Serpihan Salju

30 7 17
                                    

Jungkook memakai sepatu bot berburu, sepatu itu berbahan kulit lentur yang sudah tercetak dengan bentuk kakinya. Celana panjang, kaos putih polos dan jaket kulit tebal menjadi pilihannya untuk perjalanan kali ini. Jungkook sedikit mengasah anak-anak panah serta membersihkan busurnya sebelum ia sampirkan di tubuhnya, kemudian memasukkan beberapa persediaan pakaian dan makanan ke dalam ransel. Tidak butuh waktu lama untuk Jungkook membereskan perlengkapannya, ia sudah terlatih semenjak sering berpetualang bersama Airin.

Di atas nakas, Jungkook menyimpan sebuah liontin berbentuk bunga mawar yang terbuat dari kayu. Liontin tersebut diukir oleh Jungkook sendiri sebagai tanda terima kasih untuk Mrs. Charlotte. Pada secarik kertas, Jungkook menuliskan pesan terakhirnya untuk nenek baik hati itu;

Terima kasih sudah mengizinkan aku untuk tinggal di rumahmu yang hangat ini. Walau hanya sebentar, berkatmu aku seperti mempunyai rumah dan orang tua. Jangan jadi nenek yang terlalu sibuk, kesehatanmu yang terpenting. Tolong jaga dirimu baik-baik. — JJK.

Setelah merasa siap, Jungkook kembali ke tungku perapian. Di sana, Putri Azura sudah tampak lebih dari bosan. Raut wajahnya kusut dan bibirnya ditekuk sehingga terlihat lucu. Jungkook mengambil sebuah lentera yang belum menyala lalu mendekatkannya ke perapian. Putri Azura masuk ke dalamnya dan lentera langsung menyala terang benderang. Jungkook terkesiap, nyaris melepaskan pegangannya pada lentera tersebut.

"Hati-hati! Kau tidak mau rumah ini terbakar, kan?" ujar Putri Azura cemas.

Jungkook kembali berdiri tegak, "Huh, sepertinya aku harus mulai membiasakan diri."

Salju telah menutupi jalanan, Jungkook melangkah hati-hati keluar dari rumah Mrs. Charlotte tanpa menoleh lagi ke belakang. Aroma coklat panas dan roti yang dipanggang menyerbak dari rumah-rumah tetangga. Anak-anak bermain salju dan beberapa remaja sedang berseluncur di atas danau yang membeku. Jungkook menengadah untuk melihat langit yang bertabur bintang. Kota Maepolitan sudah cukup indah bagi Jungkook, ia bahkan berpikir untuk membawa Airin ke sini, menetap dan membentuk sebuah keluarga nantinya. Lalu seperti apakah Omelas? Kota impian yang diceritakan Putri Azura itu terdengar tidak nyata.

"Kau berbohong," kata Putri Azura tiba-tiba.

"Maaf?"

"Kau bilang, sedang ada badai salju. Nyatanya cuaca cerah di sini!"

Jungkook menghela napas, kemudian lanjut berjalan seraya mengangkat lentera hingga sejajar dengan wajahnya. Orang-orang yang melihat mungkin akan menganggapnya gila karena berbicara dengan sebuah lentera. Dia menatap Putri Azura dengan malas, "Apa yang kau harapkan dari seorang tukang kebun palsu?"

Putri Azura memutar bola matanya jengah sebelum kembali menatap langit, "Beruntung lah, langit di sini sangat indah. Jadi aku memaafkanmu."

Tentu saja. Dibandingkan dengan langit di Negeri Api yang selalu diselimuti oleh api, langit Maepolitan yang bertabur bintang lebih menyejukkan suasana hati. Putri Azura menatap dengan takjub, kedua matanya berbinar dan senyuman manis merekah dari bibirnya. Jungkook baru menyadari, mungkin ini pertama kalinya bagi Sang Putri melihat langit malam.

"Tutup mulutmu, Putri, kau terlihat bodoh," kata Jungkook usil.

Putri Azura langsung mengerucutkan bibirnya, semburat merah mewarnai wajahnya. Jungkook harus menahan tawa karena ternyata Putri Azura lucu sekali ketika salah tingkah. Ia bahkan membetulkan gaunnya yang tidak berantakan, lalu berdiri dengan posisi seperti akan berpidato, "Diam!" gerutunya.

"Karena di sini ternyata tidak ada badai salju," Putri Azura melanjutkan, "Maka aku akan mengirimkan sinyal pada Pangeran Salju."

"Sinyal? Sinyal cinta?"

UnreachableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang