” Ayyub menegaskan lagi untuk meyakinkan Daud bahwa nasibnya hampir sama dengan ia,

“Oh, iya, besok kita ujian masuk Idadiyah, semoga lulus yah?”

“Hah? Apa tuh ujiannya? Saya sama sekali tidak tahu, sebab orang tua saya, hanya menyuruhku untuk sekolah di pesantren, tidak menjelaskan perihal ini.”

Ayyub tersenyum mendengarkan Daud yang kebingunan,

“Idadiyah itu, adalah tahap pembelajaran kita sebelum kita berlanjut pembelajaran agama yang lebih tinggi, utamanya Nahwu dan Shorof, nah ini adalah ilmu alat yang akan kita pelajari siang dan malam, sebelum kita menduduki Madrasah Aliyah atau sederajat dengan SMA,”

Daud mangguk-mangguk dan kemudian bertanya lagi,
“Kalau ilmu tajwid?”

“Jelas, ilmu tajwid adalah pelajaran yang paling pertama, masa Ustaz tidak tahu ngaji?”

“Oh, hahaha, ”

“Hahaha…”

Daud dan Ayyub saling menatap, dan kemudian terkekeh bersama memikirkan sambil melanjutkan perjalanannya menuju Masjid pesantren yang sedikit lagi dikumandangkannya ikamah.

Dalam suasana yang masih sedih berpisah dengan Ira, Daud sudah bisa terhibur sedikit demi sedikit meskipun masih hiburan yang sangat sederhana.

Hati Daud bertambah sejuk saat memasuki Masjid yang sudah terbilang mewah di mata Daud, ada kipas angin yang bersamaan saling menggelincirkan anginnya, Daud tidak bisa menghitungnya, sebab Masjid terlalu luas, untuk diukurnya dengan mata, dan hal paling disukainya adalah, pakaian putih bersih dari berbagai santri, meskipun masih terbilang sedikit, sebab santri belum keseluruhan hadir di tempat itu, masih suasana libur.

Ditambah pemandangan di bagian tengah ke belakang, Daud menjumpai wajah-wajah bening memakai mukena putih, yang diperkirakan Daud, itu dominan senior dan sedikit dari santri sebayanya,
“Astagfirullah, baru sehari saja aku sedih berpisah Ira, kenapa aku berpikir, bahwa yang di belakang itu wajah-wajah bening?”

Daud mengutuk matanya, kembali fukos, bersiap takbiratulihram, mengikuti Imam, setelah ikamah dilantunkan.

***

Reinkarnasi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang