Prolog

535 39 4
                                    

"Silahkan dimakan sarapannya, Neng."

Mang Asep menghidangkan sebuah piring dengan bungkusan daun pisang di depanku. Aku menatap piring sarapanku dengan tidak bersemangat. Padahal ini menu kesukaanku setiap pagi. Lelaki paruh baya itu selalu tahu takaran pedasnya. Namun pagi ini rasanya tidak seperti biasa.

Hatiku atau nasi uduk ini yang tidak seperti biasanya. Masih kuingat pertengkaran dengannya melalui telepon tadi malam. Ia menutup begitu saja. Membiarkanku menangis semalaman. Membuatku harus menebalkan eyes shadow agar menutupi sembab mataku saat berangkat ke kantor pagi ini.

Kupandangi lalu lintas Jakarta yang mulai padat. Tiba-tiba sebentuk sunyi hinggap di hatiku. Sampai kapan aku harus sendiri di sini. Apa yang sebenarnya aku cari. Satu-satunya cinta yang aku percaya mungkin saat ini sedang beranjak menjauh.

Hendi.

Nama yang selalu menggetarkan hatiku saat mengucapnya di bibirku. Yang dulu aku percaya bahwa dialah yang akan selalu mendampingiku di saat apapun itu. Namun ucapannya tadi malam, aku tak pernah mendengar dia sekasar itu. Tidak pernah padaku.

Apakah itu artinya itu sudah mengabaikanku. Mengabaikan cinta yang kami jaga tiga tahun terakhir.

Aku menyalahkan jarak ini. Yang seharusnya tidak memisahkan kami. Jika ia tidak begitu jauh membentang, semuanya pasti akan tetap seindah dulu.

Hendi, apa yang harus aku lakukan padamu? Pada cinta kita?

Aku terlalu lelah untuk terus bertahan di kesendirian ini. Andai semua begitu dekat. Seperti dulu. Saat kita masih sering berjalan bersisian. Saat kita masih bisa bercerita lewat tatapan. Saat awal kita berkenalan dan aku mencuri pandang ke arahmu. Aku masih ingat itu. Semua itu. Begitu membekas di ingatanku persis seperti baru terjadi kemarin.

Namun sepertinya kali ini aku akan kehilangan dia. Benar-benar kehilangan dia. Air mataku menetes satu persatu seiring ingatanku melayang pada hari aku pertama melihat dirinya.

Every Love Story is Beautiful (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang