BAGIAN 6

415 22 0
                                    

Rangga terpaksa membiarkan Arya Sempana membawa jasad Adipati Aryasena malam ini juga. Sedangkan laki-laki tua itu tidak mau ditemani. Padahal, Rangga sudah menyediakan diri untuk mengawalnya. Maka dengan perasaan berat, Pendekar Rajawali Sakti mengantarkan, walaupun hanya sampai di perbatasan kota. Sedangkan Pandan Wangi tetap menunggu di dalam kamar penginapan.
Setelah mengantarkan Arya Sempana sampai di perbatasan kota, Rangga tidak langsung ke rumah penginapannya. Sengaja diambilnya jalan memutar melalui tanah perkebunan rakyat kadipaten ini. Tidak ada seorang pun yang dijumpainya, hingga tiba di bagian belakang istana kadipatenan. Keadaan di sekitar istana itu masih tetap kelihatan sunyi. Tak ada seorang pun yang terlihat.
Sinar mata Pendekar Rajawali Sakti begitu tajam, mengamati keadaan sekitarnya. Sebentar kepalanya menengadah ke atas, menatap langit yang kelihatan begitu hitam, tertutup awan tebal. Angin pun bertiup cukup kencang, menebarkan udara dingin yang menggigilkan tubuh. Tapi, udara yang begitu dingin sama sekali tidak dirasakan Pendekar Rajawali Sakti.
Perlahan kakinya terayun mendekati dinding pagar belakang yang terbuat dari batu setinggi dua batang tombak lebih itu. Namun begitu berada dekat dengan dinding tembok batu ini, tiba-tiba saja....
Srak!
"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba di sekelilingnya bermunculan orang-orang berpakaian seragam prajurit. Mereka muncul dari balik pepohonan dan semak belukar yang banyak tubuh di sekitar bagian belakang bangunan istana kadipatenan ini. Dan sebentar saja Pendekar Rajawali Sakti sudah terkepung. Tidak ada lagi celah baginya untuk bisa meloloskan diri, ketika sudah terkepung oleh tidak kurang dari lima puluh orang berseragam prajurit kadipaten bersenjatakan tombak dan pedang terhunus.
"Ha ha ha...!"
"Hm...." Rangga hanya menggumam kecil saja, ketika tiba-tiba saja terdengar tawa yang begitu keras menggelegar.
Kepalanya mendongak sedikit, maka, tampaklah di bibir atas tembok pagar batu ini sudah berdiri seorang pemuda berwajah dingin, dan kelihatan pucat seperti mayat. Pakaiannya putih bersih dan agak ketat, dengan ikat pinggang dari kain berwarna kuning keemasan. Sebilah pedang tampak tergantung di pinggangnya yang cukup ramping. Rambutnya yang hitam lebat, terikat agak tergelung ke atas. Sementara bagian sampingnya dibiarkan meriap dipermainkan angin. Dia berdiri congkak sekali sambil berkacak pinggang.
Sedikit Rangga menggeser kakinya, merenggangkan jarak dengan dinding tembok pagar batu ini. Matanya terus menatap tajam pada pemuda berbaju putih yang wajahnya pucat seperti mayat. Dan pemuda itu juga membalasnya tidak kalah tajam. Matanya memancarkan cahaya kebengisan, seperti harimau yang tengah kelaparan melihat seekor domba gemuk. Rangga menaksir kalau usia pemuda itu sekitar dua puluh lima tahun, sebaya dengan dirinya.
"Tikus busuk..! Apa yang kau lakukan di sini, heh?!" lantang sekali nada suara pemuda berwajah pucat seperti mayat itu.
"Aku sedang jalan-jalan mencari udara segar," sahut Rangga kalem. Namun, nada suaranya terdengar agak ditekan.
"Kau bawa pedang. Aku tidak percaya kalau kau hanya berjalan-jalan saja mencari angin," dengus pemuda itu ketus. "Katakan yang benar, apa yang kau lakukan di tengah malam begini...?"
"Sudah kukatakan, aku...."
"Keparat..! Hih!"
Wusss!
"Heh...?! Hup!"
Rangga jadi terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba saja tangan pemuda bermuka pucat itu menghentak ke arahnya. Dan dari telapak tangan kanannya yang terbuka, melesat deras secercah cahaya kemerahan bagai api ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Rangga cepat melenting ke udara menghindari serangan lawan, cahaya merah bagai api itu lewat tanpa menyentuh tubuhnya sedikit pun juga. Dan cahaya itu langsung menghantam tanah tepat di belakangnya. Maka seketika satu ledakan keras pun terdengar menggelegar, begitu cahaya merah menghantam tanah.
"Bagus...! Sudah kuduga, kau pasti punya maksud tertentu berada tengah malam di sini," dengus pemuda bermuka pucat itu dingin.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan saja.
"Heh...! Kau tahu siapa aku, hah...?! Aku Gagak Gumilang yang menguasai seluruh wilayah Kadipaten Wurungga ini. Dan kau berada di wilayah kekuasaanku tanpa izin. Jadi, harus mendapat hukuman yang setimpal!"
"O.... Rupanya kau yang bernama Pangeran Iblis itu...," desis Rangga, terdengar sinis sekali nada suaranya.
"Nah, sekarang kau sudah tahu siapa aku. Cepat berlutut, dan sembah aku...!" perintah Gagak Gumilang lantang menggelegar.
"Hanya satu yang kusembah. Dan yang pasti, bukan manusia iblis sepertimu, Pangeran," tegas Rangga.
"Keparat..! Kau harus mampus...!" geram Gagak Gumilang berang, melihat sikap Rangga yang jelas-jelas menantangnya. Wajahnya yang sudah pucat seperti mayat, semakin terlihat pucat. Dan sorot matanya begitu tajam memerah, bagai sepasang bola api yang hendak membakar habis seluruh tubuh Rangga. Terdengar suara gerahamnya bergemeletuk menahan geram. Perlahan tangan kanannya bergerak, dengan jari telunjuk menuding lurus ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Bunuh tikus keparat itu...!"
"Hiyaaa...!" "Yeaaah...!"
"Hup!"
Belum lagi hilang teriakan perintah Pangeran Iblis, pemuda-pemuda berpakaian seragam prajurit kadipaten yang memang sudah mengepung, langsung saja berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan kecepatan bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti melesat tinggi ke udara. Dan belum juga tubuhnya bisa diputar, mendadak saja....
Wusss...!
"Ikh! Hap...!"
Cepat-cepat Rangga melenting dan berjumpalitan di udara, begitu tiba-tiba saja Pangeran Iblis menyerangnya dengan pukulan jarak jauh yang memancarkan cahaya merah bagai api itu. Kilatan cahaya merah itu lewat sedikit saja di dalam putaran tubuh Rangga. Lalu dengan cepat sekali tubuhnya meluruk turun. Dan sebelum terdengar ledakan keras menggelegar dari sebatang pohon yang hancur terhantam cahaya merah itu, kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti sudah menjejak tanah.
"Hiyaaat..!"
Langsung saja Rangga berlompatan sambil melepaskan beberapa pukulan beruntun yang sangat cepat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Walaupun jurusnya dikerahkan hanya tingkat pertama, tapi mengandung pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkatan sempurna. Dan gerakannya begitu cepat, sehingga sulit untuk diikuti pandangan mata biasa.
"Menyingkir kalian, kalau tidak mau mati sia-sia...!" seru Rangga lantang menggelegar.
"Yeaaah...!"
Namun, tak ada yang menggubris peringatan Rangga. Maka....
Buk! "Akh...!"
Salah seorang prajurit yang berada paling dekat, seketika terpental begitu terkena pukulan yang dilepaskan Rangga. Begitu kerasnya, sehingga prajurit berusia muda itu langsung tewas, setelah tubuhnya menghantam tanah. Tapi, prajurit-prajurit lain sudah cepat merangseknya tanpa kenal ampun.
Terpaksa Rangga harus berjumpalitan menghindari setiap serangan. Dan cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti selalu dapat membalas dengan melepaskan pukulan-pukulan dahsyat bertenaga dalam sempurna. Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi sudah sejak tadi terdengar saling susul, disusul tubuh-tubuh tak bernyawa yang ambruk bergelimpangan. Satu persatu para prajurit itu terpental, dan jatuh keras di tanah tanpa nyawa.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Agaknya Rangga tidak mau lagi memperlambat pertarungan yang tidak diinginkannya. Dengan kecepatan bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti berlompatan sambil melepaskan beberapa kali pukulan keras dan beruntun. Maka jeritan-jeritan panjang melengking tinggi pun semakin sering terdengar, disusul ambruknya tubuh-tubuh yang tidak bernyawa lagi. Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah lebih dari separuh jumlah prajurit yang bergelimpangan.
"Munduuur...!"
Prajurit-prajurit berusia muda itu langsung berlompatan mundur, begitu terdengar teriakan keras menggelegar bernada memerintah. Dan belum lagi suara yang keras menggelegar itu menghilang dari pendengaran, dari atas dinding tembok pagar batu ini melesat sebuah bayangan putih. Dan tahu-tahu, di depan Rangga sudah berdiri Pangeran Iblis. Begitu cepat dan sangat ringan gerakannya, sehingga Rangga sendiri hampir tidak mendengar kedatangannya.
"Kau jelas bukan orang sembarangan, Kisanak. Katakan, siapa namamu?! Dan, apa tujuanmu datang ke sini malam-malam?" terdengar dalam sekali nada suara Pangeran Iblis.
"Namaku Rangga. Kedatanganku ke sini memang sengaja untuk bertemu denganmu, Pangeran Iblis. Kau tentu sudah tahu, apa maksud kedatanganku malam-malam begini," sahut Rangga kalem, namun bernada tegas sekali.
"Ha ha ha...!" Gagak Gumilang tertawa terbahak-bahak. Suara tawa laki-laki berjuluk Pangeran Iblis itu begitu menggelegar terdengar. Jelas sekali kalau suara itu disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah tinggi tingkatannya. Bahkan daun-daun pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar bagian luar tembok benteng istana kadipatenan, langsung berguguran. Demikian pula prajurit-prajurit yang ada di sekitar tempat itu, yang juga langsung menutup telinga.
"Kau akan mampus di sini, Kutu busuk!" bentak Gagak Gumilang geram mendengar tantangan Rangga yang terbuka tadi.
"Lihat saja nanti. Kau atau aku yang akan mengisi lubang kubur," dengus Rangga, menanggapi dengan sikap dingin.
"Phuih! Bersiaplah...!"
Pangeran Iblis langsung saja menyilangkan kedua tangannya di depan dada, bersiap-siap membuka serangan. Sorot matanya terlihat begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata Rangga. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti masih kelihatan berdiri tegak dengan tenang. Tubuhnya belum bergerak sedikit pun. Bahkan kedua kakinya bagaikan tertanam kuat di atas permukaan tanah yang sedikit berumput ini.
Beberapa saat lamanya mereka saling berpandangan dengan sinar mata yang sangat tajam, seakan-akan tengah mengukur tingkat kepandaian masing-masing. Saat itu, Pangeran Iblis sudah menggeser kakinya ke kanan perlahan-lahan menyusuri tanah. Begitu tinggi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga sedikit pun tidak terdengar suara saat kakinya bergerak. Namun belum juga ada yang bergerak melakukan serangan, tiba-tiba saja....
"Hiyaaat..!"
"Heh...?!"
"Hah! Hup...!"
Bukan hanya Gagak Gumilang yang tersentak, begitu tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan hitam melesat begitu cepat bagai kilat menuju ke arahnya. Bahkan Rangga juga jadi kaget setengah mati. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat mundur sejauh tiga langkah. Dan pada saat yang bersamaan, Pangeran Iblis membanting tubuhnya ke tanah. Lalu tubuhnya bergulingan beberapa kali, tepat di saat terlihat sebuah kilatan cahaya keperakan yang begitu cepat menyambar ke arah kepalanya tadi.
"Hup!"
Dengan gerakan yang sangat manis dan ringan, Pangeran Iblis melenting. Tubuhnya berputaran sejenak, lalu kembali berdiri dengan kedua kakinya yang kokoh di atas permukaan tanah. Namun belum juga bisa menarik napas, kembali terlihat sosok bayangan hitam berkelebat begitu cepat menerjang ke arahnya. Bahkan gerakannya disertai kilatan cahaya keperakan yang berkelebat begitu cepat, hingga arahnya sulit di-ikuti pandangan mata biasa.
"Hiyaaat..!"
"Hup! Yeaaah...!"
Sedikit sekali Pangeran Iblis mengegoskan kepala, hingga kilatan cahaya keperakan yang ternyata dari sebilah pedang itu lewat di depan wajahnya. Dan pada saat yang bersamaan, tangan kirinya menghentak ke depan, melepaskan satu pukulan lurus yang begitu cepat dan disertai pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi.
"Haiiit..!"
Namun sosok tubuh berpakaian serba hitam itu lebih cepat lagi melenting ke atas. Dan tahu-tahu, tubuhnya sudah meluruk deras, sambil mengebutkan pedang beberapa kali ke arah kepala Pangeran Iblis.
"Setan! Phuih...!"
Gagak Gumilang jadi geram setengah mati. Terpaksa tubuhnya harus berjumpalitan menghindari setiap serangan yang datang begitu gencar bagaikan air hujan yang ditumpahkan dari langit. Beberapa kali ujung pedang bercahaya keperakan itu hampir menebas kepalanya, namun masih bisa dihindari. Walaupun, dengan hati geram dan terus menyumpah serapah.
"Hiyaaat..!"
Begitu mendapatkan satu kesempatan yang sangat sedikit Pangeran Iblis tidak menyia-nyiakannya. Secepat kilat tubuhnya melenting ke belakang, dan langsung melesat tinggi ke atas. Dan pada saat itu juga, tangan kanannya berkelebat dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Sret! Wuk!
Begitu cepat gerakan tangan Pangeran Iblis, sehingga sulit sekali diikuti pandangan mata biasa. Dan tahu-tahu, di dalam genggaman tangannya sudah tergenggam sebilah pedang yang memancarkan cahaya merah bagai kobaran api. Pemuda berwajah pucat seperti mayat itu langsung mengebutkan pedangnya kearah sosok berpakaian serba hitam yang tiba-tiba menyerangnya.
"Yeaaah...!"
Bet!
"Hih!"
Wuk!
Trang...!
Kilatan bunga api seketika terlihat memijar ke segala arah, begitu dua pedang berada di udara. Tampak mereka sama-sama melompat ke belakang sambil berputaran di udara beberapa kali. Dan hampir bersamaan, mereka menjejak di tanah. Namun....
"Ha ha ha...!"
Suara tawa Gagak Gumilang yang selama ini disebut Pangeran Iblis seketika terdengar meledak keras, begitu melihat pedang di tangan orang berpakaian serba hitam sudah terpenggal, tinggal gagangnya saja. Entah ke mana mata pedang orang berbaju serba hitam itu.
"Tikus-tikus busuk...! Kalian datang ke sini hanya mencari mampus saja! Huh...!" dengus Gagak Gumilang dingin.
Bet!
Indah sekali gerakan tangan Pangeran Iblis saat mengebutkan pedangnya hingga tersilang di depan dada. Dan perlahan-lahan kakinya bergegas ke depan. Sorot matanya begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata orang berpakaian serba hitam yang menutupi seluruh wajah dan kepalanya dengan kain hitam pula. Hanya bagian matanya saja yang terlihat.
Dan pada saat itu, terlihat puluhan orang berlari-lari menghampiri tempat ini. Pangeran Iblis tersenyum setelah tahu kalau yang datang adalah prajurit-prajurit yang berpihak kepadanya. Tampak berlari paling depan seorang laki-laki berusia sekitar dua puluh lima tahun, sebaya dengan pemuda berwajah pucat seperti mayat itu.
"Gusti! Biarkan mereka aku yang bereskan," pinta pemuda itu setelah dekat dengan Pangeran Ibis.
"Hm..., Barada. Kau habisi saja orang tidak tahu diri itu!" dengus Gagak Gumilang sambil menunjuk ke arah orang berpakaian serba hitam yang seluruh kepala dan wajahnya terselubung kain hitam pula.
"Baik, Gusti Pangeran," sahut pemuda yang ternyata memang Barada.
"Hup...!"
Setelah membungkuk memberi hormat, Barada langsung saja melompat mendekati orang berpakaian serba hitam yang kini sudah tidak memiliki senjata lagi. Begitu indah dan ringan gerakannya, sehingga hampir tidak terdengar suara saat kakinya mendarat tepat lima langkah lagi di depan orang berpakaian serba hitam yang belum diketahui siapa sebenarnya.
"Kau lawanku, Orang Hitam!" dengus Barada dibuat dingin nada suaranya.
Srat!
Langsung saja pemuda itu mencabut pedangnya yang berukuran cukup panjang, dan menyilangkannya di depan dada. Sorot matanya terlihat begitu tajam, menembus langsung ke bola mata orang berpakaian serba hitam di depannya. Dan perlahan-lahan, kedua kakinya bergerak menyilang ke samping, sambil tetap menyilangkan pedangnya. Tapi, kini pedangnya sudah berada tepat di depan ujung hidungnya.
"Yeaaat..!"
"Yeaaah...!"

***

95. Pendekar Rajawali Sakti : Pangeran IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang