03

18 3 2
                                    

"Terimakasih mas." Siwi memandang suaminya sebentar lalu membuka seatbelnya.

"Hati-hati." Jawab Putra. ia tidak tahu harus mengatakan apa. Hubungan mereka terasa begitu kaku. Sangat. Mereka dalan ikatan, namun terasa jauh.
Bahkan Siwi langsung masuk ke dalam kantor, tanpa menengok lagi setelah melambaikan tangan.

"Mbak ... Mbak ..." Teriak Naufal, salah satu karyawan di sana. Siwi melarang semua karyawan memanggilnya Ibu, karena dia tidak ingin ada kesenjangan dengan panggilan itu, menurutnya itu terlalu formal, dan juga terlalu tua untuknya yang masih 25 tahun.

"Iya. Ada apa Naufal?"

"Saya dengar Mbak akan berlibur."

"Beritanya cepat sekali tersebar?" Kekeh Siwi.

"Kantor akan sepi kalau Mbak pergi." Naufal memperlihatkan raut sedih.

"Mbak kan cuma berlibur Naufal, bukan Resaign." kekeh Siwi lagi.

"Baiklah, Mbak. Nanti hati-hati ke sana. Semoga berjodoh dengan bule." Naufal terkikik geli dan berlalu pergi.

"Aku sudah berjodoh dengan bule, dari Korea pula." Batin Siwi.

Siang hari istirahat seperti biasa Siwi masih disibukan dengan banyaknya laporan. Namun ponselnya bergetar ribut di atas meja.

Tertera tulisan nama Mas Putra di layarnya. Segera siwi mengangkatnya.

"Hallo, Assalamualaikum, Mas," kata Siwi.

"Waalaikumsalam. Kamu masih bekerja?"

"Iya, masih. Ada apa, Mas? Tumben telepon. Ada yang penting?"

Tidak heran Siwi bertanya seperti itu karna biasanya suaminya hanya akan mengirimi banyak pesan saja, tidak pernah menelepon langsung.

"Tidak ... aah ... itu tentang kepergianmu. Kapan? Tanya Putra gugup.

"Lusa, Mas."

"Oh baiklah."

Setelahnya tidak ada percakapan lagi. hanya suara ketikan pada laptop yang sedikit terdengar.

"Mas ... Mas belum menutup teleponnya?" Siwi membuka percakapan kembali. Mengingat sudah lima belas menit mereka saling diam.

"Aah ... ya ..."

"Mas belum ada pasien?" tanya Siwi

"Aku sedang istirahat sebentar," jawab Putra.

"Bekalnya sudah dimakan?"

"Sedang aku makan," jawabnya lagi.

"Maaas..."  Suara dari arah pintu ruangan Putrapun memberhentikan aktifitas Putra.

"Kamu sedang apa, Mas?" Tanyanya lagi.

Siwi hanya Diam, masih mendengarkan.

"Aku hanya sedang makan. Sebaiknya kamu ketuk pintu dulu kalau ingin masuk," tegur Putra

"Kamu kenapa serius banget, sih, Sayang. Biasanya juga aku langsung masuk aja," jawab wanita itu dengan nada manja.

"Aku tidak suka dengan itu sekarang."

"Baiklah. Jangan marah, Sayang. Aku minta maaf." terdengar suara kecupan dari seberang telepon.

Siwi masih mendengarkan Sembari fokus dengan pekerjaannya.

"Dasar aneh, kapan dia akan berubah untuk tidak kaku pada kekasihnya." Siwi tertawa geli.

"Aku akan meneleponmu lagi nanti."

"Baiklah, Mas. Aku juga harus melanjutkan pekerjaanku," jawab Siwi lalu menyimpan ponselnya kembali di atas meja.

Sore tepat pukul 5, siwi pulang menggunakan bus. Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk sampai ke rumahnya tepat waktu.

Sesampainya di rumah Siwi langsung menuju kamarnya untuk mandi. Rasanya terlalu lelah karena seharian duduk di kantor dan mengurusi banyaknya e-mail yang masuk dari atasannya. Setelah selesai mandi Siwi langsung tertidur.

Suara ketukan pintu membuat Siwi terbangun, segera menguncir satu rambutnya lalu keluar membukakan pintu.

"Mas, pulang?" tanyanya.

"Memangnya kamu harap aku tidak akan pulang lagi?"

"Bukan begitu, Mas. Biasanya kamu akan mengabariku kalau ingin pulang."

"Aku sudah mengirimimu pesan tadi."

"Ah ... maaf, Mas. Tadi selesai mandi aku langsung tidur. Perlu aku buatkan makan?"

"Tidak. Aku tadi sudah makan di luar."

"Ya, baiklah. Aku akan menyiapkan air panas saja."

"Sekalian bersihkan kamarku dulu, tadi pagi saat aku tinggalkan sangat berantakan."

"Baiklah, Mas."

Sementara suaminya mandi,Siwi membersihkan kamar suaminya. Sebenarnya tidak ada yang perlu dibersihkan karena kamar suaminya sudah sangat rapih, bersih dan terawat.

Putra keluar  dengan menggunakan handuk . Siwi kaget. Karena pemandangan seperti itu belum sepenuhnya  biasa baginya.

Siwi ingin beranjak keluar.

"Di sini saja. Aku ingin mengobrol." Tahan putra

"Iya, baiklah." 

Siwi mengambilkan piyama untuk suaminya kenakan. Putra kembali memakainya di dalam kamar mandi, karena akan sangat sungkan memakainya di depan Siwi.

Setelah selesai dengan kegiatannya, Putra segera menuju tempat tidur dan mengajak Siwi duduk di sampingnya.

"Mas, mau ngobrol tentang apa?"

"Itu ... masalah liburanmu. Aku akan menemanimu. Aku sudah meminta izin pada Ayah."

"Benarkah?" Siwi terlihat sumringah.

"Iya. Aku serius," jawab Putra.

"Terimakasih, Mas." Siwi tertawa senang. Tawa yang semenjak dua tahun terakhir hilang.

"Yasudah. Tidurlah. Besok kamu harus bekerja." Putra menunduk memainkan ponsel dalam genggamannya.

"Baiklah, Mas, aku pamit. Aku juga lelah."

"Yah," jawab Putra dingin.

Siwi mengangguk, lalu menarik pelan knop pintu.

"Kamu sangat lelah,yah, Sayang?" batin Putra.

KITA?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang