Lima

61.2K 7.5K 54
                                    

Mana kira-kira yang lebih menguntungkan? Menunggu dipecat atau inisiatif mengundurkan diri?

Mil masih terdiam di atas bangku sembari sesekali menarik kesal rambutnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi dan dia masih belum bisa memejamkan mata. Pikirannya masih dipenuhi oleh apa yang akan ia lanjutkan besok. Kejadian hari ini benar-benar membuatnya stres luar biasa.

Bagaimana ia bisa melupakan wajah bosnya sendiri?

Mil tahu, dia memang susah mengingat wajah seseorang yang tidak terlalu diperhatikannya. Tapi kali ini kebodohannya berakibat buruk untuk kemaslahatan perutnya mendatang. Mil baru kerja sebulan dan baru satu kali mendapatkan gaji. Bahkan gaji itu belum ada apa-apa baginya. Gaji pertamanya langsung ia kirim kepada orang tuanya sebagian. Sebagian lagi membayar tunggakan sewa kos dan sisanya yang tidak seberapa dipakai untuk makan sehari-hari. Oh, jangan lupakan rutinitas menontonnya di hari minggu.

"Ya ampun, Mil! Gue gak nyangka lo sebodoh itu!" sekali lagi Mil menggeram kepada dirinya sembari menarik rambutnya. Sekarang ia sudah persis pasien rumah sakit jiwa yang melarikan diri.

Kondisi kamar kosannya pun tak bisa dikatakan baik. Setelah pulang dari rumah Tante Sarah, yang ia lakukan adalah merenung dan memikirkan apa yang akan ia lakukan untuk besok.

Menunggu dipecat, atau sadar diri mengundurkan diri.

"Bodo amat! Gue capek!"

Mil menyerah. Dia memilih untuk berpikir esok hari saja dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang kemudian membawa kebodohannya ke alam mimpi. Semoga saja, Mil menadapatkan wangsit di mimpinya hingga menemukan jalan keluar untuk masalahnya. Atau semoga saja, kejadian yang terjadi hari ini adalah omong kosong. Kemudian saat Mil terbangun, Mil masih berada di hari dimana dia akan berangkat ke rumah tante Sarah. Tepatnya, sebelum Leon datang dan Mil melakukan kebodohannya.

*__*

"Miss Emil, lesu amat pagi-pagi. Itu mata udah kayak panda aja. Pasti begadang semalem ya," sapa Jessy saat melihat Mil berajalan ke mejanya kemudian gadis itu hanya membalas dengan senyum simpulnya.

"Lagi mumet, Miss. Miss Jessy, saya mau tanya. Menurut Miss Jessy lebih baik mengundurkan diri atau menunggu dipecat?" Tanya Mil kemudian setelah menaruh tas di atas Meja.

"Menurut saya sih, lebih baik mengundurkan diri. Karena kalau dipecat bisa merusak kredebilitas kita. Nanti kalau mau cari kerja ditempat lain juga jadi susah. Tapi, tumben nanya gitu? Lagi ada masalah?" Mil hanya dapat tersenyum masam dan kini sepertinya surat pengunduran diri yang ia buat semalam tidak sia-sia.

*__*

"Mil, Pak Leon bilang kalau kamu mau ngundurin diri, langsung sama dia." Mil tergagu ditempatnya, saat Erma bagian Tata Usaha sekolahnya menghentikan langkahnya yang akan menuju kamar mandi.

"Kok gitu, mba? Bukannya urusan kayak gini sama mba Erma ya?" tanya Mil bingung.

"Sebenarnya sih, iya. Tapi Pak Leon tadi minta supaya kamu datang sendiri ke ruangannya. Lagian kontrak kamu kan belum habis." Bahu Mil semakin merosot. Sepertinya Leon takkan membiarkannya mudah setelah ini. Buktinya saja, bos besar seperti Leon langsung turun tangan ke hal remeh seperti ini.

Wajah Mil semakin kusut. Kontraknya masih berjalan 11 bulan lagi. Mil tahu bahwa dia memang pasti akan dikenakan pinalti karena melanggar kontrak. Mil bahkan sudah memikirkan untuk menjual salah satu asetnya yang ada di medan agar dia bisa membayar pinalti dan masih bisa melanjutkan hidup di ibu kota.

Seharusnya Mil tidak usah terburu-buru dengan menandatangai kontrak itu dan menjadi pengajar tetap jika tahu akhirnya akan seperti ini. Sebenarnya bisa saja Mil menebalkan muka dengan menunggu surat pemecatannnya dan mendapatkan pesangon dari Yayasan karena pemecatannya yang tidak sesuai kontrak. Namun disini harga dirinya dipertaruhkan. Kebodohan Mil tidak bisa dimaafkan.

Perempuan Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang