Tempat persembunyian sudah terlihat di depan mata. Hanya tersisa beberapa meter lagi menuju satu-satunya tempat yang aman di tengah kacaunya peperangan. Tanpa ragu, Jungkook berlari cepat seraya terus menggandeng tangan kekasihnya dengan erat.
"Kook..., aku takut," ujar Airin terengah-engah.
"Jangan takut, aku akan selalu bersamamu."
Itu lah yang Jungkook katakan untuk menenangkan wanitanya. Namun, ia bisa merasakan datangnya bahaya bahkan sebelum melihatnya. Lemparan pisau pertama mendesing di sebelah kanan tubuhnya, untungnya, Jungkook sempat menangkis lemparan tersebut dengan busur. Dia kemudian berbalik, menarik tali busur dan menembakkan panah tepat ke arah Slayer. Tembakan panah Jungkook tidak menciptakan serangan fatal, tapi ujung mata panah menembus lengan kiri atas Slayer. Panah itu sempat membuat gerakannya melambat, Slayer juga harus menarik panah dari lengannya dan kesakitan akibat lukanya.
Kesempatan ini digunakan Jungkook untuk berlari ke antara pepohonan, lalu berhenti sejenak untuk menatap kekasihnya lekat-lekat, "Airin, lari lah duluan ke tempat aman selagi ada kesempatan! Aku akan melindungimu," perintah Jungkook dengan tegas tapi tetap lembut.
"Tidak! Barusan kau bilang akan terus bersamaku," tolak Airin.
"Aku akan menyusul. Bisa bahaya kalau Slayer itu mengetahui tempat persembunyian kita," bisik Jungkook.
Untuk sepersekian detik, hanya ada keheningan di antara mereka. Airin merasa kakinya melemas kala membayangkan dirinya berpisah dengan Jungkook, jika saja tangan kekasihnya itu tidak sedang memeganginya, mungkin ia sudah jatuh. Beberapa detik selanjutnya, terdengar suara ledakan dari jarak dekat. Bagaikan alarm yang memperingatkan mereka berdua bahwa keputusan harus segera diambil, suka atau tidak.
"Kita harus bertemu kembali. Janji?"
Tindakan Jungkook berikutnya cukup mengagetkan. Pemuda itu menghapus jarak yang ada di antara mereka berdua, menyapu lembut bibir sang gadis. Lengan kekarnya memeluk tubuh mungil Airin dengan hati-hati, seakan Airin adalah porselen yang bisa hancur dengan mudah. Jungkook menghapus air mata yang mengalir di pipi Airin, lalu memberi kecupan kupu-kupu di kedua kelopak matanya. Entah mengapa ciuman yang begitu hangat, lembut dan penuh kasih ini terasa sedih. Hampir seperti perpisahan.
"Janji."
Sekali lagi Jungkook menatap Airin lekat-lekat, seakan ingin menghapal tiap milimeter dari wajah gadis cantiknya agar terus terpatri dalam memori. Perlahan-lahan tautan jari mereka terlepas. Semakin jauh jarak tercipta, semakin perih pula hati keduanya. Kepada Jungkook yang telah membalik punggungnya, Airin berucap tanpa suara, "Aku mencintaimu".
Jungkook terus bergerak, secara otomatis langsung memasang anak panah di busur, sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang sudah bertahun-tahun berburu. Tidak sampai lima menit berselang ketika Jungkook mendapati pisau menyambar dahinya. Pisau itu mengiris bagian atas alisnya, membuat luka terbuka yang mengucurkan darah ke wajah, membutakan mata, dan memenuhi mulut dengan rasa logam tajam darahnya sendiri. Jungkook terhuyung mundur tapi masih sempat menembakkan panah yang sudah siap tembak ke arah Slayer. Anak panah itu melukai kaki bagian atas Slayer, tapi tidak menghentikan langkahnya.
Kemudian Slayer itu menghantamkan tubuhnya ke tubuh Jungkook, membuat mereka berdua terjatuh. Tubuh Jungkook memang tinggi besar, tetapi Slayer ini berukuran seperti raksasa. Dia mengunci kedua bahu Jungkook di tanah dengan lututnya. Slayer tampak menikmati rasa sakit Jungkook, bahkan ia tidak terburu-buru. Tidak diragukan lagi, Slayer lainnya atau mungkin sebuah pasukan berada tidak jauh dari tempat ini, mengawasi mereka.
"Di mana pacarmu, Lover Boy? Masih hidup?" tanya Slayer itu.
"Dia ada di luar sana, memburu temanmu," balas Jungkook. Lalu ia berteriak sekeras-kerasnya, "Maju terus, Airin!"
Slayer meninju leher Jungkook, membuat suara pemuda itu hilang seketika. Tapi kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, selama sesaat mempertimbangkan apakah Jungkook berkata yang sebenarnya. Karena tidak ada tanda-tanda serangan lainnya, ia kembali memandang Jungkook.
"Pembohong," kata Slayer sambil menyeringai. "Gadis itu tidak akan bertahan hidup lama. Sayang sekali, padahal wajahnya cantik. Oh, mungkin lebih baik aku membawanya kepada Bos? Dia suka menikmati gadis cantik."
Amarah Jungkook sudah naik ke ubun-ubun, tetapi ia menahannya. Tumbuh besar di tengah peperangan mengajarkannya bahwa dalam pertarungan, kontrol emosi merupakan hal yang terpenting. Jungkook berusaha keras untuk lepas dari tindihan, tapi gagal. Slayer terlalu berat dan kunciannya terlalu keras.
Dengan asal-asalan Slayer menyeka darah dari luka Jungkook menggunakan lengan jaketnya. Sesaat, dia mengamati wajah Jungkook, memiringkannya dari satu sisi ke sisi lain seakan sedang memutuskan pola apa yang akan digunakan untuk mengukirnya. "Kupikir kita akan mulai dari mulutmu...," Slayer seakan mendengkurkan ucapannya, "Ya, menurutku kau sudah tak perlu mulutmu lagi. Ingin meniupkan ciuman terakhir untuk pacarmu, Lover Boy?"
Jungkook mengumpulkan darah dan liur dalam mulutnya lalu dengan sengaja meludahi wajah Slayer. Dia langsung murka. Pada saat lengah, Jungkook mencabut anak panah yang sedari tadi masih tertancap di kaki bagian atas Slayer, lalu menusukkan anak panah tersebut langsung ke jantung. Tidak sampai di situ, Jungkook melampiaskan amarahnya dengan meninju habis-habisan Slayer hingga napas terakhirnya. Dalam hitungan detik, keadaan berbalik. Kemenangan telak berada di tangan Jungkook.
Secepat kilat kemudian Jungkook berlari ke tempat persembunyian, tempat di mana ia seharusnya bertemu dengan Airin. Namun, tempat ini terlihat janggal. Jebakan di pintu masuk persembunyian masih terpasang dengan rapi, padahal seharusnya sudah dipindahkan jika ada orang yang masuk. Perasaan mual tiba-tiba memenuhi perut Jungkook, kecemasan memuncak kala dilihatnya tempat persembunyian yang kosong. Tidak ada seorang pun di dalam sana. Artinya, Airin tidak pernah sampai ke sini.
"Airin? Airin!" teriak Jungkook.
Hening.
"Jawab aku, Airin! Kau ada dimana?"
Seperti orang yang hilang akal, Jungkook mengacak-acak tempat persembunyiannya. Lalu dengan frustasi meneriakkan nama kekasihnya yang hilang. Tidak peduli jika ia akan kehilangan tempat persembunyian, tidak peduli jika musuh akan datang menyerangnya. Dia menyerukan nama yang sama berkali-kali seraya menyusuri kedalaman hutan, sampai suaranya terkuras habis, sampai langit berubah gelap. Ada sesuatu yang lebih sakit daripada irisan pisau atau tusukan anak panah sekali pun, yaitu rasa penyesalan.
Ribuan penyerang tak akan membuatnya menyerah. Ratusan senjata yang diarahkan kepadanya tak akan membuat ciut. Namun ketika tidak bisa melindungi satu orang yang menjadi semestanya, pertahanan Jungkook akhirnya runtuh. Berkali-kali ia mengerjapkan mata, tapi air di pelupuknya seperti tidak bisa berhenti.
➶➶ ➷➷
_______
*Slayer : manusia yang menjadi seorang pembunuh bayaran, biasanya memiliki kontrak dengan makhluk yang memiliki kuasa tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unreachable
FantasyOmelas. Sebuah Utopia dimana mimpi menjadi kenyataan, segala penyakit dapat disembuhkan, dan semua pertanyaan tentang eksistensi sebuah kehidupan terjawab. Jungkook tidak percaya pada dongeng. Namun, ketika Azura muncul dengan segala keajaibannya, k...