ALLISON POV
"Kesambet apaan lo? Tumben belajar?" tanyaku pada Wina yang sibuk menghafalkan rumus. Aku yang baru sampai di kelas mendudukkan diri di sampingnya dengan muka heran.
"Lo lupa ya nanti ulangan?!"
Aku terbelalak kaget. "Lah iya? Gue nggak tau malah!"
"Mampus gue nggak mau nyontekin ntar"
"Halah bangke lo belajar gini aja gue yakin masih ga ngerti"
"Iya sih.. Ntar kalo gue dapet nilai jelek gimana?" Wina menggembungkan pipinya lucu.
"Gapapa, gue juga pernah merasakan hal yang sama," jawabku kalem. Wina yang mendengar itu memukul kepalaku kesal. Aku meringis pelan dan memilih mengabaikan Wina dengan memutar lagu Seventeen - Happy Ending versi Jepang di ponselku.
"Korea terosss," celetuk Dino yang duduk di belakang bangku Wina. Aku mendengus.
"Ini Jepang, Din," ucapku sambil mengganti lagunya jadi Seventeen - Oh My versi China.
"Jepang terosss"
Aku memutar kedua bola mata malas. "Ini China, Dinooo"
Aku mengganti lagunya lagi menjadi Seventeen - Fear.
"China terosss"
"INI KOREA ANJIRRR DIEM NAPA LO!!" teriakku kesal lalu membalikkan badan untuk memukul Dino. Ngeselin banget kek dakjal.
"Eh cowok gue jangan dibikin lecet!" Wina memegangi tanganku yang dengan brutal memukuli Dino hingga dia kesakitan, "sensi amat sih lo, PMS ya?"
"Udah tau nanya," gerutuku sambil memajukan bibir, lalu melirik Edwin yang anteng memainkan ponselnya.
"Eeeddd..."
"Iya nanti gue contekin," kata Edwin malas tanpa menatap wajahku, aku cengengesan mendengarnya. Nih anak emang pinter kalo soal hitung-hitungan, bisalah dimanfaatin.
Tak lama kemudian suara bel masuk berbunyi dan tibalah saat di mana ulangan matematika dimulai. Aku menghela nafas panjang begitu selembar kertas yang berisi soal terpampang jelas di atas mejaku, melihat angkanya saja kepalaku sudah pusing bagaimana mengerjakannya? Mana gurunya jalan-jalan terus, aku jadi tidak bisa menyontek Edwin. Aih menyebalkan! Ya sudahlah, ngarang sambil sholawat saja.
1 jam lebih telah berlalu dan aku masih berkutat dengan beberapa soal yang belum menemukan jawaban, aku mengacak-acak rambutku sebal, kenapa susah sekali sih? Aku terus mencoret-coret kertasku sambil menggerutu kesal, sampai tiba-tiba Edwin menendang-nendang kursiku dari belakang dengan pelan.
"Siniin kertas lo, biar gue kerjain," bisiknya. Aku menatap ke depan mendapati guru matematika ku sedang duduk di kursinya sambil mengetik sesuatu di ponsel. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, dengan secepat kilat aku menukar kertasku dengan kertas Edwin lalu bernapas lega karena tidak ketahuan.
Aku yang ingin meletakkan kepalaku di atas meja terhenti karena Wina mencubit pinggangku tiba-tiba, aku meringis lalu menatapnya tajam. "Apaan sih?!"
"Liat jawabannya Ed!"
"Yaudah tinggal ambil ga usah nyubit juga tai," Dia mengacuhkanku lalu menarik kertas Edwin ke hadapannya.
Tak lama kemudian waktu habis dan kami semua mengumpulkannya ke depan. Setelah menerima kertas ulangan kami guru itu pun keluar dari kelas.
Kulihat Dino tampak merenggangkan badannya dan mengambil napas panjang lalu dihembuskan. Dia melakukan itu beberapa kali membuatku heran. Dasar aneh. Tak ingin ambil pusing aku pun membiarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I Love You (GxG) ✔
Romance"Kamu yang pertama mengenalkan rasa ini padaku. Bagaimana mungkin aku dapat melepaskanmu?" ⚠GXG