3. Ciuman Pertama

13 0 0
                                    

Aku menyerahkan handuk kering beserta beberapa pakaian kepada Bella yang kini sudah duduk di sofa ruang tamuku. Aku kemudian menunjukkan Bella letak kamar mandi di rumahku. Sejalan dengan itu aku pergi ke dapur dan membuatkan teh hangat untuknya.

Setelah mandi Bella kembali ke ruang tamu dan aku menyerahkan segelas teh hangat kepadanya lalu mempersilakannya duduk.

"Aku lupa aku ngga bawa pakaian dalam. Karena memang ngga ada rencana menginap." Bella berkata sambil meletakkan gelas teh hangatnya di atas meja.

Kemudian aku memfokuskan pandanganku ke arah Bella. Ia nampak lebih cantik dan lebih pucat kini tanpa make up.

"Ngga kelihatan kok. Itu kaosnya hitam. Aku ngga punya warna yang lain soalnya." Jawabku.  "Oiya aku tadi sms Alvin untuk membawakan tasmu yang tertinggal di kampus." Kataku lagi pada Bella.

"Terima kasih kak." Jawab Bella tersenyum padaku.

"Panggil Romano saja. Aku bukan kakakmu juga. Dan aku lebih suka dipanggil nama."

"kamu tinggal sendiri di sini?" Tanya Bella kemudian

Aku mengangguk.

Kemudian Bella berdiri dari sofa kemudian berjalan ke arah sebuah foto yang bergantung di tembok.

"Itu ayah dan ibuku. Mereka sudah tiada." Aku berkata sambil bangkit dari sofa mendekati Bella.

"Ayahku juga sudah tidak ada."

"Aku suka rambut kamu. Panjang dan berantakan. Sekarang seperti gumpalan awan ketika senja dibawah sinar lampu ruangan ini."

"Terima kasih." Jawab Bella berbalik badan menatapku.

Pandangan kami bertemu kemudian. Aku dapat melihat bola mata Bella yang berwarna abu gelap. Tidak sepenuhnya hitam. 

"Aku merasa seperti pernah tinggal di sini. Aku juga seperti pernah melihat ibumu. Entah dimana." Bella berkata sambil tetap menatapku.

"Kalau begitu tinggalah di sini." Jawabku.

"Boleh?"

"Tinggalah selama yang kamu mau. Aku tak tahu kenapa tapi jujur sebagian diriku menginginkan itu."

"Seorang wanita yang mirip ibumu pernah hadir di mimpiku. Cahaya putih terang saat itu benar-benar menyilaukan dan aku harus menyipitkan mata sampai-sampai aku ngga sadar wanita menyentuh lenganku lalu menyentuh telapaknya kemudian bersamaan dengan itu tangannya yang satu lagi memberikan pakaian berbentuk kebaya hijau. Aku tidak ingat kapan tapi samar-samar aku masih bisa melihat visualnya."

"Kamu tadi ke kampus naik apa?" Aku berusaha mengubah arah pembicaraan yang menurutku cukup canggung.

Aku dan Bella berjumpa sebulan yang lalu. Setelahnya kami tidak pernah bertemu lagi. Insiden di ospek tadi mempertemukan kami lagi. Kami seperti dipertemukan oleh insiden demi insiden.

"Angkutan umum. Kenapa?" Jawab Bella.

Aku lalu duduk kembali di sofaku dan membakar sebatang rokok.

"Aku antar kamu pulang nanti setelah Alvin memembawanya ke sini."

"Sebagian diri kamu berubah pikiran?"

Aku memandang Bella dan mengernyitkan dahi. Bella seakan tahu maksudku dan Ia menambahkan, "Tadi kamu bilang aku boleh tinggal di sini selama aku mau dan sebagian diri kamu menginginkan itu."

"Tidak bukan itu!" Kataku cepat-cepat. 

"Kamu masih ingat kita pertama kali berjumpa di kantin kampus? Kamu duduk bersama seorang laki-laki saat itu. Aku cuma ngerasa canggung dan ngga mau punya masalah dengan laki-laki lain karena perempuan." Kataku lagi pada Bella.

"Oh Alfons. Dia temanku sejak SD dan kebetulan karena aku masih belum kenal dekat dengan siapapun di kampus bahkan di kota ini, aku sering minta Alfons menemaniku. Jadi kamu ngga akan punya masalah dengan siapapun."

Bella kemudian duduk di sebelahku dan memandangiku.

"Aku mau cerita sesuatu sama kamu. Dan aku belum pernah menceritakan ini kepada siapapun teman-temanku."

Beberapa saat kemudian aku larut dalam cerita-cerita Bella. Ia menceritakan seluruh kisah hidup keluarganya. Tentang Ayahnya yang tiba-tiba pergi meninggalkan Ibunya ke Hongkong, awalnya untuk mengadu peruntungan menjadi TKI namun hingga detik ini Ia tak pernah kembali. Bella kemudian bercerita ibunya yang depresi selama bertahun-tahun kemudian menjalin hubungan dengan laki-laki lain hingga menghasilkan keturunan baru. Bella punya dua orang adik hasil dari hubungan baru ibunya. Setelahnya kehidupan keluarga Bella berangsur-angsur membaik hingga Bella bisa berkuliah di kampus yang sekarang atas pilihannya dan keluarganya mendukung.

Beberapa kali aku melihat mata Bella berkaca-kaca. Aku hanya memandanginya sambil mendengarkan cerita Bella dengan serius. Hingga kemudian saat Bella menceritakan kisah cintanya yang tragis dengan laki-laki semasa ia SMA, Bella tak kuasa menahan tangis. 

Aku mengambil selembar tissue dan kuberikan pada Bella agar ia dapat menyeka air matanya yang mulai mengaliri pipinya, kemudian ujung bibirnya. Bella menyeka matanya dengan tissue yang kuberikan. Sejurus dengan itu tanganku refleks bergerak mendekati ujung bibirnya dan menyeka air mata yang mengalir di sana. Kemudian setelahnya pandangan kami bertemu lagi, kini aku merasakan tatapan mata Bella lebih dalam dari sebelumnya. 

"Kamu ingin menciumku?" Bella kemudian berkata sambil menatapku tajam.

Aku terdiam. Hingga sedetik kemudian Bella berkata lagi, "Mata kamu yang bilang."

Tanpa sadar kamu saling berdekatan dan beberapa saat kemudian kami berciuman. Sekarang aku dapat merasakan desah napas Bella, dapat menciumi aroma tubuhnya yang khas. 

Setelahnya kami hanya saling memandang dan cukup lama membisu.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ROMANO KEJORA, CHAPTER I : MATAHARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang