Axelle And Caren Story - 01

42 18 57
                                    

Jangan Pergi Sebelum Aku Kembali.

.

.

.

"Kalau udah besar nanti, aku jadi petani dan kamu jadi pekebun, yah!" ujar Axelle semangat.

"Petani dan pekebun itu sama."

"Kalau gitu, aku jadi pilot dan kamu jadi polwan udara. Kalau pesawat aku macet, kamu yang bantuin supaya lalulintasnya normal."

Caren bergeming. Entah harus bagaimana lagi ia menjelaskan kalau polwan itu bekerja di jalan, bukan di langit. Axelle kembali berandai-andai, jika ia naik kapal laut bersama Caren kemudian berhenti di pinggir jalan untuk membeli camilan. Kalau bisa dibandingkan, orang gila dengan Axelle itu tidak ada bedanya.

"Aku mau pergi, ah—mau ke KFC sama Mama, Caren ikut nggak?" Axelle mulai beranjak dari duduknya, menepuk-nepuk dulu pantatnya yang kotor karena tanah.

"Nggak," jawab Caren dan mengikuti Axelle ke depan gerbang. "Selamat tinggal Axelle."

"Dadah." Axelle melambaikan tangan kepada sahabatnya itu. "Oh, iya, Caren jangan pergi  sebelum Axelle kembali."

"Aku akan tetap di sini, Axelle. Selama-lamanya, menunggu kamu," ucap Caren sambil menganggukkan kepala, menatap lekat punggung Axelle yang mulai menjauh dari rumahnya. Walaupun kelakuannya mirip orang gila, Axelle masih punya rasa kemanusiaan terhadap sesama ciptaan Tuhan yang lainnya.

Dia penyayang, bahkan kepada Caren yang tidak dikenalnya sekalipun.

*A Fiction Story About Axelle and His Life*

"You can't see what I see."

...

Seminggu yang lalu, Axelle sedang bermain dengan skateboard baru yang dibelikan mamanya sebagai permintaan maaf karena wanita itu sibuk bekerja. Hujan dan petir saling beradu cepat untuk sampai ke bumi, namun Axelle tetap berada di jalanan sambil memainkan main barunya.

Axelle sebenarnya bingung, kenapa mama dan papanya tidak pernah ada ketika Axelle membutuhkan bantuan mereka? Mainan baru selalu jadi penutup 'kesibukan' yang entah berupa apa itu. Kasih sayang menjadi langka bagi Axelle, sama halnya dengan teman.

Jam canggih yang langsung terhubung dengan GPS dan telepon rumah milik Axelle bergetar, menandakan bahwa ada panggilan masuk. Tapi Axelle tidak peduli, karena sebelumnya tidak ada yang peduli kepada Axelle. Ia pun mematikan benda menyebalkan itu.

"Dek, kok, main hujan-hujanan? Ntar sakit, lho? Mana mainnya di sini lagi."

Axelle menoleh, mendapati wanita tua sedang menyapu di depan gerbang perumahan yang tidak pernah dilihat Axelle sebelumnya. Sebenarnya wanita itu bingung dengan apa yang dilakukan Axelle, sedari tadi anak itu menyeret skateboard, mungkin tidak bisa memainkannya?

"Axelle ... tidak tahu," gumamnya. "Memangnya di sini kenapa, Nek?"

Anjir, gue masih cantik gini dibilang Nenek.

Jangan Pergi Sebelum Aku Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang