BUKIT BERBATU

14 2 0
                                    

Hari ini aku pulang kuliah cukup larut dari biasanya, karena ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan hari itu juga, Kak Ikhsan sudah menungguku di depan ruangan.

"Kak! Maaf menunggu lama"

"Iya, tidak apa-apa. Emangnya habis ngapain?kok tumben semalam ini baru selesai"

"Iya, aku tadi kelarin tugas dulu, langsung ikut briefing untuk makrab. Lelah" perlahan ku sandarkan kepalaku kepundaknya.

"Ya sudah. Pulang yuk, tapi kita cari makan dulu. Kamu pasti belum makan" sembari mengusap kepalaku.

Segera kami menuju parkiran dan mencari tempat makan dekat rumahku, aku benar-benar lelah, karena sebelumnya aku tidak pernah sesibuk ini.

"Kak! Aku ingin pulang saja, nanti lagi makannya, ingin rebahan" aku mengeluh padanya.

"Tidak begitu, makan dulu, kan kita sudah pesan ya, nanti setelah makan, langsung pulang"

Soal perhatian, ku akui, Kak Ikhsan memang begitu perhatian, rasanya benar-benar melengkapi sosok aku yang terkadang lupa akan hak-hak tubuhku, salah satunya makan. Tidak berlama-lama setelah menyantap makanan, Kak Ikhsan langsung mengantarkanku pulang. Tidak banyak yang ku lakukan juga, setelah masuk kamar, aku langsung tertidur. Lelah sekali.

Besoknya, aku tidak masuk kuliah, bukan karena kelelahan, hanya memang tidak ada jadwal jadi tidak mengharuskan aku untuk ke kampus. Di rumah, aku hanya menghabiskan waktu untuk nonton koleksi drama drama yang aku punya, menghabiskan waktu benar-benar untuk memanjakan diri.

"Sore nanti aku kerumah ya!"

Isi satu pesan siang ini dari Kak Ikhsan.
Mengindahkan pesan itu, sore ini aku bersiap-siap dikamar. Make up yang tidak terlalu tebal, baju yang selalu santai, cukup melengkapi aku bertemu Kak Ikhsan. Terdengar suara kendaraan masuk ke halamanku,

"Teteeeeh! Sudah selesai belum?ada Kak Ikhsan nih" Teriak bunda.

"Iya bun sebentar"

Segera aku selesaikan, dan kutemui Kak Ikhsan.

"Hai kak. Sudah lama?"

"Tidak. Baru saja. Ikut aku keluar yuk!"

"Kemana, Kak?"

"Kesuatu tempat, boleh kan, Bun?"

"Boleh" jawab bunda sambil tersenyum.

Akhirnya aku dan Kak Ikhsan pergi ketempat yang ia janjikan, perjalanan memakan waktu cukup lama, punggungku sudah mulai pegal berjam-jam tidak melakukan apa-apa selain duduk diatas motor dan menikmati pemandangan sepanjang jalan. Sesampainya ditempat, Kak Ikhsan mengajakku ke bukit penuh batu, ku sebut itu bukit berbatu. Pemandangannya indah dipadukan dengan langit senja membuatnya terkesan begitu syahdu dan romantis.

"Ra, kita main game yuk!" Ajak Kak Ikshan.

"Game apa kak?"

"Kertas, gunting dan batu."

"Lalu?"

"Oke aku jelaskan, gini. Kita bermain kertas gunting batu tiga putaran saja, yang kalah akan mendapatkan hukuman."

Aku masih kebingungan, permainan? Hukuman? Haha dalam hati bukankah kita lebih baik duduk manis dan menikmati keindahan ini saja. Mental cemenku mulai meraung.

"Hukumannya, kalau setelah tiga putaran aku yang kalah, aku siap menjadi pacarmu, tapi kalau sebaliknya kamu yang kalah, kamu harus siap ya jadi pacarku." Lanjutnya menjelaskan.

"Loh kak, memang ada hukuman seperti itu?" Tanyaku sambil menahan senyum. Lagi-lagi ada yang tidak kondusif didalam sini, jantungku. Mulai berdebar kencang.

Diatas bukti berbatu dengan langit yang indah, aku memainkan permainan itu, sampai pada akhirnya aku yang kalah.

"Hahaha.  Kamu yang kalah. Sudah siap jadi pacarku kan?" Tanyanya kegirangan.

"Hmm, gimana ya haha"

"Gini.. gini.. " tiba-tiba Kak Ikhsan semakin mendekat, perlahan mulai menggengam kedua tanganku, dan menatapku dengan serius. "
Ra, aku sudah menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu ketika ospek, yang menyuruh Resa menunjukmu itu adalah aku, bukan untuk membantu merayakan ulang tahun, tapi aku ingin berkenalan dan melihatmu lebih dekat...."

Jantungku semakin berdetak hebat!
Darahku seakan mengalir cepat!
Tatapannya melemahkan ku.
Kalimatnya membuat perasaanku tidak karuan.

"... hanya saja, aku tidak sepemberani itu untuk tiba-tiba berkenalan denganmu. Setelah acara itu, rasanya aku semakin sering bertemu kamu meskipun hanya berpapasan dijalan, sampai akhirnya ku beranikan diriku untuk mencari kontakmu, tidak mudah. Bahkan aku mencari hingga membuka lembar daftar absensi ospek untuk tahu nomermu. Di sore ini, aku jujur, Ra, akan perasaanku sesungguhnya, tak ingin panjang lebar lagi, apa kamu mau jadi pacarku, Ra?"

Lidahku kelu,
Jantungku berdebar,
Mataku mulai berbinar.
Tapi tatapnya memaksaku untuk menjawabnya saat itu juga, seraya tersenyum memberanikan diri, ku tatap kembali matanya, ku ucapkan "Iya, aku mau".

Bait Penuh RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang