Suasana kampus agak lengang. Sore ini masih di selimuti terik mentari. Tampak di hadapanku beberapa mahasiswa bermandikan keringat berjalan menuju arah pagar kampus. Mereka masih mengenakan jas kampus berwarna biru.
Tampak juga kumpulan mahasiswa dan mahasiswi berjalan ke arahku, tersenyum saat berpapasan denganku. Hampir seluruh hari di minggu ini demo berlangsung di gedung rektorat. Aku sudah tidak tertarik untuk ikut. Aku lebih senang menghabiskan waktuku untuk kegiatan yang lebih berguna.
Aku berjalan ke arah kantin. Aku ada janji dengan Alvin, temanku. Sesampainya disana aku melayangkan pandangan ke segala arah kemudian terhenti tepat ke arah bangku dan meja di depan toko minuman. Alvin sudah duduk disana menungguku. Aku kemudian berjalan ke arahnya.
"Vin!" Panggilku. Alvin kemudian menoleh ke arahku, berdiri menjulurkan tangannya ke arahku. Aku menyambut tangan Alvin dan menyalaminya.
"Kau kemana saja? Jarang kelihatan di kampus." Tanya Alvin tiba-tiba sembari kembali ke posisi duduknya.
"Di rumah saja. Aku bingung bagaimana menjelaskannya. Tapi aku masih berduka dengan kepergian Ibuku. Ya kau taulah." Jawabku sembari duduk di hadapan Alvin. "Jadi kapan ospeknya? Tanyaku pada Alvin setelah aku benar-benar duduk.
"Bulan depan. Rokok?" Jawab Alvin sambil menjulurkan bungkus rokok yang sudah terbuka dan sebatang rokok menjulur ke luar.
"Terima kasih. Aku bawa rokok, kok." Aku menjulurkan tanganku menolak rokok yang ditawarkan Alvin. Kemudian aku mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celana, mengeluarkan sebatang isinya dan membakarnya.
"Aku mau tanya. Aku kan ngga ikut Himpunan Mahasiswa apapun di kampus ini. Bahkan tahun lalu aku tidak ikut ospek apapun, baik fakultas maupun jurusan. Apa tidak masalah kalau kau mengajakku bergabung?" Sambil menyemburkan asap rokok aku berkata.
"Rom, aku kenal teman-teman SMA-mu dulu di kampus ini. Mereka cukup menyeganimu. Aku ingin mengajakmu bergabung di Himpunan Mahasiswa Industri. Di kampus ini pun kau cukup disegani."
"Aku sudah ngga tertarik ikut organisasi lagi."
"Eh, Kau ingat tidak awal-awal kita masuk kampus ini. Kita hampir berantem sama anak hutan gara-gara teman kelas kita memacari perempuan mereka yang ternyata sudah punya pacar anak hutan juga. Tapi apa setelah mereka bertemu denganmu ternyata Si Pacarnya seniormu di SMA dulu. AKhirnya damai. Aku cuma ngga mau ospek kita diatur-atur oleh anak tingkat tiga yang rata-rata senior di SMA-mu dulu. Kau ngerti kan maksudku?"
"Ah itu kan karena aku suka mabuk-mabukkan saja di tempat kos seniorku." Kataku sembari tertawa.
"Ayo bantulah kawanmu ini. Setidaknya ospek kali ini tidak diganggu-ganggu."
"Ya sudah okelah kalau gitu."
Aku dan Alvin kemudian larut dalam obrolan yang panjang membahas rencana ospek yang sudah ia buat. Aku masih tidak mengerti apa makna ospek kami selain lima puluh persen adalah warisan dendam ke adik kelas dari perlakuan senior kepada kami saat kami masih menjadi junior paling bawah.
"Ngomong-ngomong aku beli minum dulu ya. Kau mau apa?" Aku memotong obrolanku dengan Alvin sejenak.
"Apa saja terserah kau. Yang dingin-dingin saja kalau tidak." Jawab Alvin.
Aku kemudian bangkit dari tempat dudukku dan membalikkan badan ke arah warung minuman. Saat akan melangkahkan kakiku tiba-tiba dadaku terasa sangat basah dan dingin. Saat tersadar aku melihat seorang perempuan cantik gelapani hadapanku. Entah bagaimana ia menabrakku. Kini ia hanya memandangiku gugup dan terpaku dengan kedua tangan yang masing-masing memegang gelas kertas kosong bertuliskan Coca Cola, yang isinya kini sebagian berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANO KEJORA, CHAPTER I : MATAHARI
RomanceSetelah insiden cinta terlarang yang terjadi antara Leil dan Bella, Romano memilih untuk pergi. Sebuah rahasia besar akhirnya terungkap memaksa ketiganya terikat dalam hubungan cinta segitiga tanpa akhir.