01

31 5 1
                                    

Terik tepat pukul dua belas, terpancar jelas melalui jendela kaca di depan meja Manager yang bertuliskan nama Siwi Pratama.  Siwi wanita berusia seperempat abad sedang duduk merenggangkan badannya.

Laporan yang tertumpuk dalam emailnya harus diserahkan sore nanti, pada kantor pusat.

Ketukan pintu mengalihkan atensinya sementara waktu.

"Mbak Siwi, gak istirahat makan siang?" wajah cantik menyapanya  di depan pintu.

"Mbak boleh nitip nggak, Ra? Masih ada data yang harus Mbak kerjain. Lukman salah input kemarin," minta Siwi.

"Iya, boleh, dong. Mbak mau nitip makan apa?"

"Bilang aja sama Budenya makanan Mbak Siwi. Nanti Budenya tahu," jawab Siwi tersenyum manis.

"Siap, Mbak."

Wanita itu berjalan keluar. Wanita barusan bernama Ranita. Admin kantor. Sedangkan Siwi manager kantor Cabang yang mengurusi semua data-data yang diserahkan admin pada kantor pusat.

Siwi memfokuskan dirinya pada banyaknya email masuk. Menghela napas panjang.

"Butuh liburan ...," teriak Siwi frustasi.

Siwi melirik jam tangannya lagi sudah sepuluh menit berlalu, Ranita belum juga kembali.

"Ya ampun, lapar banget." Siwi memegangi perutnya yang mulai berbunyi. Pasalnya tadi ia lupa sarapan karena terburu-buru.

Tok..tok..tok..

"Permisi Mbak, ini makanannya." Ranita muncul di balik pintu dengan wajah sumringahnya.

"Waaah makasih, yah, Ranita." senyum Siwi mengembang.

Dengan segera Siwi membuka makanannya.

"Mbak Diet?"

"Enggak," jawab Siwi sembari mengunyah makanannya.

"Tapi kok nggak makan nasi?"

"Mbak memang mengurangi makan nasi, Ra."

"Badan mbak itu kurus, muka Mbak juga sering pucat. Jangan keras lah sama diri Mbak." Ranita menasehati.

"Iyah ... iyah ...," jawab Siwi sembari melahap makanannya lagi.

Ranita pamit meninggalkan Siwi yang tengah mengerjakan tugasnya sembari melahap makanannya. Akhir-akhir ini keadaan manajer kantornya itu memang sedang kacau.

"Yeeeesss!" teriak Siwi.

Ranita yang semula berada di ambang pintu tersentak kaget sampai berbalik.

"Mbak, kenapa?" tanya Ranita hati-hati.

"Liat ini ... liat! Mbak nggak mimpi 'kan?"

Ranita segera menengok ke arah laptop yang digunakan Siwi untuk bekerja. Di sana tertera dua tiket liburan ke Lombok selama seminggu.  Ranita membola, mulutnya masih membuka.

"Waaaah ... yeeeyyy, Mbak beruntung banget." Ranita ikut senang melompat-lompat bersama Siwi.

"Akhirnya ...." Siwi tertawa bahagia. untung saja ruangannya kedap suara jadi  berteriak sekencang apapun, pihak luar tidak akan mendengar teriakan mereka.

"Mbak pantas mendapatkannya. Sudah dua tahun lalu terakhir kali Mbak liburan."

Siwi semakin tersenyum lebar.

Sepulang Kantor Siwi segera menuju Rumah Sakit. Siwi menunggu di depan Lift, semenit terasa sangat lama. Ia ingin segera memberi kabar bahagia ini pada seseorang.

Siwi berdiri di depan pintu ruangan bertulis dr. Putra Duwi Suseno. Dengan senyum khasnya ia membuka pintu, dan betapa terkejutnya ia melihat pemandangan di hadapannya. Seorang perempuan memeluk hangat Lelaki. Ah, tepatnya Lelaki yang menikahinya dua tahun lalu. Suaminya.

Kedua orang tersebut kaget, namun tetap bersikap biasa.

"Aah ... maaf aku mengganggu. Aku tidak tahu kalau sedang ada tamu. Aku  tunggu di luar saja." Siwi mengatakannya ragu, berbalik menutup pintu lalu duduk di depan seolah tak terjadi apapun.

Beberapa menit perempuan itu keluar dan menunduk ke arah Siwi.

Siwi membalas tersenyum lalu masuk ke ruangan lelakinya.

"Ada apa?" pertanyaan bernada dingin itu terlontar.

Siwi duduk di kursi pasien.

"Aku minta maaf, tadi aku tidak sengaja," jawab Siwi, "aku hanya ingin memberitahu Mas, aku mendapat cuti liburan seminggu. Dua tiket ke Lombok."

Lelaki berjas putih itu membalikkan badannya fokus ke arah wanita di depannya. Seolah bertanya "Lalu?"

"Masudku, kalau tidak keberatan, Mas mau menemaniku ke sana? jika tidak pun tidak apa-apa," jelas Siwi. Siwi tahu suaminya adalah dokter muda yang sangat Sibuk.

"Aku pertimbangkan dulu, kita akan membahasnya di rumah," jawab suaminya.

"Baiklah, Mas."

"Nanti malam bangunkan saja Aku jika sudah pulang. Tidak baik terus bermalam di Rumah sakit, Mas." Siwi berlalu pergi menutup pintu.

KITA?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang